LOST

  No comments
Author : Yeonhwa
Cast : Min Yoongi (Suga BTS), Jung Hana (OC)
Genre : Marriage life, Fluff (little)
Rated : G
Lenght : Ficlet
Disclaimare : Suga and other BTS member belongs to God, but storyline and OC belongs to me.
I hate plagiarism so don’t copy paste!
Happy reading ^^
.
.
.
HANA POV
“Eomma~, aku mau membantu juga~,” rengek nyunsik sambil menunjuk ke arah sekop kecil yang sedang ku pegang.
“Boleh, Hyunsik bantu mengaduk ini ya,” aku menyodorkan sebuah pot yang berisi tanah dan pupuk yang belum ku campur.
Bocahku mengangguk girang, dengan semangat dia mengaduk campuran tanah-pupuk yang ku berikan. Untungnya kali ini Hyunsik benar-benar membantuku.
“Selesai!” celotehnya riang setelah seluruh pot terisi oleh campuran tanah. “Selanjutnya apa eomma?” tanyanya, rupanya dia sangat antusias dengan berkebun.
“Selanjutnya taruh pot-pot ini di sana.” Ucapku sambil menunjuk ke arah deretan bunga-bunga yang baru saja aku semaikan.
“Oke~,” tangan mungilnya mengangkat pot kecil itu satu persatu. Aku mengawasinya dari sini. Tumben sekali dia membantu dengan baik dan benar.
“Eomma ini apa?” tangan kanannya memegang seekor cacing tanah, dan,
“YA! BUANG SAYANG!” aku menghampirinya,”Itu cacing, biarkan dia pulang, rumahnya ada di tanah. Dan eomma geli dengan cacing, CEPAT BUANG!” aku tak tahan lagi, memang aku sangat geli dengan makhluk kenyal penghuni tanah lembab itu.
“Kenapa? Ini kan lu- KYAAAA EOMMAAAA CACINGNYA!” Dia menjerit ketakutan ketika cacing yang dia pengang melilit jari telunjuknya. Tangannya dia kibas-kibaskan hingga cacing itu terjatuh ke tanah.
“Nah, sekarang ayo cuci tangan,” aku menuntunnya ke arah keran air yang tak jauh dari teras rumah. Dengan sabar ku bersihnya tangan dan kakinya yang belepotan dengan tangah.
“Ah~” aku mengaduh pelan, perutku terasa sakit. Sementara jagoanku masih terdiam asik dengan perlakukan yang ku berikan.
“SAMCHEON...IMO...!” Hyunsik berlalu ketika matanya melihat dua adik kesayangnaku.
“PELAN-PELAN SAYANG, AH!” BRUK! Aku ambruk dan tersungkur.
“NUNNAA...!”
“EONNIII...!”
Aku masih mendengar teriakan dari Jungkook dan Yoonri, tapi aku terlalu fokus dengan perutku. Ku pengangi perutku, berharap makhluk mungilku baik-baik saja.
“Nunna,” Jungkok membatuku berdiri.
“HUWAAA EOMMA...!” tangan Hyunsik memecah. Dia menjerit melihatku terjatuh tadi.
“Cup...cup...sayang, eomma tidak apa-apa, ayo kita masuk.” Aku melihat Yoonri menggendong Hyunsik yang masih sesenggukkan.
“Ah~” aku merintih lagi, baru saja aku berjalan tiga langkah tapi sakit di perutku semakin hebat. Eomma mohon sayang, bertahanlah.
“Eomma~, eomma berdarah imo~, HUWEEEEE...!!!” Hyunsik kembali menangis.
“ASTAGA JUNGKOOK-AH!” Yoonri memekik melihat bagian belakang bajuku terdapat bercak darah.
“KITA HARUS KE RUMAH SAKIT SEKARANG! AMBILKAN KUNCI MOBIL YOONGI HYUNG!” dengan sigap kekasih dari adik iparku ini membawaku ke rumah sakit.
Aku sendiri sudah tak memperdulikan apapun, bahkan aku memasrahkan Hyunsik pada Yoonri, pikiranku sekarang terfokus pada calon bayiku.
“Sebentar lagi nunna, bersabarlah,” Ucap Jungkook sambil mengemudikan mobil. Aku sendiri tidak tahu sejak kapan dia bisa menyetir. Dan untungnya Yoongi tidak menggunakkan mobilnya hari ini.
.
.
.
.
YOONGI POV
“Dimana Hana?” aku masih terengah-engah. Pikiranku begitu kacau. Sejak semalam Hana terus mengeluh kalau perutnya sakit, dan semalaman juga aku tidak bisa tidur nyenyak karenanya.
“Masih di dalam hyung,” ucap Jungkook.
Aku berdiri di depan pintu kamar operasi. Jungkook dan Yoonri bercerita kalau dokter terpakasa harus mengambil tindakan Curretage and Dilatation (D&C) demi meyelamatkan rahim Hana. Aku melirik Hyunsik sudah terlelap di pelukan Yoonri, dia terlalu lelah menangisi eomma­-nya. Ha~, ku hembuskan nafasku kasar, ku usap wajahku. Tuhan, cobaan apa lagi ini?
“Suami Nyonya Jung Hana?” seseorang yang aku rasa dokter, memanggilku, suami Hana.
“Ya saya,” aku melangkah maju menghampiri pria berbaju hijau tosca yang baru saja keluar dari ruang operasi.
“Maafkan saya, tapi saya harus mengambil tindakan ini demi keselamatan istri anda. Eum, tuan, apakah sebelumnya istri anda pernah mengeluh sakit perut selama dia hamil?” tanyanya.
“Iya dok, dia sering mengeluh sakit dan katanya perutnya berkontraksi terlalu kencang.” Jelasku.
“Ya, itu karena ada sedikit masalah pada kehamilannya. Kontraksi yang demikian disebut kontraksi dini, namun saya rasa istri anda mengalami kontraksi dini dan disertai dengan bercak darah, apakah istri anda menceritakannya pada anda?”
“Tidak, dia tidak bercerita apapun selain kontaksi yang membuatnya sakit.” Aku lemas seketika mendengar penjelasan dokter, sungguh aku suami yang bodoh, aku bahkan tidak tahu kalau istriku sedang mengalami masa-masa sulitnya yang benar-benar mengancam jiwa calon bayi kami.
“Saya harap setelah ini, nyonya Jung bisa sehat kembali, saya permisi dulu,” pamit sang dokter dan tak jauh dibelakangnya istriku menyusul dengan tiga orang perawat yang mendorong bed-nya.
Dengan sisa tenaga yang ada aku mengekor rombongan. Ku kuatkan diriku sebisa mungkin, karena aku ingin menguatkan Hana yang sudah bisa kupastikan dia akan meraung sedih setelah ini.
“Maafkan aku Hana-ya,” aku menggenggam erat tangan istriku yang masih terlelap karena pengaruh bius.
“Eung~,” lenguhnya.
“Sayang~,” aku mengucapkan kata-kata langka yang memang jarang aku ucapkan untuknya, ku elus pucuk kepalanya, ku kecup punggung tangannya.
“Maaf,” lirihnya, lalu bulir bening menetes dari matanya.
Ku ulas senyum, ku kecup keningnya. “Untuk apa minta maaf? Justru akulah yang harusnya meminta maaf.”ku hapus aliran sungai di pipinya dengan kedua ibu jariku. Dia menggeleng menanggapi perkataanku.
“Maaf, karena aku tidak bisa menjaganya dengan baik,” ucapnya lemah.
Ku tatap matanya lekat-lekat. Oh Tuhan, kenapa aku begitu bodoh, seharusnya dulu aku tak mengambil jadwalku yang begitu padat, tapi lihat sekarang, dia harus menanggung sakit karenaku.
“Maafkan aku Hana-ya, seharusnya aku berada di sampingmu, harusnya akulah yang meminta maaf. Kau tak salah, akulah yang salah. Harusnya aku tidak mengambil jadwalku yang begitu padat. Harusnya aku menemanimu melewati saat-saat sulitmu. Maafkan aku sayang~” CUP, aku mencium keningnya. Ku rengkuh tubuh lemahnya dalam pelukanku. Membiarkan dia membagi bebannya denganku saat ini, meski terlambat.
END

No comments :

Post a Comment