Vision of LOVE : I Want To Know What Love Is
FF Vision of LOVE : I Want To Know What Love Is
Ina @ Twin Sister Friends Cover
Judul : Vision of LOVE (I Want To Know What Love Is)
Author : Adelia Tania Sari
Genre : Romance, AU, Novela
Ratting : PG-16
FF ini bukan ide orisinil dari aku. Mungkin, jalan ceritanya banyak yang sama tapi setiap diksi dan alur yang dibuat itu punya aku sendiri. Terimakasih buat yang udah baca. Enjoy ya guys.
Sorry for typo
“Apa kau yakin aku harus turun?”
Hyun Hae melirik Sun Ae yang bersamaan dengan itu menghela napas tajam. Wanita itu benar-benar terlihat sangat gugup. Dan Hyun Hae rasa ia harus banyak bertanya sebelum ia benar-benar menyesali keputusannya untuk datang kesini. Mendadak perutnya di serang oleh rasa mual dan Hyun Hae tak main-main saat ia mengatakan sejam lalu pada Sun Ae bahwa ia akan muntah jika Sun Ae tak mengajaknya untuk terus berbicara selama di mobil.
Sun Ae tak ingat ini sudah ke-berapakalinya Hyun Hae bertanya padanya yang memegang kendali mobil. Ia tampak lelah menjawab dan berusaha untuk bersabar lebih banyak lagi saat Kim Hyun tampak ragu-ragu untuk membuka pintu mobil. Mereka sudah sampai di tempat tujuan mereka. Sejak pembicaraan kemarin, Sun Ae berjanji akan mengantarkan Hyun Hae ke rumah Ji Sun jikalau wanita itu takut untuk pergi sendiri. Awalnya Hyun Hae menolak, bukan karena tak mau diantar Sun Ae. Dia menolak untuk pergi kerumah Ji Sun dengan alasan membawa brosur kue yang akan di pilih oleh Ji Sun nantinya. Ketakutannya masih besar.
Bagaimana jika ia bertemu Kyu Hyun? Bagiamana jika Kyu Hyun lah suami si pemilik rumah? Harus bersikap seperti apa dia? Karena terakhir kali mereka bertemu Hyun Hae tak terlihat menyambut pria itu dengan baik.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang membuat Sun-Ae kesal setengah mati dan memuntuskan untuk memaksa Hyun Hae menutup toko bagaimanapun caranya hingga wanita itu setuju untuk pergi meskipun dengan omelan-omelan khas Hyun Hae yang menyakitkan telinga untuk didengar. .
Dan disinilah mereka sekarang. Tepat di depan rumah Ji Sun.
Sun Ae menyandarkan belakang tubuhnya pada jok mobil. “Aku sudah bicara puluhan, ah..tidak, ratusan kali hingga bibirku rasanya sakit untuk menjawab. Kau harus turun, Kim Hyun Hae. Lagipula kecil kemungkinan Kyu Hyun berada di dalam. Bukan berarti tak mungkin, tapi kebetulan seperti itu jarang terjadi. Ini sudah masuk jam kantor, jika dia memang seorang suami tentu ia harus bekerja. Atau… kau ingin aku temani barangkali?”
Hyun Hae berdesis. Ia menggeleng dengan muka masam. “Aku rasa, aku harus menyelesaikannya sendiri.” Ia melihat Han Sun Ae dan memaksakan diri untuk tersenyum walaupun kegugupan itu tak akan pernah hilang dari wajahnya barang sedetik. “Terimakasih.” Ucapnya.
“Kau tak perlu berucap terimakasih. Aku tak melakukan apa-pun untukmu. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan sebagai seorang sahabat. Tenanglah, Kim Hyun Hae. Kau pasti bisa. Aku disini untuk bersama-sama menggengam tanganmu. ”
Hyun Hae seharusnya tak perlu membuat riasan tipis pada wajahnya hilang saat ia sangat ingin menangis mendengar ucapan Sun Ae. Wanita itu, lihatlah. Hyun Hae tau ia punya Sun Ae untuk kembali berbagi jika memang hal buruk akan terjadi padanya.
Kali ini Hyun Hae terlihat lebih tenang. Ia menarik napas panjang dan mengangguk. “Baiklah, sepertinya keberanian-ku telah bertambah penuh sekarang. Aku pergi,” Hyun Hae melepaskan seat belt yang dia kenakan dan turun dari mobil setelah membuka pintu yang kemudian ia tutup cepat.
“Heii, Kim Hyun Hae.” Sun-Ae memanggilnya dari dalam mobil. Ia memberikan buku berisi daftar nama kue-kue yang Hyun hae tinggalkan di belakang jok mobil miliknya. “Kau tak bisa melupakan senjata untuk berperang.”
Hyun Hae sedikit menunduk, ia meletakkan sebelah lengannya diatas kaca jendela mobil yang terbuka dan mengambilnya. “Hmm, kau benar.” gumamnya.
“Jangan gugup. Kau pasti bisa. Kau ingin aku menunggu atau aku akan berkeliling sebentar hingga kau selesai dan kau bisa menelponku untuk di jemput? Aku tak akan berada jauh. Sebelum jalan masuk tadi aku melihat ada toko kopi, kupikir aku bisa duduk menyesap kafein disana sembari menunggu?”
Tawaran yang menarik, tapi Hyun Hae tak ingin merepotkan Sun Ae lebih banyak. Ia tau wanita itu pasti sibuk. Galeri itu membutuhkannya, bahkan Sun Ae kemarin mengeluh betapa banyak urusan yang harus ia selesaikan sebelum launching buku barunya. Menggeleng, Hyun Hae memberikan Sun Ae senyuman. “Kau tidak usah menungguku, Sun-Ae-yah. Aku bisa mencari taksi untuk pulang. Pergilah, bukankah kau harus pergi menyiapkan galeri-mu?”
“Tapi…”
“Tidak. Pergilah,” sela Hyun Hae cepat sebelum Sun Ae memprotes lebih banyak. “Aku lebih berani dari pada yang kau tau sekarang ini.”
Sun Ae ragu-ragu, wajahnya terlihat enggan. Ia melirik perkarangan rumah Ji Sun yang sepi dan terpaksa menaikan bahu setuju. “Tak ada yang bisa kulakukan untuk membantah ucapan, Kim Hyun Hae. Baiklah, kabari aku jika kau berubah pikiran.” Ia berujar dengan menyelipkan candaan. Matanya berkedip hanya untuk mengendurkan rasa takut Hyun Hae.
Hyun Hae mengangguk. Ia mundur beberapa langkah setelah Sun Ae menghidupkan mesin mobilnya dan pamit pergi. Suara ban yang beradu dengan licinnya aspal mengeluarkan decitan kecil yang perlahan menghilang hingga keujung gang.
Sendiri.
Hyun-Hae sekarang sedang berdiri didepan pagar kayu putih dengan tinggi yang tak lebih dari tubuhnya. Ia mencoba untuk mendorong pagar itu terbuka sebelum tanggannya menarik kembali cepat. Terus begitu berulang-ulang. Hingga pada akhirnya ia menyerah, dan genggamannya pada pagar kayu itu menguat. Sialan, ia hanya harus mendorong pagar ini sedikit dan masuk kedalam. Tapi kenapa terasa berat sekali.
Mungkin, bukan karena pagar yang terkunci keras namun keberaniannya yang terkunci dan sulit dibuka. Menahannya untuk berdiri didepan sini walaupun udara dingin membuat hidungnya memerah. “Kau bisa, Kim Hyun Hae. Kau bisa.” Hyun Hae meyakinkan diri sendiri lalu mendorong pagar itu. ia tak langsung kembali berjalan masuk. Ia berdiri membelakangi pagar rumah dan mengatakan bahwa apa yang ia lakukan sudah benar. Hyun Hae membutuhkan seluruh dirinya untuk mengaku. Dan di saat semua perasaannya telah siap, Hyun Hae berjalan kearah serambi rumah Ji Sun yang terbuat dari papan kayu.
Masih dengan memeluk erat buku kue yang akan ia tunjukan pada Ji Sun. Hyun Hae mengangkat sebelah tangannya untuk menekan bel rumah yang terletak tak jauh dari daun pintu masuk.
Hyun Hae menekannya sekali. Tak ada jawaban dari dalam. Ia memencet kembali bel rumah yang kali ini ia iringi dengan mengetuk pintu itu untuk yang kedua kalinya. Hyun Hae bahkan memanggil nama Ji Sun sedikit lebih keras.
Belum ada jawaban. Hyun Hae tak melihat tanda-tanda akan ada seseorang yang membukakan pintu. Melirik kesamping rumah, Hyun Hae melihat sebuah mobil terpakir disana. Tandanya rumah ini berpenghuni. Baiklah, bukankah sebaiknya ia harus mencoba lagi?
Mengusir rasa gugup dengan menarik napas panjang. Hyun Hae berdeham dan melemaskan otot bahunya yang tiba-tiba saja kaku. Ini yang ketiga kalinya Hyun Hae akan mengetuk kembali pintu rumah. Hyun Hae baru tau ternyata mengetuk pintu rumah Ji Sun lebih menakutkan daripada menonton film counjuring.
Hyun Hae sedang mempersiapkan tangannya untuk kembali menekan bel, yang dengan cepat ia urungkan sebelum daun pintu itu perlahan terbuka tanpa sempat Hyun Hae melakukannya. Seseorang telah membuka pintu.
Tak tau siapa yang lebih terkejut sekarang. Hyun Hae yang berdiri mematung didepan pintu saat melihat Kyu Hyun yang sepertinya siap untuk melangkah keluar. Atau Kyu Hyun yang terbelalak melihat Hyun Hae didepan pintu untuk masuk dan menemui siapapun yang ada didalam rumah tanpa Kyu Hyun ketahui. Well, tak ada yang tau pasti. Tapi yang jelas pikiran Hyun Hae berkecambuk akan asumsi buruk sebelumnya. Ia menemukan Kyu Hyun disini. Di rumah Ji Sun.
Sial.
Matilah dia.
***
Hyun Hae sedang berusaha untuk menjaga kakinya berhenti bergetar saat ia duduk di salah satu sofa milik Ji Sun. Tak ada yang salah dengan sofa ini, hanya saja Kyu Hyun duduk di salah satu sofa yang berada di sebrang. Baiklah, itu juga tak menjadi masalah. Tapi saat Kyu Hyun memperhatikan Hyun Hae lama, Hyun Hae merasa bagian tubuhnya bergetar tak tentu. Setidaknya kata aneh lah yang Hyun Hae pikirkan saat Kyu Hyun memandangnya.
Ji Sun baru saja melewati dapur dengan membawa nampan minuman. Ia terlihat lebih gembira dan tak dapat menyembunyikan perutnya yang mulai membuncit dari bajunya yang longgar. Wanita itu berjalan dengan senyum yang tak pernah lepas dari Hyun Hae. “Minumlah, kurasa kau butuh sesuatu yang hangat.” Ucapnya sembari meletakkan secangkir minuman hangat didepan Hyun Hae.
“Terimakasih.”
“Oh tidak, seharusnya akulah yang berterimakasih karena kau mau mempertimbangkan pesananku. Jadi, apa kau sudah memikirkannya?”
Hyun Hae meletakkan secangkir kopi yang telah ia minum sedikit itu kembali keatas meja. Sebelah tangannya beralih pada buku yang ia bawa. Ia bersumpah energi getaran yang berasal dari kakinya itu telah berpindah ke tangannya yang mulai ikut-ikutan bergerak saat mata Kyu Hyun bergerak seirama dengan tangannya.
“Aku membawa beberapa catatan daftar kue yang bisa kau pesan. Mungkin, kau ingin melihatnya.”
Kali ini Hyun Hae tak memperdulikan Kyu Hyun yang semakin mencondongkan tubuh kedepan karena ingin tahu. Mungkin, bukan tak peduli. Ia hanya pura-pura tak perduli pada Kyu Hyun yang berbalik kembali melihatnya.
Oh, apa kah pria itu bisa mengedipkan matanya barang semenit saja?
Ji Sun memperhatikan isi buku itu dengan seksama. Hyun Hae bisa melihat bahwa mata Ji Sun tak bisa berbohong untuk tidak tergiur dengan semua foto kue-kue yang ia bawa. Sesekali Ji Sun bergumam dan menunjuk beberapa foto kue gunanya mempertimbangkan kembali kue apa saja yang akan ia pilih. Dan bagi Hyun Hae, membantu Ji Sun memilih kue mengalihkan sedikit perhatiannya pada Kyu Hyun yang tak berhenti mengawas.
“Semua kue-kue cantik ini membuatku sangat bingung.” Ji Sun memijat kepalanya, ia berakting memegangi kepalanya yang sesungguhnya tak pusing. “Dan suamiku sepertinya kurang berminat untuk memilih-milih kue.”
Hyun Hae menelan ludah. Ia mencoba bersikap biasa namun kelihatannya gagal. “Mungkin kau bisa memperlihatkan daftar kue-kue itu padanya, Ji Sun-ssi. Sepertinya dari tadi dia ingin sekali melihat daftar kue itu.”
Ji Sun mengerutkan alis. Ia tak mengerti. “Suamiku? Dimana dia?”
Apakah kau bercanda? Tentu saja didepanmu, pikir Hyun Hae yang tak akan ia ucapkan pada Ji Sun dengan nada seketus itu.
Ji Sun mulai mengerti saat Hyun Hae mengisyaratkan kearah Kyu Hyun dengan matanya. Dia tertawa. “Kau tidak berpikir pria menyebalkan ini adalah suamiku, kan? Oh, kumohon katakan tidak.”
Hyun Hae dibuat binggung. “Bukankah kalian….”
“Tidak, Hae-ya. Dia bukan suamiku dan aku bisa cepat tua jika dia benar-benar jadi suamiku.” Cibir Ji Sun kepada Kyu Hyun.
Kyu Hyun mendengus. Ia tak mengatakan apa-pun. Entah apa yang membuatnya menggelengkan kepala, yang jelas Hyun Hae merasa terlihat sangat bodoh sekarang. Menunduk, Hyun Hae mengutuk dirinya sendiri.
Cukup lama Ji Sun mengajak Hyun Hae berbicara dan tertawa hingga ia mulai merasa nyaman. Dan sepertinya Kyu Hyun tak membuatnya kikuk lagi. “…aku rasa untuk sebuah pesta, beberapa jenis cake ataupun cupcake adalah pilihan yang terbaik. Kau juga bisa memilih gingger bread mengingat rasa jahe pada kue itu bisa menghantarkan rasa hangat pada tubuh siapapun yang mengunyah-nya.” Hyun Hae memberi saran.
“Kau benar. Aku rasa aku akan memilih cupcake yang di bentuk menyerupai gunung cupcake yang setinggi enam tingkat dan beberapa ginger bread juga. Aku juga ingin choco cookies dan jangan lupakan potongan-potongan kecil kue tiramissu. Dan aku juga ingin…Kyu, apa yang kau lakukan? Kau seperti seorang pengganggu.” Ji Sun menegur Kyu Hyun yang duduk mencondongkan tubuh kedepan dengan kedua tangan bertaut. Jangan lupakan matanya yang terus memincing, dan Ji Sun yakin tatapan itu bukan untuk mengintimidasi dirinya.
Kyu Hyun melirik Ji Sun hanya sekali, sebelum ia kembali menatap Hyun Hae yang kelihatan enggan melihatnya. “Aku? Apa yang memangnya aku lakukan sehingga menganggu-mu?”
“Cobalah untuk berpaling untuk semenit. Jangan kau pikir aku tak memperhatikanmu saat aku dan Hyun Hae terus berbicara. Apa kau ingin memiliki pendapat soal kue-kue ini? Kurasa kau ingin berbicara banyak namun menahannya.”
“Bolehkah,” suara Kyu Hyun menggantung. Ia semakin memajukan tubuhnya kedepan yang tanpa sadar, membuat Hyun Hae bergerak mundur. “Kim Hyun Hae-ssi? Menurutmu bagaimana dengan tteobokki dan bindaeteok untuk para tamu?”
Tubuh Hyun Hae menegang. Kyu Hyun. Hyun Hae tau Pria itu sedang mengungkit masa lalu. Seharusnya Kyu Hyun tau bahwa tak akan ada dua menu yang ia sebutkan itu, terdftar dalam menu toko kue. Ia hanya menggunakan itu sebegai alat memancing Hyun Hae untuk mengengitkan kembali pada dirinya.
“Aku tak menjual itu.” jawab Hyun Hae cepat.
Kyu Hyun mendengus. Wajahnya terlihat kentara sedang mengejek. “Sayang sekali. Padahal aku sangat menyukai makanan itu.”
Hyun hae tak tau apa yang harus ia katakan lagi untuk membuat Kyu Hyun berhenti berbicara tentang apa yang tak ingin ia ungkit. Namun, jika dipikirkan lagi semua itu akan sulit. Hyun Hae memiliki tujuan datang kemari. Seharusnya ia sudah mempersiapkan diri jika suatu saat nanti Kyu Hyun membangkitkan kenangan-kenangan. Dan yang bisa ia lakukan hanyalah menarik napas tajam.
Ji Sun sama sekali tak peduli dengan suasana yang berubah menjadi tak nyaman. Matanya bergantian melihat Kyu Hyun dan Hyun Hae. Kyu Hyun yang masih menajamkan matanya pada Hyun Hae, dan juga Hyun Hae yang sedari tadi terus bergerak resah seakan terintimidasi oleh itu. Tapi Ji Sun sepertinya tau ini salah siapa. Mengambil majalah fashion yang Ji Sun punya, ia menggulungnya dengan kedua tangan dan memantulkan benda itu hingga berbunyi ke kepala Kyu Hyun.
Kaget. Kyu Hyun memegangi kepalanya dan berdiri tegak. “Apa yang kau lakukan?”
Tak ada rasa bersalah dalam diri Ji Sun. “Ini?” Ia melihat sekilas pada majalahnya. “Aku tak melakukan apa-pun. Aku hanya memukul seseorang yang mengangguku dan tamu-ku. Kupikir pria nakal pantas mendapatkannya.”
“Sudah kubilang, aku tak menganggu. Aku tak menyela kalian berbicara dan hanya duduk mendengarkan.”
“Ya. Memang. Tapi kau menggunakan mata-mu untuk menganggu kami. dan matamu jauh lebih menganggu daripada mulutmu. Kau tentu sangat paham itu.” Ji Sun bicara tak kalah sengit. “Lagipula ada apa denganmu? Tteobokki dan bindaeteok di toko kue? Cho Kyu Hyun, kau bisa membelinya di tenda-tenda pinggiran jalan dengan sebotol soju jika menginginkannya.”
Kyu Hyun menggeram. ia marah. Terlihat jelas pada wajahnya. Tak ada yang pernah memukul kepalanya dengan majalah. Dan entah kenapa Ji Sun menjadi pengecualian untuk itu. Dan tentu saja, bukan hanya Kyu Hyun yang terkejut dengan insiden tadi. Hyun Hae merasa sekujur tubuhnya panas-dingin. Kedua matanya membelalak dan mulutnya terbuka selama beberapa menit sebelum perlahan menutup dan kembali mencoba normal.
Masih memegangi kepalanya yang sakit, Kyu Hyun hanya berdesis. Ia menjatuhkan dirinya di sofa dan mengumpat pelan.
Sekali lagi Ji Sun tampak tak peduli. Ia mengabaikan Kyu Hyun yang mengomel dalam diam-nya. Ia hanya tersenyum sekali pada Hyun Hae dan memeriksa kembali daftar nama kue-kue yang ada di buku.
Ji Sun masih membolak-balik halaman buku saat ia bertanya, “By the way, sepertinya aku tak perlu repot-repot untuk mengenalkan kalian satu sama lain. Sejak tadi Kyu Hyun terlihat tertarik dengamu, Kim Hyun Hae. Apa kalian saling mengenal?”
“Tidak.”
“Ya.”
Jawaban yang berbeda saat Hyun Hae mengatakan tidak, sementara Kyu Hyun mengatakan ya, membuat mereka berpandangan tak lebih dari semenit sebelum akhirnya Hyun Hae lah yang menunduk karena Kyu Hyun terlihat dingin dengan mata yang terus melihatnya terlebih sekarang ini.
Ji Sun terkekeh. Ia masih tak berpaling dari buku itu. “Unik. Jawaban yang berbeda. Aku tak tau siapa yang berbohong. Tapi, kurasa kali ini Kyu Hyun bukanlah orangnya.” Dia berucap dengan selipan nada bercanda.
Itu kalimat yang singkat tapi sangat pedas untuk di ucapkan.
Hyun Hae tak menjawab untuk membenarkan apa yang Ji Sun katakan. Jauh didalam dirinya ada perasaan bersalah yang terselip saat ia mengatakan, tidak. Ia tak tau jika Kyu Hyun akan mengaku pada Ji Sun bahwa pria itu mengenalnya. Bukankah bagi Kyu Hyun dia-lah orang yang harus di sembunyikan? Ya, Kyu Hyun dulu begitu.
Selalu menyembunyikannya.
***
Flashback on
Apartemen Gangnam Street, Seoul. 20 Mei 2014
Pintu kamar mandi itu mengeluarkan suara berdecit yang membuat gigi ngilu. Kyu Hyun berdesis. Berungkali ia mengomel saat harus menggunakan kamar mandi dan suara itu sungguh sangat menganggu pendengarannya. Sepertinya sudah saatnya bagi Kyu Hyun untuk memanggil tukang pintu. Ia tak akan membiarkan suara itu bertahan lebih lama.
Kyu Hyun melemparkan handuk kepalanya diatas ranjang dan berbaring. Ia menatap langit-langit kamarnya yang bersih tanpa debu. Lelah sekali hari ini. Kyu Hyun berpikir bahwa setidaknya ia sudah bisa tidur dengan nyenyak. Tadi pagi ia sudah menyerahkan dua gambar desain rumah pada dosen pembimbingnya. Syarat untuk menyelesaikan tugas akhir itu membuatnya tak bisa tidur selama seminggu. Ia ingin segera mendapatkan gelar B.A* yang akan ia raih dalam enam bulan kedepan.
Bosan. Kyu Hyun menghela napas dan memejamkan mata. ia tampak seperti mayat hidup sekarang. Tubuhnya bertambah kurus dan Kyu Hyun tak bisa mengabaikan lingkaran di bawah matanya yang menghitam saat ia bercermin di kamar mandi tadi. Kelihatan sekali jika ia sangat lelah. Ia sudah mengabaikan banyak hal. Kyu Hyun bahkan mulai mengabaikan tim basket-nya. Dan ia juga mengabaikan telpon masuk dan pesan singkat yang terus dikirim oleh Hyun Hae.
Astaga, gadis itu. Kyu Hyun sudah mengenalnya tiga bulan lalu saat Hyun Hae meminta untuk berkencan dengannya. Kyu Hyun terkejut saat wanita itu mengatakan padanya bahwa ia memiliki penyakit serius. Kyu Hyun tak tau bahwa wanita itu berbohong padanya. Hyun Hae mengaku saat mereka berkencan di kedai tteobokki. Jenis tempat yang aneh untuk kencan pertama, tapi Kyu Hyun mengikuti keinginan gadis itu. Bahkan Kyu Hyun memesan dua bindaeteok.
Awalnya Kyu Hyun marah saat tau bahwa Hyun Hae berbohong. Ia bahkan mengumpat pada dirinya sendiri karena berani mempercayai wanita dengan tampang polos didepannya dan tak ingin bertemu lagi. Kyu Hyun terganggu. Namun, Hyun Hae seakan tak pernah menyerah untuk mendekatinya. Menunggu Kyu Hyun didepan kelas. Memberikan kotak bekal makan siang bahkan membuatkan beberapa cupcake berkrim.
Kyu Hyun risih dengan itu. Kyu Hyun ingat bagaimana cara ia menarik tangan Hyun Hae hingga kebelakang kampus dan mencoba menakut-nakuti wanita itu untuk menjauhinya. Dan Kyu Hyun harus menyerah dengan itu karena ia tau bahwa Hyun Hae tak akan pernah takut. Bahkan hari-hari berikutnya tak membuat Hyun Hae lelah untuk mengirimkannya banyak makanan dan Kyu Hyun mulai terbiasa.
Sesekali ia akan meng-iyakan ajakan Hyun Hae yang mengajaknya keluar hanya sekedar untuk berjalan-jalan menyusuri belaian angin di sepanjang tepian sungai Han ataupun duduk bersembunyi di belakang kampus tanpa ada seseorangpun yang mengetahui. Kini sudah lebih dari seminggu Kyu Hyun tak lagi pernah membalas isi pesan singkat Hyun Hae yang di penuhi emotikon lucu. Ia bahkan tak menjawab semua panggilan-panggilan itu.
Entah apa yang merasukinya sekarang, Kyu Hyun merasa dirinya sepi. Meraih ponselnya yang terletak diatas ranjang, Kyu Hyun menggeser layar sentuh ponselnya kearah atas untuk mencari nomor ponsel milik Hyun Hae yang ia samarkan dengan nama Pinkeu. Kyu Hyun tak memiliki alasan khusus untuk mengubah nama Hyun Hae pada daftar kontaknya, ia hanya tak ingin ada yang tau. Semua temannya adalah orang-orang usil yang suka menjahili seseorang, salah satunya Ryeowook. Pria bertubuh kurus itu tak bisa ditebak dari sifatnya yang pendiam. Dia merupakan pemilik otak yang paling jahil kedua sebelum Kyu Hyun, tentunya. Well, Kyu Hyun berada pada kelompok pertemanan yang tepat.
Kyu Hyun hanya sedang mengecek pesan masuk dari Kim Hyun Hae saat ponselnya berbunyi dan nama samaran Hyun Hae-lah yang mulai muncul di layarnya. Astaga, wanita ini, sampai kapan dia akan berhenti menelpon jika Kyu Hyun selalu mengabaikan pesannya?
Menunggu sampai dering ponsel itu berbunyi tiga kali, barulah Kyu Hyun mengangkatnya. “Ada apa?” ucapnya tanpa basa-basi.
Terdengar suara napas yang memburu dari sebrang sana. Kim Hyun Hae, wanita itu terlihat berusaha untuk mengatur napasnya lebih dulu sebelum menjawab dan ada suara tersedak kecil yang menyusulnya. Ia mulai berbicara, “Ka…kau, apa kau berada di apartemen-mu?”
Kyu Hyun menyringai, ia melirik kearah pintu kamar mandinya yang terbuka. “Iya. Aku baru saja mandi.” Kyu Hyun penasaran. “Ada apa dengan suara-mu?” tanyanya.
“Tidak. Tidak apa-apa. Bisakah kau bergerak dan membuka-kan pintu? Aku berada didepan pintu apartemen-mu sekarang?”
Kyu Hyun tak bisa mengendalikan diri ketika kedua alisnya bertaut dan ia bangun dari ranjang. Masih dengan sehelai handuk yang melilit di pinggang, Kyu Hyun keluar dari kamarnya dan berjalan ke pintu masuk. Ada monitor kecil yang terpasang di dinding samping pintu untuk melihat siapapun tamu yang ada didepan. Kyu Hyun menjulurkan kepala untuk melihat kelayar monitor. Benar saja, Kim Hyun Hae ada disana. Kyu Hyun tak perlu memastikan dua kali untuk melihat siapa didepan. Wajah wanita itu memenuhi layar monitor, itu pasti karena ia berdiri didepan kamera kecil yang terpasang didedpan pintu.
Kyu Hyun merangkai senyum di bibirnya sebelum menekan tombol open pada monitor dan terdengar suara klik. Pintu terbuka.
“Aku datang.”
Suara ceria itu di sambut Kyu Hyun dengan gelengan kepala. Ia masih memegang ponselnya di telinga saat Hyun Hae masuk dengan membawa dua kantung putih berukuran sedang.
“Kali ini apalagi yang akan kau simpan di lemari pendingin itu?” Kyu hyun bertanya sinis saat ia tau sebatang seledri keluar dari dalam kantung. Hyun Hae pasti akan memaksanya memakan makanan tanaman hijau yang tak akan ia lakukan. Ugh, Kyu Hyun mengeluh akan rasa itu di lidahnya.
Hyun Hae hanya membalas Kyu Hyun yang merengut dengan seulas senyum. Ia tau dimana dapur Kyu Hyun, dan saat ini ia sedang mengeluarkan beberapa sayuran yang bisa Kyu Hyun olah sendiri tanpa perlu bantuan. “Kau butuh vitamin yang banyak, Kyu. Lihat dirimu yang bertambah kurus. Sudah berapa lama kau seperti itu?” Hyun Hae membenerkan letak kacamatanya dengan ujung jari.
Kyu Hyun menutup pintu. Ia berjalan menghampiri Hyun Hae. “Aku hanya perlu makan beberapa kilo daging dan berat badanku akan kembali. Tak perlu repot-repot memasak rumput untukku.”
“Ini bukan rumput.”
“Itu rumput.”
“Ini berbeda, Kyu.” Hyun Hae menunjukan pada Kyu Hyun salah satu sayuran yang ia beli. “Kau lihat, ini bukan rumput. Ini daun bawang. Baik untuk tubuh-mu.”
Kyu Hyun mendengus. “Sekarang aku akan menanyakan sesuatu padamu. Rumput warna-nya, apa?”
“Hijau.”
“Lalu yang di tangan-mu itu warnanya?”
Hyun Hae melihat daun bawang yang ia pegang. “Hijau.”
“Oke, coba dengar dan bayangkan baik-baik. Rumput berwarna hijau. Benda yang di tangan-mu warnanya, hijau. Karena rumput berwarna hijau dan benda itu warnanya juga hijau maka bisa di simpulkan bahwa benda itu adalah rumput.”
Kyu Hyun mencoba untuk mengait-ngaitkan sesuatu yang tidak pintar dari pemikirannya. Kyu Hyun memang membenci sayuran hijau dan menyebut semuanya hanya dengan satu nama yaitu, rumput. Walaupun sesungguhnya ia tau jenis tumbuh-tumbuhan berwarna hijau itu sudah di pastikan tak akan berubah nama menjadi rumput.
Hyun Hae tertawa geli. Kyu Hyun tak memiliki selera humor setiap berdekatan dengannya, dan hari ini Hyun Hae melihatnya. Pria yang selalu dingin dan terlihat tampan di lapangan basket ini mulai memunculkan sikap hangat. Dan Hyun Hae makin menyukai Kyu Hyun karena itu.
Hyun Hae ingin sekali membantah Kyu Hyun tentang sayuran-sayuran, namun matanya berubah fokus. Ia baru menyadai jika Kyu Hyun berdiri di hadapannya hanya dengan menggunakan selembar handuk di pinggang. Membuang muka, Hyun Hae menyembunyikan rona pipinya yang bersemu. “K..kau harus mengenakan sesuatu yang menutupi tubuhmu lebih banyak jika tidak ingin sakit.”
Kyu Hyun mengernyit, ia tak mengerti hanya beberapa saat sampai ia tau apa yang Hyun Hae maksudkan. Ekspresinya menyeringai. “Apa yang kau lihat?” suaranya berubah serak, dan tatapan menggoda itu tersirat pada mata Kyu Hyun yang memincing.
Hyun Hae tak sadar saat ia bergerak mundur dalam langkah yang kecil setiap kali Kyu Hyun bergerak kearahnya. “Ak..aku tidak melihat apa-pun.” Bantahnya sambil menggeleng.
“Kau berubah warna. Seperti tomat. Apa sekarang kau malu padaku?”
Hyun Hae mundur lagi. Kali ini kepalanya ikut menggeleng. “Tidak. Kenapa aku harus malu?”
Itu sorot mata kebohongan. Kyu Hyun tau itu. Hyun Hae lebih dari sekedar malu untuk melihatnya. Kyu Hyun melihat wajah wanita itu merona. Sadar bahwa ia hanya mengenakan handuk sekarang, Kyu Hyun sama sekali tak tau malu. Tak ada yang ia sembunyikan. Lalu ia berpikir kenapa harus menutup-nutupi? Ini bukan yang pertamakali bagi Hyun Hae untuk melihatnya. Toh, pertemuan mereka yang pertamakali Kyu Hyun juga tak mengenakan apa-pun selain handuk. Bedanya hanya dengan apa yang Kyu Hyun pegang waktu itu, kali ini ia tak perlu shampoo untuk melindungi diri.
Bergerak. Kyu Hyun berjalan mendekat kearah Hyun Hae yang tak bisa lagi lari karena terhalang oleh kerasnya furniture dapur. Hyun Hae hanya menunduk, bahkan ketika Kyu Hyun mengurungnya dengan kedua lengan yang terpaku di samping tubuhnya. Ia berhenti bernapas sejenak.
Kyu Hyun tak mengatakan apa-pun. Demi Tuhan, itu membuat Hyun Hae semakin gugup. Ia mencoba untuk menggeliat kecil agar terlepas. Namun Kyu Hyun seakan tak mengijinkan itu. Tubuh Kyu Hyun yang tinggi merengkuh tinggi tubuhnya yang tak seberapa. Hyun Hae tersadar dan mengeluh saat kepalanya menyentuh dada Kyu Hyun yang menekan dirinya.
“Kau baru saja mengatakan padaku bahwa kau tidak takut. Lalu apa yang terjadi sekarang? Kau menunduk.” Suara serak itu terdengar semakin berat saat Hyun Hae merasakan Kyu Hyun bernapas diatas kepalanya.
Cengkraman Hyun Hae pada kedua tangannya semakin keras. Oh, yang Hyun Hae inginkan sekarang adalah keluar dari penjara tubuh Kyu Hyun dan bernapas. Sekali lagi, Hyun Hae mengelak dengan berkata, “Aku tidak takut.”
Hyun Hae tak yakin dengan apa yang ia dengar dari suara Kyu Hyun. Tertawa atau meringis. Yang jelas suara itu..seksi.
“Benarkah? Well, mari kita lihat seberapa berani dirimu, Sweetie.”
Itu ancaman. Hyun Hae merasa itu ancaman yang semakin menguji dirinya saat sebelah tangan Kyu Hyun bergerak melingkari pinggang-ya dan menyentak Hyun Hae mendekat sehingga ia harus berpegangan pada kedua pundak Kyu Hyun untuk menyeimbang-kan diri. Sensasi aneh menjalar keseluruh tubuh Hyun Hae saat Kyu Hyun menahan dirinya untuk berdiri diatas ujung jemari kakinya. Mencoba mensejajarkan tinggi mereka, walaupun Kyu Hyun masih harus menunduk untuk menatap wajah Hyun Hae yang memucat.
Hyun Hae tak berani melihat. Sialan, matanya melirik sana-sini untuk menghindari kontak mata Kyu Hyun. Kyu Hyun tersenyum.bukan senyuman biasa, ini senyuman yang menggoda. Ia bisa merasakan telapak tangan Hyun Hae yang dingin dan mulai berkeringat di kedua pundaknya. Kyu Hyun mengusap keringat dingin yang menempel pada dahi Hyun Hae dengan tangannya. “Panas?”
“Tidak.”
“Gugup, ya?”
Hyun Hae berdeham. “Tidak.”
Baiklah, seharusnya ia berani menghentikan ini semua. Hyun Hae harus berani. Kyu Hyun sedang bermain peran dengannya. Dan Hyun Hae seharusnya bukan lagi menjadi gadis yang penakut. Kyu Hyun akan semakin menggodanya jika ia terus bersikap kaku.
Kyu Hyun melihat tubuh Hyun Hae, mungkin lebih tepatnya pada apa yang Hyun Hae kenakan hari ini. Ia menggeleng, “Kau menggunakan pakaian yang terlalu banyak kancing, sayangku. Perlukah aku yang membukanya?”
Entah dorongan dari mana yang Hyun Hae dapatkan, ia menengadahkan kepalanya untuk melihat langsung dahi Kyu Hyun yang perlahan berkerut.”Aku tidak takut dan aku tidak panas. Jadi, bisakah kau menghentikan ini semua atau aku akan menginjak….”
Terhenti. Semua kalimat yang ingin keluar tertelan masuk kedalam kerongkongannya. Sapuan bibir lembut Kyu Hyun pada bibirnya mengunci semua kata yang ingin ia ucapkan dan mengacaukan jalan otaknya untuk berpikir. Kyu Hyun menciumnya. Ya, Kyu Hyun melakukan itu. Hyun Hae masih membuka matanya dan berkedip berulang kali untuk meyakinkan diri bahwa semua ini nyata. Saat sebelah tangan Kyu Hyun yang bebas menarik tubuh Hyun Hae untuk semakin jatuh dalam pelukannya, matanya perlahan terpejam.
Ini lebih dari sekedar gila. Kyu Hyun hanya ingin bermain untuk menggoda Hyun Hae yang polos. Tapi, oh, sial, sekarang lihatlah siapa yang jatuh dalam permainan. Kyu Hyun tau ia tak boleh bermain-main dengan gairah. Terlebih ketika Hyun Hae membalas Kyu Hyun dengan sama baiknya. Wanita itu cepat belajar. Kyu Hyun tau bahwa ini yang pertama bagi Hyun Hae. Ia dapat merasakan Hyun Hae tersentak saat ia menciumnya. Kyu Hyun tersenyum di sela-sela ciuman, merasa senang karena dia adalah yang pertama. Kyu Hyun bahkan tak lagi memikirkan niat awalnya ketika Hyun Hae perlahan membuka diri dengan mengalungkan kedua lengannya pada leher Kyu Hyun. Saat ini yang ia inginkan adalah merasakan manisnya bibir Hyun Hae yang ranum itu lebih dalam dan semakin rakus. Sesuatu dalam bibir mereka saling bertaut. Menjelajahi hal baru dan bertukar rasa yang menyenangkan.
Luar biasa.
Satu kata yang tiba-tiba terlintas dari benak Hyun Hae saat Kyu Hyun menciumnya dengan menjadi-jadi. Dorongan-dorongan itu tak berhenti. Bahkan saat Kyu Hyun mencondongkan tubuhnya untuk mendominasi dan membuat Hyun Hae melengkungkan tubuhnya kebelakang. Itu lebih dari sekedar nikmat. Seumur hidup Hyun Hae tak pernah menyentuh pria. Tak pernah sedekat dan seintim ini. Hyun Hae pernah mendengar teman-temannya bergosip ria tentang seberapa hebatnya ciuman-ciuman kekasih mereka. Hyun Hae sendiri menentang itu dan terus merengut saat ia harus mengganti pokok bahasan yang lain. hanya saja ini sesuatu yang beda. tak terencana. Kyu Hyun mencuri ciumannya. Hyun Hae seharusnya keberatan dan menolak. Tapi pikiran itu berteriak sendiri tannpa ada satupun anggota tubuh Hyun Hae yang mendukung agar menjauh.
Penasaran akan reaksi Kyu Hyun jika tangannya bergerak bebas, dan itu lah yang ia lakukan. Sebelah tangannya berpindah untuk menyentuh bagian depan Kyu Hyun yang tak tertutupi. Bergerak karena naluri, Hyun Hae memulainya dari membelai leher Kyu Hyun dan turun menyentuh dadanya. Tak ada otot yang terbentuk layaknya seorang pria kekar. Kyu Hyun bahkan tak mempunyai perut yang keras dan Hyun Hae yakin beberapa lemak berkumpul disana. Namun tubuh Kyu Hyun lebih dari sempurna bagi Hyun Hae.
Tangan sialan. Kyu Hyun menahan diri untuk tidak terburu-buru pada Hyun Hae. Namun tangan halus itu membuatnya harus melepaskan lekatan bibir mereka dan menggerang pelan. Bukannya Kyu Hyun tak menyukai tanggan Hyun Hae yang bergerak seakan sedang melukis di tubuhnya. kyu Hyun hanya takut jika ia akan mempermalukan dirinya sendiri dan meledak disini.
Astaga, Kyu Hyun bahkan baru teringat jika mereka sedang berada di dapur.
“Kita harus menjauhi kompor.” bisik Kyu Hyun dalam saat dahi mereka menempel dan Kyu Hyun bisa merasaka napas hangat Hyun Hae menerpa wajahnya.
Sayu-sayu mata Hyun Hae terangkat, bibirnya merah karena ciuman. Wanita itu terlihat sangat acak-acakan dengan jepitan rambut yang terlepas. Hyun Hae bahkan tak sadar Dan sepertinya Kyu Hyun tak menganggap itu jelek, karena baginya itu sangat seksi. Kyu Hyun menyeringai senang. “You wanna play?” Ia mencium sebelah pipi Hyun Hae lalu kembali melanjutkannya, “Kali ini permainan orang dewasa yang akan ia mainkan.”
“Apa aku boleh mengatakan selain kata yes ?”
Kyu Hyun mendengus. Ia menggeleng.”Tidak. kau tidak boleh mengatakan itu karena sekarang kau harus….”
Suara bel pintu terdengar dua kali dan menganggu suasana sebelum Kyu Hyun melanjutan kalimatnya. Mereka samasama mengalihkan pandangan kearah pintu yang di gedor beberapakali oleh seseorang yang berada di luar sana yang begitu tidak sabaran.“Kau tidak berniat membuka pintu?” tanya Hyun Hae saat Kyu Hyun tak bergerak.
Menghela napas Kyu Hyun melepaskan Hyun Hae dari pelukannya. Ia mengencangkan ikatan handuk disekitar pingganya yang mulai mengendor lalu berjalan kearah monitor pintu.Hyun Hae mengigit bibir bawahnya pelan yang terasa perih. Ia hanya melihat punggung Kyu Hyun yang memerah oleh dirinya saat pria itu menekan-nekan tombol monitor. Hyun Hae meringis. Ia berhutang permintaan maaf untuk belakang tubuh Kyu Hyun yang tregores oleh kuku-kukunya.
“Hyun Hae, masuklah kedalam kamarku dan kunci pintunya.”Kyu Hyun mengatakannya dengan masih melihat layar monitor. Kedua bahunya terlihat tegang.
Hyun Hae ingin bertanya siapa yang datang namun sepertinya Kyu Hyun tak akan mengijinkan dia tau. Jadi yang ia tanya hanyalah, “Kenapa? Apa ada sesuatu yang salah?”
Kyu Hyun berbalik. Tak ada senyuman atau ekspresi menyenangkan yang tadi Hyun Hae lihat. Wajahnya berubah kaku dan bibirnya membentuk garis keras yang tak bisa di bantah. Ia terlihat sedang marah.
“Masuk dan jangan buka pintunya hingga aku menyuruhmu keluar.”
Hyun Hae tau itu tak akan bisa di bantah. Memungut tas tangannya yang tergeletak di lantai Hyun Hae berjalan masuk kedalam kamar Kyu Hyun dan menutup pintunya. Tak sepenuhnya tertutup ia hanya menyisakan dua senti agar ia bisa mengintip. Hyun Hae membungkuk didepan pintu kamar dan melihat dari celah yang terbuka, saat Kyu Hyun menarik napas tajam dan menekan pintunya terbuka.
Seorang wanita berjalan masuk dengan gaya glamour dari majalah fashion. Ia menggerutu karena lamanya Kyu Hyun membuka pintu. Ia mengeluhkan rambutnya yang teracak oleh angin dan bahkan ia memprotes Kyu Hyun dengan lancangnya tentang keamanan tempat Kyu Hyun yang tak layak menurutnya. Jika di lihat dari parasnya, Hyun Hae bisa menebak bahwa itu terpaut usia lebih tua dari Kyu Hyun namun kecantikan yang terpancar dari bibir tipis, hidung mancung serta sepasang mata indah itu tetap membuatnya jauh lebih muda.
Kyu Hyun tak membuka suara, ia hanya bercekak pinggang dan mengikuti wanita itu dari belakang. Wajahnya sama dinginnya dengan yang tadi. Membuat Hyun Hae penasaran siapa wanita itu.
“Kau sedang bersama seseorang?” wanita itu bertanya saat ia melihat setumpukan sayur yang berada diatas meja makan. Astaga, Hyun Hae lupa membersihkannya.
“Tidak. Aku sendiri.”
Wanita itu tampak tak percaya. Ia melepaskan jaket kulitnya dan memamerkan kulit putih pucatnya yang di balut dengan baju bertali tipis. Menyentuh-nyentuh sayur dengan jemarinya, wanita itu terkekeh. “Kau yakin kau hanya sendiri, sayangku? Kurasa kau tak pernah menyukai sayur.”
Kyu Hyun sepertinya tak ingin mengubris itu. matanya tersirat semakin tajam. “Apa yang kau lakukan disini?”
“Astaga, kau kasar sekali padaku.” Wanita itu berpura-pura terkejut dan mencoba memamerkan wajah lugu yang dibuat-buat. “Kau tidak merindukan aku, ya?”
Kyu Hyun mendengus, ia memalingkan wajahnya muak. Wanita itu tampak tak ingin menyerah. Ia membuang jaket kulitnya ke lantai dan menyentak tubuh Kyu Hyun agar memeluknya erat. “Aku merindukanmu, sayang.”
Hyun Hae terkejut. tentu saja ia terkejut. fakta bahwa Kyu Hyun menyembunyikannya sehabis mereka berciuman panas membuat dada Hyun Hae sesak. ia tak akan mampu lagi melihat lebih banyak terlebih jika wanita itu masih menempel di tubuh Kyu Hyun. Jadi, ia mengunci pelan pintu kamar Kyu Hyun dan berjalan mundur hingga terduduk di ujung ranjang.Hyun Hae berdiam diri disana, tak ingin melakukan apa-apa. Yang ia pikrikan adalah keluar dari kamar ini dan itu tentu saja sampai wanita sialan itu pulang.
***
Ji Sun House, Jeju Island. 6 Maret 2016
Suara Ji Sun yang memanggil namanya tiga kali menyadarkan Hyun Hae dari salah satu kilas ingatannya. Ia tersentak, matanya menatap Ji Sun gugup saat berkata, “Ya?”
Ji Sun tampak sangat perhatian. Senyuman lembut terukir pada bibirnya yang merah. “Kau baik-baik saja?”
Hyun Hae tak akan pernah mengatakan yang sejujurnya, terlebih jika Kyu Hyun masih duduk di situ dan kali ini ikut-ikutan memasang wajah khawatir.
“Aku baik-baik saja, Ji Sun-sii.” Hyun Hae berdeham. Ia mengeluarkan catatan kecilnya yang berada di dalam tas untuk menulis pesanan kue yang disebutkan oleh Ji Sun, setelah itu mengembalikannya masuk kedalam tas. “Aku rasa tugasku sudah selesai. Aku akan menelponmu lagi, nanti.”
“Apa kau perlu uang di muka untuk membeli bahan-bahan kue? Kurasa pesananku sangat banyak.”
Hyun Hae tertawa lepas. Memamerkan lesung pipi-nya yang cantik. “Tidak perlu, Ji Sun-ssi. Aku rasa bahan-bahan yang baru kubeli cukup untuk membuat kue-kuemu.” Hyun Hae melirik Kyu Hyun sekilas lalu berdiri yang diikuti oleh Ji Sun. “Aku..aku pergi Ji Sun-sii.”
Ji Sun terlihat sangat senang. Ia menghela napas riang lalu memeluk Hyun Hae. “Terimakasih. Oh, ya, apa kau perlu tumpangan? Kyu Hyun mengatakan bahwa ia akan pulang ke apartemennya. Aku rasa Kyu Hyun tak akan keberatan untuk mengantarmu, bukan begitu, Kyu?”
Kyu Hyun masih duduk di sofa dengan kedua tangan bertaut. Ia menganggkat sebelah alisnya dan berdiri di samping Ji Sun. “Tentu saja,” Kalimat Kyu Hyun menggantung. Ia beralih memainkan alisnya kearah Hyun Hae. “Asal dia bersedia.”
“Tidak perlu. Aku rasa aku bisa pulang sendiri. Temanku sudah menunggu untuk menjemputku. Jadi, kalian…”
“Teman? Teman pria? Kau membawa pacarmu kesini.” Kyu Hyun maju satu langkah mendekat. Entah kenapa ia terdengar emosi saat mengatakannya.
“Tidak. Bukan pacar.” Sangkal Hyun Hae ketus.
Astaga, apa yang dipikirkan pria ini. Pacar? Oh, demi Tuhan, hal terakhir yang dibutuhkan oleh Hyun Hae adalah seorang suami yang siap menjadi ayah untuk Hyun Ji. Lagipula ia sudah mengatakan teman, dan pria itu sepertinya memiliki pendengaran kurang baik.
Hyun Hae sedang tak ingin bertengkar. Dan rasanya sudah lama sekali ia tak beradu mulut dengan Kyu Hyun. Ia tak lagi memiliki minat untuk itu, terlebih di depan Ji Sun. Tidak. Hyun Hae mengatakan pamit pada Ji Sun dan berjalan melewati Kyu Hyun yang masih memencingkan matanya.
“Kim Hyun Hae!”
Nada tinggi dalam suara Kyu Hyun memecah kesunyian. hyun Hae berhenti melangkah dan berdiri tepat didepan pintu. ia tak berani untuk berbalik dan sejujurnya ia tak mempunyai kekuatan untuk membalikan tubuhnya dan menatap Kyu Hyun.
Kyu Hyun terlihat menakutkan dengan mata kelamnya, ia melihat Hyun Hae yang memunggunginya didepan pintu. “Aku akan mengantarmu pulang. Kita harus biacara,” kali ini ia terdengar lebih tenang namun tak bergerak.
Hyun Hae keras kepala. Ia menggeleng. “Aku harus pulang sekarang…”
“Jika kau memang bersikeras, maka aku akan mengendongmu melewati pintu itu dan aku tak peduli kau marah padaku atau tidak,” ancam Kyu Hyun.
Hyun Hae sama marahnya. Ia berbalik dan melihat Kyu Hyun sengit. “Jangan coba-coba, tuan Cho. Aku bukan seseorang yang bisa kau perintahkan dan sekarang aku harus pulang, masa bodoh jika kau menggeretakku dan mengancam apapun itu. aku tak peduli.”
Kyu Hyun mendengus. “Kau ingin mencobanya? Baiklah, buka pintu itu dan pergi. Aku akan menghitung dari satu sampai tiga, jika kau benar-benar melangkahkan kakimu maka aku akan benar-benar melakukanya.”
Hyun Hae mengigit bibirnya tanda perlawanan. Ia tak akan peduli pada Kyu Hyun. Itu hanya gertakan, dan ia sama sekali tak takut. Tak mau berlama-lama disini, Hyun Hae mengangkat tangannya memegang gagang pintu yang bersamaan dengan suara Kyu Hyun yang mulai berhitung. “Satu.”
“Dua.” Hitungan itu terdengar saat Hyun Hae memutar kenop pintu dan..
“Tiga.” Pintu terbuka.
Hyun Ha akan melangkah keluar. Ia hampir melakukannya saat Kyu Hyun setengah berlari mendekat, ia melingkarkan lengannya pada kedua paha Hyun Hae dan mengangkat.
“Cho…Cho Kyu Hyun! Apa yang kau lakukan? Sialan, turunkan aku, Cho Kyu Hyun. Cho Kyu Hyun.” Hyun Hae yang menjerit ke bahunya. Ia benar-benar memikul Hyun Hae di bahu.
“Aku sudah mengatakan padamu jika kau masih bersikeras maka aku akan melakukannya. Jadi sekarang diamlah dan jadi wanita yang manis.” Kyu Hyun menyeringai dari balik ucapannya. Ia menoleh kearah Ji Sun yang terperangah dan mengabaikan Hyun Hae yang menggeliat di bahunya dan terus menjerit. “Noona, aku pulang. Katakan pada suamimu aku akan menemuinya nanti.” Setelah itu Kyu Hyun melangkah keluar pintu dan menutupnya dengan kaki.
Ji Sun terdiam selama semenit lalu tawanya pecah. Ia memegangi perutnya yang ikut bergetar karena perasaan geli. Sepertinya Ji Sun tak lagi harus melakukan banyak cara untuk membuat kedua orang itu dekat. Karena sekarang mereka sendirilah yang akan menemukan caranya. Ji Sun tak lagi harus menunjukkan jalannya.
Mengusap matanya yang berair, Ji Sun menarik napas dan menghembuskannya pelan. “Aku harap kali ini kau tak akan mengecewakanku, Cho Kyu Hyun.”
Ina @ Twin Sister Friends Cover
Judul : Vision of LOVE (I Want To Know What Love Is)
Author : Adelia Tania Sari
Genre : Romance, AU, Novela
Ratting : PG-16
FF ini bukan ide orisinil dari aku. Mungkin, jalan ceritanya banyak yang sama tapi setiap diksi dan alur yang dibuat itu punya aku sendiri. Terimakasih buat yang udah baca. Enjoy ya guys.
Sorry for typo
“Apa kau yakin aku harus turun?”
Hyun Hae melirik Sun Ae yang bersamaan dengan itu menghela napas tajam. Wanita itu benar-benar terlihat sangat gugup. Dan Hyun Hae rasa ia harus banyak bertanya sebelum ia benar-benar menyesali keputusannya untuk datang kesini. Mendadak perutnya di serang oleh rasa mual dan Hyun Hae tak main-main saat ia mengatakan sejam lalu pada Sun Ae bahwa ia akan muntah jika Sun Ae tak mengajaknya untuk terus berbicara selama di mobil.
Sun Ae tak ingat ini sudah ke-berapakalinya Hyun Hae bertanya padanya yang memegang kendali mobil. Ia tampak lelah menjawab dan berusaha untuk bersabar lebih banyak lagi saat Kim Hyun tampak ragu-ragu untuk membuka pintu mobil. Mereka sudah sampai di tempat tujuan mereka. Sejak pembicaraan kemarin, Sun Ae berjanji akan mengantarkan Hyun Hae ke rumah Ji Sun jikalau wanita itu takut untuk pergi sendiri. Awalnya Hyun Hae menolak, bukan karena tak mau diantar Sun Ae. Dia menolak untuk pergi kerumah Ji Sun dengan alasan membawa brosur kue yang akan di pilih oleh Ji Sun nantinya. Ketakutannya masih besar.
Bagaimana jika ia bertemu Kyu Hyun? Bagiamana jika Kyu Hyun lah suami si pemilik rumah? Harus bersikap seperti apa dia? Karena terakhir kali mereka bertemu Hyun Hae tak terlihat menyambut pria itu dengan baik.
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang membuat Sun-Ae kesal setengah mati dan memuntuskan untuk memaksa Hyun Hae menutup toko bagaimanapun caranya hingga wanita itu setuju untuk pergi meskipun dengan omelan-omelan khas Hyun Hae yang menyakitkan telinga untuk didengar. .
Dan disinilah mereka sekarang. Tepat di depan rumah Ji Sun.
Sun Ae menyandarkan belakang tubuhnya pada jok mobil. “Aku sudah bicara puluhan, ah..tidak, ratusan kali hingga bibirku rasanya sakit untuk menjawab. Kau harus turun, Kim Hyun Hae. Lagipula kecil kemungkinan Kyu Hyun berada di dalam. Bukan berarti tak mungkin, tapi kebetulan seperti itu jarang terjadi. Ini sudah masuk jam kantor, jika dia memang seorang suami tentu ia harus bekerja. Atau… kau ingin aku temani barangkali?”
Hyun Hae berdesis. Ia menggeleng dengan muka masam. “Aku rasa, aku harus menyelesaikannya sendiri.” Ia melihat Han Sun Ae dan memaksakan diri untuk tersenyum walaupun kegugupan itu tak akan pernah hilang dari wajahnya barang sedetik. “Terimakasih.” Ucapnya.
“Kau tak perlu berucap terimakasih. Aku tak melakukan apa-pun untukmu. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan sebagai seorang sahabat. Tenanglah, Kim Hyun Hae. Kau pasti bisa. Aku disini untuk bersama-sama menggengam tanganmu. ”
Hyun Hae seharusnya tak perlu membuat riasan tipis pada wajahnya hilang saat ia sangat ingin menangis mendengar ucapan Sun Ae. Wanita itu, lihatlah. Hyun Hae tau ia punya Sun Ae untuk kembali berbagi jika memang hal buruk akan terjadi padanya.
Kali ini Hyun Hae terlihat lebih tenang. Ia menarik napas panjang dan mengangguk. “Baiklah, sepertinya keberanian-ku telah bertambah penuh sekarang. Aku pergi,” Hyun Hae melepaskan seat belt yang dia kenakan dan turun dari mobil setelah membuka pintu yang kemudian ia tutup cepat.
“Heii, Kim Hyun Hae.” Sun-Ae memanggilnya dari dalam mobil. Ia memberikan buku berisi daftar nama kue-kue yang Hyun hae tinggalkan di belakang jok mobil miliknya. “Kau tak bisa melupakan senjata untuk berperang.”
Hyun Hae sedikit menunduk, ia meletakkan sebelah lengannya diatas kaca jendela mobil yang terbuka dan mengambilnya. “Hmm, kau benar.” gumamnya.
“Jangan gugup. Kau pasti bisa. Kau ingin aku menunggu atau aku akan berkeliling sebentar hingga kau selesai dan kau bisa menelponku untuk di jemput? Aku tak akan berada jauh. Sebelum jalan masuk tadi aku melihat ada toko kopi, kupikir aku bisa duduk menyesap kafein disana sembari menunggu?”
Tawaran yang menarik, tapi Hyun Hae tak ingin merepotkan Sun Ae lebih banyak. Ia tau wanita itu pasti sibuk. Galeri itu membutuhkannya, bahkan Sun Ae kemarin mengeluh betapa banyak urusan yang harus ia selesaikan sebelum launching buku barunya. Menggeleng, Hyun Hae memberikan Sun Ae senyuman. “Kau tidak usah menungguku, Sun-Ae-yah. Aku bisa mencari taksi untuk pulang. Pergilah, bukankah kau harus pergi menyiapkan galeri-mu?”
“Tapi…”
“Tidak. Pergilah,” sela Hyun Hae cepat sebelum Sun Ae memprotes lebih banyak. “Aku lebih berani dari pada yang kau tau sekarang ini.”
Sun Ae ragu-ragu, wajahnya terlihat enggan. Ia melirik perkarangan rumah Ji Sun yang sepi dan terpaksa menaikan bahu setuju. “Tak ada yang bisa kulakukan untuk membantah ucapan, Kim Hyun Hae. Baiklah, kabari aku jika kau berubah pikiran.” Ia berujar dengan menyelipkan candaan. Matanya berkedip hanya untuk mengendurkan rasa takut Hyun Hae.
Hyun Hae mengangguk. Ia mundur beberapa langkah setelah Sun Ae menghidupkan mesin mobilnya dan pamit pergi. Suara ban yang beradu dengan licinnya aspal mengeluarkan decitan kecil yang perlahan menghilang hingga keujung gang.
Sendiri.
Hyun-Hae sekarang sedang berdiri didepan pagar kayu putih dengan tinggi yang tak lebih dari tubuhnya. Ia mencoba untuk mendorong pagar itu terbuka sebelum tanggannya menarik kembali cepat. Terus begitu berulang-ulang. Hingga pada akhirnya ia menyerah, dan genggamannya pada pagar kayu itu menguat. Sialan, ia hanya harus mendorong pagar ini sedikit dan masuk kedalam. Tapi kenapa terasa berat sekali.
Mungkin, bukan karena pagar yang terkunci keras namun keberaniannya yang terkunci dan sulit dibuka. Menahannya untuk berdiri didepan sini walaupun udara dingin membuat hidungnya memerah. “Kau bisa, Kim Hyun Hae. Kau bisa.” Hyun Hae meyakinkan diri sendiri lalu mendorong pagar itu. ia tak langsung kembali berjalan masuk. Ia berdiri membelakangi pagar rumah dan mengatakan bahwa apa yang ia lakukan sudah benar. Hyun Hae membutuhkan seluruh dirinya untuk mengaku. Dan di saat semua perasaannya telah siap, Hyun Hae berjalan kearah serambi rumah Ji Sun yang terbuat dari papan kayu.
Masih dengan memeluk erat buku kue yang akan ia tunjukan pada Ji Sun. Hyun Hae mengangkat sebelah tangannya untuk menekan bel rumah yang terletak tak jauh dari daun pintu masuk.
Hyun Hae menekannya sekali. Tak ada jawaban dari dalam. Ia memencet kembali bel rumah yang kali ini ia iringi dengan mengetuk pintu itu untuk yang kedua kalinya. Hyun Hae bahkan memanggil nama Ji Sun sedikit lebih keras.
Belum ada jawaban. Hyun Hae tak melihat tanda-tanda akan ada seseorang yang membukakan pintu. Melirik kesamping rumah, Hyun Hae melihat sebuah mobil terpakir disana. Tandanya rumah ini berpenghuni. Baiklah, bukankah sebaiknya ia harus mencoba lagi?
Mengusir rasa gugup dengan menarik napas panjang. Hyun Hae berdeham dan melemaskan otot bahunya yang tiba-tiba saja kaku. Ini yang ketiga kalinya Hyun Hae akan mengetuk kembali pintu rumah. Hyun Hae baru tau ternyata mengetuk pintu rumah Ji Sun lebih menakutkan daripada menonton film counjuring.
Hyun Hae sedang mempersiapkan tangannya untuk kembali menekan bel, yang dengan cepat ia urungkan sebelum daun pintu itu perlahan terbuka tanpa sempat Hyun Hae melakukannya. Seseorang telah membuka pintu.
Tak tau siapa yang lebih terkejut sekarang. Hyun Hae yang berdiri mematung didepan pintu saat melihat Kyu Hyun yang sepertinya siap untuk melangkah keluar. Atau Kyu Hyun yang terbelalak melihat Hyun Hae didepan pintu untuk masuk dan menemui siapapun yang ada didalam rumah tanpa Kyu Hyun ketahui. Well, tak ada yang tau pasti. Tapi yang jelas pikiran Hyun Hae berkecambuk akan asumsi buruk sebelumnya. Ia menemukan Kyu Hyun disini. Di rumah Ji Sun.
Sial.
Matilah dia.
***
Hyun Hae sedang berusaha untuk menjaga kakinya berhenti bergetar saat ia duduk di salah satu sofa milik Ji Sun. Tak ada yang salah dengan sofa ini, hanya saja Kyu Hyun duduk di salah satu sofa yang berada di sebrang. Baiklah, itu juga tak menjadi masalah. Tapi saat Kyu Hyun memperhatikan Hyun Hae lama, Hyun Hae merasa bagian tubuhnya bergetar tak tentu. Setidaknya kata aneh lah yang Hyun Hae pikirkan saat Kyu Hyun memandangnya.
Ji Sun baru saja melewati dapur dengan membawa nampan minuman. Ia terlihat lebih gembira dan tak dapat menyembunyikan perutnya yang mulai membuncit dari bajunya yang longgar. Wanita itu berjalan dengan senyum yang tak pernah lepas dari Hyun Hae. “Minumlah, kurasa kau butuh sesuatu yang hangat.” Ucapnya sembari meletakkan secangkir minuman hangat didepan Hyun Hae.
“Terimakasih.”
“Oh tidak, seharusnya akulah yang berterimakasih karena kau mau mempertimbangkan pesananku. Jadi, apa kau sudah memikirkannya?”
Hyun Hae meletakkan secangkir kopi yang telah ia minum sedikit itu kembali keatas meja. Sebelah tangannya beralih pada buku yang ia bawa. Ia bersumpah energi getaran yang berasal dari kakinya itu telah berpindah ke tangannya yang mulai ikut-ikutan bergerak saat mata Kyu Hyun bergerak seirama dengan tangannya.
“Aku membawa beberapa catatan daftar kue yang bisa kau pesan. Mungkin, kau ingin melihatnya.”
Kali ini Hyun Hae tak memperdulikan Kyu Hyun yang semakin mencondongkan tubuh kedepan karena ingin tahu. Mungkin, bukan tak peduli. Ia hanya pura-pura tak perduli pada Kyu Hyun yang berbalik kembali melihatnya.
Oh, apa kah pria itu bisa mengedipkan matanya barang semenit saja?
Ji Sun memperhatikan isi buku itu dengan seksama. Hyun Hae bisa melihat bahwa mata Ji Sun tak bisa berbohong untuk tidak tergiur dengan semua foto kue-kue yang ia bawa. Sesekali Ji Sun bergumam dan menunjuk beberapa foto kue gunanya mempertimbangkan kembali kue apa saja yang akan ia pilih. Dan bagi Hyun Hae, membantu Ji Sun memilih kue mengalihkan sedikit perhatiannya pada Kyu Hyun yang tak berhenti mengawas.
“Semua kue-kue cantik ini membuatku sangat bingung.” Ji Sun memijat kepalanya, ia berakting memegangi kepalanya yang sesungguhnya tak pusing. “Dan suamiku sepertinya kurang berminat untuk memilih-milih kue.”
Hyun Hae menelan ludah. Ia mencoba bersikap biasa namun kelihatannya gagal. “Mungkin kau bisa memperlihatkan daftar kue-kue itu padanya, Ji Sun-ssi. Sepertinya dari tadi dia ingin sekali melihat daftar kue itu.”
Ji Sun mengerutkan alis. Ia tak mengerti. “Suamiku? Dimana dia?”
Apakah kau bercanda? Tentu saja didepanmu, pikir Hyun Hae yang tak akan ia ucapkan pada Ji Sun dengan nada seketus itu.
Ji Sun mulai mengerti saat Hyun Hae mengisyaratkan kearah Kyu Hyun dengan matanya. Dia tertawa. “Kau tidak berpikir pria menyebalkan ini adalah suamiku, kan? Oh, kumohon katakan tidak.”
Hyun Hae dibuat binggung. “Bukankah kalian….”
“Tidak, Hae-ya. Dia bukan suamiku dan aku bisa cepat tua jika dia benar-benar jadi suamiku.” Cibir Ji Sun kepada Kyu Hyun.
Kyu Hyun mendengus. Ia tak mengatakan apa-pun. Entah apa yang membuatnya menggelengkan kepala, yang jelas Hyun Hae merasa terlihat sangat bodoh sekarang. Menunduk, Hyun Hae mengutuk dirinya sendiri.
Cukup lama Ji Sun mengajak Hyun Hae berbicara dan tertawa hingga ia mulai merasa nyaman. Dan sepertinya Kyu Hyun tak membuatnya kikuk lagi. “…aku rasa untuk sebuah pesta, beberapa jenis cake ataupun cupcake adalah pilihan yang terbaik. Kau juga bisa memilih gingger bread mengingat rasa jahe pada kue itu bisa menghantarkan rasa hangat pada tubuh siapapun yang mengunyah-nya.” Hyun Hae memberi saran.
“Kau benar. Aku rasa aku akan memilih cupcake yang di bentuk menyerupai gunung cupcake yang setinggi enam tingkat dan beberapa ginger bread juga. Aku juga ingin choco cookies dan jangan lupakan potongan-potongan kecil kue tiramissu. Dan aku juga ingin…Kyu, apa yang kau lakukan? Kau seperti seorang pengganggu.” Ji Sun menegur Kyu Hyun yang duduk mencondongkan tubuh kedepan dengan kedua tangan bertaut. Jangan lupakan matanya yang terus memincing, dan Ji Sun yakin tatapan itu bukan untuk mengintimidasi dirinya.
Kyu Hyun melirik Ji Sun hanya sekali, sebelum ia kembali menatap Hyun Hae yang kelihatan enggan melihatnya. “Aku? Apa yang memangnya aku lakukan sehingga menganggu-mu?”
“Cobalah untuk berpaling untuk semenit. Jangan kau pikir aku tak memperhatikanmu saat aku dan Hyun Hae terus berbicara. Apa kau ingin memiliki pendapat soal kue-kue ini? Kurasa kau ingin berbicara banyak namun menahannya.”
“Bolehkah,” suara Kyu Hyun menggantung. Ia semakin memajukan tubuhnya kedepan yang tanpa sadar, membuat Hyun Hae bergerak mundur. “Kim Hyun Hae-ssi? Menurutmu bagaimana dengan tteobokki dan bindaeteok untuk para tamu?”
Tubuh Hyun Hae menegang. Kyu Hyun. Hyun Hae tau Pria itu sedang mengungkit masa lalu. Seharusnya Kyu Hyun tau bahwa tak akan ada dua menu yang ia sebutkan itu, terdftar dalam menu toko kue. Ia hanya menggunakan itu sebegai alat memancing Hyun Hae untuk mengengitkan kembali pada dirinya.
“Aku tak menjual itu.” jawab Hyun Hae cepat.
Kyu Hyun mendengus. Wajahnya terlihat kentara sedang mengejek. “Sayang sekali. Padahal aku sangat menyukai makanan itu.”
Hyun hae tak tau apa yang harus ia katakan lagi untuk membuat Kyu Hyun berhenti berbicara tentang apa yang tak ingin ia ungkit. Namun, jika dipikirkan lagi semua itu akan sulit. Hyun Hae memiliki tujuan datang kemari. Seharusnya ia sudah mempersiapkan diri jika suatu saat nanti Kyu Hyun membangkitkan kenangan-kenangan. Dan yang bisa ia lakukan hanyalah menarik napas tajam.
Ji Sun sama sekali tak peduli dengan suasana yang berubah menjadi tak nyaman. Matanya bergantian melihat Kyu Hyun dan Hyun Hae. Kyu Hyun yang masih menajamkan matanya pada Hyun Hae, dan juga Hyun Hae yang sedari tadi terus bergerak resah seakan terintimidasi oleh itu. Tapi Ji Sun sepertinya tau ini salah siapa. Mengambil majalah fashion yang Ji Sun punya, ia menggulungnya dengan kedua tangan dan memantulkan benda itu hingga berbunyi ke kepala Kyu Hyun.
Kaget. Kyu Hyun memegangi kepalanya dan berdiri tegak. “Apa yang kau lakukan?”
Tak ada rasa bersalah dalam diri Ji Sun. “Ini?” Ia melihat sekilas pada majalahnya. “Aku tak melakukan apa-pun. Aku hanya memukul seseorang yang mengangguku dan tamu-ku. Kupikir pria nakal pantas mendapatkannya.”
“Sudah kubilang, aku tak menganggu. Aku tak menyela kalian berbicara dan hanya duduk mendengarkan.”
“Ya. Memang. Tapi kau menggunakan mata-mu untuk menganggu kami. dan matamu jauh lebih menganggu daripada mulutmu. Kau tentu sangat paham itu.” Ji Sun bicara tak kalah sengit. “Lagipula ada apa denganmu? Tteobokki dan bindaeteok di toko kue? Cho Kyu Hyun, kau bisa membelinya di tenda-tenda pinggiran jalan dengan sebotol soju jika menginginkannya.”
Kyu Hyun menggeram. ia marah. Terlihat jelas pada wajahnya. Tak ada yang pernah memukul kepalanya dengan majalah. Dan entah kenapa Ji Sun menjadi pengecualian untuk itu. Dan tentu saja, bukan hanya Kyu Hyun yang terkejut dengan insiden tadi. Hyun Hae merasa sekujur tubuhnya panas-dingin. Kedua matanya membelalak dan mulutnya terbuka selama beberapa menit sebelum perlahan menutup dan kembali mencoba normal.
Masih memegangi kepalanya yang sakit, Kyu Hyun hanya berdesis. Ia menjatuhkan dirinya di sofa dan mengumpat pelan.
Sekali lagi Ji Sun tampak tak peduli. Ia mengabaikan Kyu Hyun yang mengomel dalam diam-nya. Ia hanya tersenyum sekali pada Hyun Hae dan memeriksa kembali daftar nama kue-kue yang ada di buku.
Ji Sun masih membolak-balik halaman buku saat ia bertanya, “By the way, sepertinya aku tak perlu repot-repot untuk mengenalkan kalian satu sama lain. Sejak tadi Kyu Hyun terlihat tertarik dengamu, Kim Hyun Hae. Apa kalian saling mengenal?”
“Tidak.”
“Ya.”
Jawaban yang berbeda saat Hyun Hae mengatakan tidak, sementara Kyu Hyun mengatakan ya, membuat mereka berpandangan tak lebih dari semenit sebelum akhirnya Hyun Hae lah yang menunduk karena Kyu Hyun terlihat dingin dengan mata yang terus melihatnya terlebih sekarang ini.
Ji Sun terkekeh. Ia masih tak berpaling dari buku itu. “Unik. Jawaban yang berbeda. Aku tak tau siapa yang berbohong. Tapi, kurasa kali ini Kyu Hyun bukanlah orangnya.” Dia berucap dengan selipan nada bercanda.
Itu kalimat yang singkat tapi sangat pedas untuk di ucapkan.
Hyun Hae tak menjawab untuk membenarkan apa yang Ji Sun katakan. Jauh didalam dirinya ada perasaan bersalah yang terselip saat ia mengatakan, tidak. Ia tak tau jika Kyu Hyun akan mengaku pada Ji Sun bahwa pria itu mengenalnya. Bukankah bagi Kyu Hyun dia-lah orang yang harus di sembunyikan? Ya, Kyu Hyun dulu begitu.
Selalu menyembunyikannya.
***
Flashback on
Apartemen Gangnam Street, Seoul. 20 Mei 2014
Pintu kamar mandi itu mengeluarkan suara berdecit yang membuat gigi ngilu. Kyu Hyun berdesis. Berungkali ia mengomel saat harus menggunakan kamar mandi dan suara itu sungguh sangat menganggu pendengarannya. Sepertinya sudah saatnya bagi Kyu Hyun untuk memanggil tukang pintu. Ia tak akan membiarkan suara itu bertahan lebih lama.
Kyu Hyun melemparkan handuk kepalanya diatas ranjang dan berbaring. Ia menatap langit-langit kamarnya yang bersih tanpa debu. Lelah sekali hari ini. Kyu Hyun berpikir bahwa setidaknya ia sudah bisa tidur dengan nyenyak. Tadi pagi ia sudah menyerahkan dua gambar desain rumah pada dosen pembimbingnya. Syarat untuk menyelesaikan tugas akhir itu membuatnya tak bisa tidur selama seminggu. Ia ingin segera mendapatkan gelar B.A* yang akan ia raih dalam enam bulan kedepan.
Bosan. Kyu Hyun menghela napas dan memejamkan mata. ia tampak seperti mayat hidup sekarang. Tubuhnya bertambah kurus dan Kyu Hyun tak bisa mengabaikan lingkaran di bawah matanya yang menghitam saat ia bercermin di kamar mandi tadi. Kelihatan sekali jika ia sangat lelah. Ia sudah mengabaikan banyak hal. Kyu Hyun bahkan mulai mengabaikan tim basket-nya. Dan ia juga mengabaikan telpon masuk dan pesan singkat yang terus dikirim oleh Hyun Hae.
Astaga, gadis itu. Kyu Hyun sudah mengenalnya tiga bulan lalu saat Hyun Hae meminta untuk berkencan dengannya. Kyu Hyun terkejut saat wanita itu mengatakan padanya bahwa ia memiliki penyakit serius. Kyu Hyun tak tau bahwa wanita itu berbohong padanya. Hyun Hae mengaku saat mereka berkencan di kedai tteobokki. Jenis tempat yang aneh untuk kencan pertama, tapi Kyu Hyun mengikuti keinginan gadis itu. Bahkan Kyu Hyun memesan dua bindaeteok.
Awalnya Kyu Hyun marah saat tau bahwa Hyun Hae berbohong. Ia bahkan mengumpat pada dirinya sendiri karena berani mempercayai wanita dengan tampang polos didepannya dan tak ingin bertemu lagi. Kyu Hyun terganggu. Namun, Hyun Hae seakan tak pernah menyerah untuk mendekatinya. Menunggu Kyu Hyun didepan kelas. Memberikan kotak bekal makan siang bahkan membuatkan beberapa cupcake berkrim.
Kyu Hyun risih dengan itu. Kyu Hyun ingat bagaimana cara ia menarik tangan Hyun Hae hingga kebelakang kampus dan mencoba menakut-nakuti wanita itu untuk menjauhinya. Dan Kyu Hyun harus menyerah dengan itu karena ia tau bahwa Hyun Hae tak akan pernah takut. Bahkan hari-hari berikutnya tak membuat Hyun Hae lelah untuk mengirimkannya banyak makanan dan Kyu Hyun mulai terbiasa.
Sesekali ia akan meng-iyakan ajakan Hyun Hae yang mengajaknya keluar hanya sekedar untuk berjalan-jalan menyusuri belaian angin di sepanjang tepian sungai Han ataupun duduk bersembunyi di belakang kampus tanpa ada seseorangpun yang mengetahui. Kini sudah lebih dari seminggu Kyu Hyun tak lagi pernah membalas isi pesan singkat Hyun Hae yang di penuhi emotikon lucu. Ia bahkan tak menjawab semua panggilan-panggilan itu.
Entah apa yang merasukinya sekarang, Kyu Hyun merasa dirinya sepi. Meraih ponselnya yang terletak diatas ranjang, Kyu Hyun menggeser layar sentuh ponselnya kearah atas untuk mencari nomor ponsel milik Hyun Hae yang ia samarkan dengan nama Pinkeu. Kyu Hyun tak memiliki alasan khusus untuk mengubah nama Hyun Hae pada daftar kontaknya, ia hanya tak ingin ada yang tau. Semua temannya adalah orang-orang usil yang suka menjahili seseorang, salah satunya Ryeowook. Pria bertubuh kurus itu tak bisa ditebak dari sifatnya yang pendiam. Dia merupakan pemilik otak yang paling jahil kedua sebelum Kyu Hyun, tentunya. Well, Kyu Hyun berada pada kelompok pertemanan yang tepat.
Kyu Hyun hanya sedang mengecek pesan masuk dari Kim Hyun Hae saat ponselnya berbunyi dan nama samaran Hyun Hae-lah yang mulai muncul di layarnya. Astaga, wanita ini, sampai kapan dia akan berhenti menelpon jika Kyu Hyun selalu mengabaikan pesannya?
Menunggu sampai dering ponsel itu berbunyi tiga kali, barulah Kyu Hyun mengangkatnya. “Ada apa?” ucapnya tanpa basa-basi.
Terdengar suara napas yang memburu dari sebrang sana. Kim Hyun Hae, wanita itu terlihat berusaha untuk mengatur napasnya lebih dulu sebelum menjawab dan ada suara tersedak kecil yang menyusulnya. Ia mulai berbicara, “Ka…kau, apa kau berada di apartemen-mu?”
Kyu Hyun menyringai, ia melirik kearah pintu kamar mandinya yang terbuka. “Iya. Aku baru saja mandi.” Kyu Hyun penasaran. “Ada apa dengan suara-mu?” tanyanya.
“Tidak. Tidak apa-apa. Bisakah kau bergerak dan membuka-kan pintu? Aku berada didepan pintu apartemen-mu sekarang?”
Kyu Hyun tak bisa mengendalikan diri ketika kedua alisnya bertaut dan ia bangun dari ranjang. Masih dengan sehelai handuk yang melilit di pinggang, Kyu Hyun keluar dari kamarnya dan berjalan ke pintu masuk. Ada monitor kecil yang terpasang di dinding samping pintu untuk melihat siapapun tamu yang ada didepan. Kyu Hyun menjulurkan kepala untuk melihat kelayar monitor. Benar saja, Kim Hyun Hae ada disana. Kyu Hyun tak perlu memastikan dua kali untuk melihat siapa didepan. Wajah wanita itu memenuhi layar monitor, itu pasti karena ia berdiri didepan kamera kecil yang terpasang didedpan pintu.
Kyu Hyun merangkai senyum di bibirnya sebelum menekan tombol open pada monitor dan terdengar suara klik. Pintu terbuka.
“Aku datang.”
Suara ceria itu di sambut Kyu Hyun dengan gelengan kepala. Ia masih memegang ponselnya di telinga saat Hyun Hae masuk dengan membawa dua kantung putih berukuran sedang.
“Kali ini apalagi yang akan kau simpan di lemari pendingin itu?” Kyu hyun bertanya sinis saat ia tau sebatang seledri keluar dari dalam kantung. Hyun Hae pasti akan memaksanya memakan makanan tanaman hijau yang tak akan ia lakukan. Ugh, Kyu Hyun mengeluh akan rasa itu di lidahnya.
Hyun Hae hanya membalas Kyu Hyun yang merengut dengan seulas senyum. Ia tau dimana dapur Kyu Hyun, dan saat ini ia sedang mengeluarkan beberapa sayuran yang bisa Kyu Hyun olah sendiri tanpa perlu bantuan. “Kau butuh vitamin yang banyak, Kyu. Lihat dirimu yang bertambah kurus. Sudah berapa lama kau seperti itu?” Hyun Hae membenerkan letak kacamatanya dengan ujung jari.
Kyu Hyun menutup pintu. Ia berjalan menghampiri Hyun Hae. “Aku hanya perlu makan beberapa kilo daging dan berat badanku akan kembali. Tak perlu repot-repot memasak rumput untukku.”
“Ini bukan rumput.”
“Itu rumput.”
“Ini berbeda, Kyu.” Hyun Hae menunjukan pada Kyu Hyun salah satu sayuran yang ia beli. “Kau lihat, ini bukan rumput. Ini daun bawang. Baik untuk tubuh-mu.”
Kyu Hyun mendengus. “Sekarang aku akan menanyakan sesuatu padamu. Rumput warna-nya, apa?”
“Hijau.”
“Lalu yang di tangan-mu itu warnanya?”
Hyun Hae melihat daun bawang yang ia pegang. “Hijau.”
“Oke, coba dengar dan bayangkan baik-baik. Rumput berwarna hijau. Benda yang di tangan-mu warnanya, hijau. Karena rumput berwarna hijau dan benda itu warnanya juga hijau maka bisa di simpulkan bahwa benda itu adalah rumput.”
Kyu Hyun mencoba untuk mengait-ngaitkan sesuatu yang tidak pintar dari pemikirannya. Kyu Hyun memang membenci sayuran hijau dan menyebut semuanya hanya dengan satu nama yaitu, rumput. Walaupun sesungguhnya ia tau jenis tumbuh-tumbuhan berwarna hijau itu sudah di pastikan tak akan berubah nama menjadi rumput.
Hyun Hae tertawa geli. Kyu Hyun tak memiliki selera humor setiap berdekatan dengannya, dan hari ini Hyun Hae melihatnya. Pria yang selalu dingin dan terlihat tampan di lapangan basket ini mulai memunculkan sikap hangat. Dan Hyun Hae makin menyukai Kyu Hyun karena itu.
Hyun Hae ingin sekali membantah Kyu Hyun tentang sayuran-sayuran, namun matanya berubah fokus. Ia baru menyadai jika Kyu Hyun berdiri di hadapannya hanya dengan menggunakan selembar handuk di pinggang. Membuang muka, Hyun Hae menyembunyikan rona pipinya yang bersemu. “K..kau harus mengenakan sesuatu yang menutupi tubuhmu lebih banyak jika tidak ingin sakit.”
Kyu Hyun mengernyit, ia tak mengerti hanya beberapa saat sampai ia tau apa yang Hyun Hae maksudkan. Ekspresinya menyeringai. “Apa yang kau lihat?” suaranya berubah serak, dan tatapan menggoda itu tersirat pada mata Kyu Hyun yang memincing.
Hyun Hae tak sadar saat ia bergerak mundur dalam langkah yang kecil setiap kali Kyu Hyun bergerak kearahnya. “Ak..aku tidak melihat apa-pun.” Bantahnya sambil menggeleng.
“Kau berubah warna. Seperti tomat. Apa sekarang kau malu padaku?”
Hyun Hae mundur lagi. Kali ini kepalanya ikut menggeleng. “Tidak. Kenapa aku harus malu?”
Itu sorot mata kebohongan. Kyu Hyun tau itu. Hyun Hae lebih dari sekedar malu untuk melihatnya. Kyu Hyun melihat wajah wanita itu merona. Sadar bahwa ia hanya mengenakan handuk sekarang, Kyu Hyun sama sekali tak tau malu. Tak ada yang ia sembunyikan. Lalu ia berpikir kenapa harus menutup-nutupi? Ini bukan yang pertamakali bagi Hyun Hae untuk melihatnya. Toh, pertemuan mereka yang pertamakali Kyu Hyun juga tak mengenakan apa-pun selain handuk. Bedanya hanya dengan apa yang Kyu Hyun pegang waktu itu, kali ini ia tak perlu shampoo untuk melindungi diri.
Bergerak. Kyu Hyun berjalan mendekat kearah Hyun Hae yang tak bisa lagi lari karena terhalang oleh kerasnya furniture dapur. Hyun Hae hanya menunduk, bahkan ketika Kyu Hyun mengurungnya dengan kedua lengan yang terpaku di samping tubuhnya. Ia berhenti bernapas sejenak.
Kyu Hyun tak mengatakan apa-pun. Demi Tuhan, itu membuat Hyun Hae semakin gugup. Ia mencoba untuk menggeliat kecil agar terlepas. Namun Kyu Hyun seakan tak mengijinkan itu. Tubuh Kyu Hyun yang tinggi merengkuh tinggi tubuhnya yang tak seberapa. Hyun Hae tersadar dan mengeluh saat kepalanya menyentuh dada Kyu Hyun yang menekan dirinya.
“Kau baru saja mengatakan padaku bahwa kau tidak takut. Lalu apa yang terjadi sekarang? Kau menunduk.” Suara serak itu terdengar semakin berat saat Hyun Hae merasakan Kyu Hyun bernapas diatas kepalanya.
Cengkraman Hyun Hae pada kedua tangannya semakin keras. Oh, yang Hyun Hae inginkan sekarang adalah keluar dari penjara tubuh Kyu Hyun dan bernapas. Sekali lagi, Hyun Hae mengelak dengan berkata, “Aku tidak takut.”
Hyun Hae tak yakin dengan apa yang ia dengar dari suara Kyu Hyun. Tertawa atau meringis. Yang jelas suara itu..seksi.
“Benarkah? Well, mari kita lihat seberapa berani dirimu, Sweetie.”
Itu ancaman. Hyun Hae merasa itu ancaman yang semakin menguji dirinya saat sebelah tangan Kyu Hyun bergerak melingkari pinggang-ya dan menyentak Hyun Hae mendekat sehingga ia harus berpegangan pada kedua pundak Kyu Hyun untuk menyeimbang-kan diri. Sensasi aneh menjalar keseluruh tubuh Hyun Hae saat Kyu Hyun menahan dirinya untuk berdiri diatas ujung jemari kakinya. Mencoba mensejajarkan tinggi mereka, walaupun Kyu Hyun masih harus menunduk untuk menatap wajah Hyun Hae yang memucat.
Hyun Hae tak berani melihat. Sialan, matanya melirik sana-sini untuk menghindari kontak mata Kyu Hyun. Kyu Hyun tersenyum.bukan senyuman biasa, ini senyuman yang menggoda. Ia bisa merasakan telapak tangan Hyun Hae yang dingin dan mulai berkeringat di kedua pundaknya. Kyu Hyun mengusap keringat dingin yang menempel pada dahi Hyun Hae dengan tangannya. “Panas?”
“Tidak.”
“Gugup, ya?”
Hyun Hae berdeham. “Tidak.”
Baiklah, seharusnya ia berani menghentikan ini semua. Hyun Hae harus berani. Kyu Hyun sedang bermain peran dengannya. Dan Hyun Hae seharusnya bukan lagi menjadi gadis yang penakut. Kyu Hyun akan semakin menggodanya jika ia terus bersikap kaku.
Kyu Hyun melihat tubuh Hyun Hae, mungkin lebih tepatnya pada apa yang Hyun Hae kenakan hari ini. Ia menggeleng, “Kau menggunakan pakaian yang terlalu banyak kancing, sayangku. Perlukah aku yang membukanya?”
Entah dorongan dari mana yang Hyun Hae dapatkan, ia menengadahkan kepalanya untuk melihat langsung dahi Kyu Hyun yang perlahan berkerut.”Aku tidak takut dan aku tidak panas. Jadi, bisakah kau menghentikan ini semua atau aku akan menginjak….”
Terhenti. Semua kalimat yang ingin keluar tertelan masuk kedalam kerongkongannya. Sapuan bibir lembut Kyu Hyun pada bibirnya mengunci semua kata yang ingin ia ucapkan dan mengacaukan jalan otaknya untuk berpikir. Kyu Hyun menciumnya. Ya, Kyu Hyun melakukan itu. Hyun Hae masih membuka matanya dan berkedip berulang kali untuk meyakinkan diri bahwa semua ini nyata. Saat sebelah tangan Kyu Hyun yang bebas menarik tubuh Hyun Hae untuk semakin jatuh dalam pelukannya, matanya perlahan terpejam.
Ini lebih dari sekedar gila. Kyu Hyun hanya ingin bermain untuk menggoda Hyun Hae yang polos. Tapi, oh, sial, sekarang lihatlah siapa yang jatuh dalam permainan. Kyu Hyun tau ia tak boleh bermain-main dengan gairah. Terlebih ketika Hyun Hae membalas Kyu Hyun dengan sama baiknya. Wanita itu cepat belajar. Kyu Hyun tau bahwa ini yang pertama bagi Hyun Hae. Ia dapat merasakan Hyun Hae tersentak saat ia menciumnya. Kyu Hyun tersenyum di sela-sela ciuman, merasa senang karena dia adalah yang pertama. Kyu Hyun bahkan tak lagi memikirkan niat awalnya ketika Hyun Hae perlahan membuka diri dengan mengalungkan kedua lengannya pada leher Kyu Hyun. Saat ini yang ia inginkan adalah merasakan manisnya bibir Hyun Hae yang ranum itu lebih dalam dan semakin rakus. Sesuatu dalam bibir mereka saling bertaut. Menjelajahi hal baru dan bertukar rasa yang menyenangkan.
Luar biasa.
Satu kata yang tiba-tiba terlintas dari benak Hyun Hae saat Kyu Hyun menciumnya dengan menjadi-jadi. Dorongan-dorongan itu tak berhenti. Bahkan saat Kyu Hyun mencondongkan tubuhnya untuk mendominasi dan membuat Hyun Hae melengkungkan tubuhnya kebelakang. Itu lebih dari sekedar nikmat. Seumur hidup Hyun Hae tak pernah menyentuh pria. Tak pernah sedekat dan seintim ini. Hyun Hae pernah mendengar teman-temannya bergosip ria tentang seberapa hebatnya ciuman-ciuman kekasih mereka. Hyun Hae sendiri menentang itu dan terus merengut saat ia harus mengganti pokok bahasan yang lain. hanya saja ini sesuatu yang beda. tak terencana. Kyu Hyun mencuri ciumannya. Hyun Hae seharusnya keberatan dan menolak. Tapi pikiran itu berteriak sendiri tannpa ada satupun anggota tubuh Hyun Hae yang mendukung agar menjauh.
Penasaran akan reaksi Kyu Hyun jika tangannya bergerak bebas, dan itu lah yang ia lakukan. Sebelah tangannya berpindah untuk menyentuh bagian depan Kyu Hyun yang tak tertutupi. Bergerak karena naluri, Hyun Hae memulainya dari membelai leher Kyu Hyun dan turun menyentuh dadanya. Tak ada otot yang terbentuk layaknya seorang pria kekar. Kyu Hyun bahkan tak mempunyai perut yang keras dan Hyun Hae yakin beberapa lemak berkumpul disana. Namun tubuh Kyu Hyun lebih dari sempurna bagi Hyun Hae.
Tangan sialan. Kyu Hyun menahan diri untuk tidak terburu-buru pada Hyun Hae. Namun tangan halus itu membuatnya harus melepaskan lekatan bibir mereka dan menggerang pelan. Bukannya Kyu Hyun tak menyukai tanggan Hyun Hae yang bergerak seakan sedang melukis di tubuhnya. kyu Hyun hanya takut jika ia akan mempermalukan dirinya sendiri dan meledak disini.
Astaga, Kyu Hyun bahkan baru teringat jika mereka sedang berada di dapur.
“Kita harus menjauhi kompor.” bisik Kyu Hyun dalam saat dahi mereka menempel dan Kyu Hyun bisa merasaka napas hangat Hyun Hae menerpa wajahnya.
Sayu-sayu mata Hyun Hae terangkat, bibirnya merah karena ciuman. Wanita itu terlihat sangat acak-acakan dengan jepitan rambut yang terlepas. Hyun Hae bahkan tak sadar Dan sepertinya Kyu Hyun tak menganggap itu jelek, karena baginya itu sangat seksi. Kyu Hyun menyeringai senang. “You wanna play?” Ia mencium sebelah pipi Hyun Hae lalu kembali melanjutkannya, “Kali ini permainan orang dewasa yang akan ia mainkan.”
“Apa aku boleh mengatakan selain kata yes ?”
Kyu Hyun mendengus. Ia menggeleng.”Tidak. kau tidak boleh mengatakan itu karena sekarang kau harus….”
Suara bel pintu terdengar dua kali dan menganggu suasana sebelum Kyu Hyun melanjutan kalimatnya. Mereka samasama mengalihkan pandangan kearah pintu yang di gedor beberapakali oleh seseorang yang berada di luar sana yang begitu tidak sabaran.“Kau tidak berniat membuka pintu?” tanya Hyun Hae saat Kyu Hyun tak bergerak.
Menghela napas Kyu Hyun melepaskan Hyun Hae dari pelukannya. Ia mengencangkan ikatan handuk disekitar pingganya yang mulai mengendor lalu berjalan kearah monitor pintu.Hyun Hae mengigit bibir bawahnya pelan yang terasa perih. Ia hanya melihat punggung Kyu Hyun yang memerah oleh dirinya saat pria itu menekan-nekan tombol monitor. Hyun Hae meringis. Ia berhutang permintaan maaf untuk belakang tubuh Kyu Hyun yang tregores oleh kuku-kukunya.
“Hyun Hae, masuklah kedalam kamarku dan kunci pintunya.”Kyu Hyun mengatakannya dengan masih melihat layar monitor. Kedua bahunya terlihat tegang.
Hyun Hae ingin bertanya siapa yang datang namun sepertinya Kyu Hyun tak akan mengijinkan dia tau. Jadi yang ia tanya hanyalah, “Kenapa? Apa ada sesuatu yang salah?”
Kyu Hyun berbalik. Tak ada senyuman atau ekspresi menyenangkan yang tadi Hyun Hae lihat. Wajahnya berubah kaku dan bibirnya membentuk garis keras yang tak bisa di bantah. Ia terlihat sedang marah.
“Masuk dan jangan buka pintunya hingga aku menyuruhmu keluar.”
Hyun Hae tau itu tak akan bisa di bantah. Memungut tas tangannya yang tergeletak di lantai Hyun Hae berjalan masuk kedalam kamar Kyu Hyun dan menutup pintunya. Tak sepenuhnya tertutup ia hanya menyisakan dua senti agar ia bisa mengintip. Hyun Hae membungkuk didepan pintu kamar dan melihat dari celah yang terbuka, saat Kyu Hyun menarik napas tajam dan menekan pintunya terbuka.
Seorang wanita berjalan masuk dengan gaya glamour dari majalah fashion. Ia menggerutu karena lamanya Kyu Hyun membuka pintu. Ia mengeluhkan rambutnya yang teracak oleh angin dan bahkan ia memprotes Kyu Hyun dengan lancangnya tentang keamanan tempat Kyu Hyun yang tak layak menurutnya. Jika di lihat dari parasnya, Hyun Hae bisa menebak bahwa itu terpaut usia lebih tua dari Kyu Hyun namun kecantikan yang terpancar dari bibir tipis, hidung mancung serta sepasang mata indah itu tetap membuatnya jauh lebih muda.
Kyu Hyun tak membuka suara, ia hanya bercekak pinggang dan mengikuti wanita itu dari belakang. Wajahnya sama dinginnya dengan yang tadi. Membuat Hyun Hae penasaran siapa wanita itu.
“Kau sedang bersama seseorang?” wanita itu bertanya saat ia melihat setumpukan sayur yang berada diatas meja makan. Astaga, Hyun Hae lupa membersihkannya.
“Tidak. Aku sendiri.”
Wanita itu tampak tak percaya. Ia melepaskan jaket kulitnya dan memamerkan kulit putih pucatnya yang di balut dengan baju bertali tipis. Menyentuh-nyentuh sayur dengan jemarinya, wanita itu terkekeh. “Kau yakin kau hanya sendiri, sayangku? Kurasa kau tak pernah menyukai sayur.”
Kyu Hyun sepertinya tak ingin mengubris itu. matanya tersirat semakin tajam. “Apa yang kau lakukan disini?”
“Astaga, kau kasar sekali padaku.” Wanita itu berpura-pura terkejut dan mencoba memamerkan wajah lugu yang dibuat-buat. “Kau tidak merindukan aku, ya?”
Kyu Hyun mendengus, ia memalingkan wajahnya muak. Wanita itu tampak tak ingin menyerah. Ia membuang jaket kulitnya ke lantai dan menyentak tubuh Kyu Hyun agar memeluknya erat. “Aku merindukanmu, sayang.”
Hyun Hae terkejut. tentu saja ia terkejut. fakta bahwa Kyu Hyun menyembunyikannya sehabis mereka berciuman panas membuat dada Hyun Hae sesak. ia tak akan mampu lagi melihat lebih banyak terlebih jika wanita itu masih menempel di tubuh Kyu Hyun. Jadi, ia mengunci pelan pintu kamar Kyu Hyun dan berjalan mundur hingga terduduk di ujung ranjang.Hyun Hae berdiam diri disana, tak ingin melakukan apa-apa. Yang ia pikrikan adalah keluar dari kamar ini dan itu tentu saja sampai wanita sialan itu pulang.
***
Ji Sun House, Jeju Island. 6 Maret 2016
Suara Ji Sun yang memanggil namanya tiga kali menyadarkan Hyun Hae dari salah satu kilas ingatannya. Ia tersentak, matanya menatap Ji Sun gugup saat berkata, “Ya?”
Ji Sun tampak sangat perhatian. Senyuman lembut terukir pada bibirnya yang merah. “Kau baik-baik saja?”
Hyun Hae tak akan pernah mengatakan yang sejujurnya, terlebih jika Kyu Hyun masih duduk di situ dan kali ini ikut-ikutan memasang wajah khawatir.
“Aku baik-baik saja, Ji Sun-sii.” Hyun Hae berdeham. Ia mengeluarkan catatan kecilnya yang berada di dalam tas untuk menulis pesanan kue yang disebutkan oleh Ji Sun, setelah itu mengembalikannya masuk kedalam tas. “Aku rasa tugasku sudah selesai. Aku akan menelponmu lagi, nanti.”
“Apa kau perlu uang di muka untuk membeli bahan-bahan kue? Kurasa pesananku sangat banyak.”
Hyun Hae tertawa lepas. Memamerkan lesung pipi-nya yang cantik. “Tidak perlu, Ji Sun-ssi. Aku rasa bahan-bahan yang baru kubeli cukup untuk membuat kue-kuemu.” Hyun Hae melirik Kyu Hyun sekilas lalu berdiri yang diikuti oleh Ji Sun. “Aku..aku pergi Ji Sun-sii.”
Ji Sun terlihat sangat senang. Ia menghela napas riang lalu memeluk Hyun Hae. “Terimakasih. Oh, ya, apa kau perlu tumpangan? Kyu Hyun mengatakan bahwa ia akan pulang ke apartemennya. Aku rasa Kyu Hyun tak akan keberatan untuk mengantarmu, bukan begitu, Kyu?”
Kyu Hyun masih duduk di sofa dengan kedua tangan bertaut. Ia menganggkat sebelah alisnya dan berdiri di samping Ji Sun. “Tentu saja,” Kalimat Kyu Hyun menggantung. Ia beralih memainkan alisnya kearah Hyun Hae. “Asal dia bersedia.”
“Tidak perlu. Aku rasa aku bisa pulang sendiri. Temanku sudah menunggu untuk menjemputku. Jadi, kalian…”
“Teman? Teman pria? Kau membawa pacarmu kesini.” Kyu Hyun maju satu langkah mendekat. Entah kenapa ia terdengar emosi saat mengatakannya.
“Tidak. Bukan pacar.” Sangkal Hyun Hae ketus.
Astaga, apa yang dipikirkan pria ini. Pacar? Oh, demi Tuhan, hal terakhir yang dibutuhkan oleh Hyun Hae adalah seorang suami yang siap menjadi ayah untuk Hyun Ji. Lagipula ia sudah mengatakan teman, dan pria itu sepertinya memiliki pendengaran kurang baik.
Hyun Hae sedang tak ingin bertengkar. Dan rasanya sudah lama sekali ia tak beradu mulut dengan Kyu Hyun. Ia tak lagi memiliki minat untuk itu, terlebih di depan Ji Sun. Tidak. Hyun Hae mengatakan pamit pada Ji Sun dan berjalan melewati Kyu Hyun yang masih memencingkan matanya.
“Kim Hyun Hae!”
Nada tinggi dalam suara Kyu Hyun memecah kesunyian. hyun Hae berhenti melangkah dan berdiri tepat didepan pintu. ia tak berani untuk berbalik dan sejujurnya ia tak mempunyai kekuatan untuk membalikan tubuhnya dan menatap Kyu Hyun.
Kyu Hyun terlihat menakutkan dengan mata kelamnya, ia melihat Hyun Hae yang memunggunginya didepan pintu. “Aku akan mengantarmu pulang. Kita harus biacara,” kali ini ia terdengar lebih tenang namun tak bergerak.
Hyun Hae keras kepala. Ia menggeleng. “Aku harus pulang sekarang…”
“Jika kau memang bersikeras, maka aku akan mengendongmu melewati pintu itu dan aku tak peduli kau marah padaku atau tidak,” ancam Kyu Hyun.
Hyun Hae sama marahnya. Ia berbalik dan melihat Kyu Hyun sengit. “Jangan coba-coba, tuan Cho. Aku bukan seseorang yang bisa kau perintahkan dan sekarang aku harus pulang, masa bodoh jika kau menggeretakku dan mengancam apapun itu. aku tak peduli.”
Kyu Hyun mendengus. “Kau ingin mencobanya? Baiklah, buka pintu itu dan pergi. Aku akan menghitung dari satu sampai tiga, jika kau benar-benar melangkahkan kakimu maka aku akan benar-benar melakukanya.”
Hyun Hae mengigit bibirnya tanda perlawanan. Ia tak akan peduli pada Kyu Hyun. Itu hanya gertakan, dan ia sama sekali tak takut. Tak mau berlama-lama disini, Hyun Hae mengangkat tangannya memegang gagang pintu yang bersamaan dengan suara Kyu Hyun yang mulai berhitung. “Satu.”
“Dua.” Hitungan itu terdengar saat Hyun Hae memutar kenop pintu dan..
“Tiga.” Pintu terbuka.
Hyun Ha akan melangkah keluar. Ia hampir melakukannya saat Kyu Hyun setengah berlari mendekat, ia melingkarkan lengannya pada kedua paha Hyun Hae dan mengangkat.
“Cho…Cho Kyu Hyun! Apa yang kau lakukan? Sialan, turunkan aku, Cho Kyu Hyun. Cho Kyu Hyun.” Hyun Hae yang menjerit ke bahunya. Ia benar-benar memikul Hyun Hae di bahu.
“Aku sudah mengatakan padamu jika kau masih bersikeras maka aku akan melakukannya. Jadi sekarang diamlah dan jadi wanita yang manis.” Kyu Hyun menyeringai dari balik ucapannya. Ia menoleh kearah Ji Sun yang terperangah dan mengabaikan Hyun Hae yang menggeliat di bahunya dan terus menjerit. “Noona, aku pulang. Katakan pada suamimu aku akan menemuinya nanti.” Setelah itu Kyu Hyun melangkah keluar pintu dan menutupnya dengan kaki.
Ji Sun terdiam selama semenit lalu tawanya pecah. Ia memegangi perutnya yang ikut bergetar karena perasaan geli. Sepertinya Ji Sun tak lagi harus melakukan banyak cara untuk membuat kedua orang itu dekat. Karena sekarang mereka sendirilah yang akan menemukan caranya. Ji Sun tak lagi harus menunjukkan jalannya.
Mengusap matanya yang berair, Ji Sun menarik napas dan menghembuskannya pelan. “Aku harap kali ini kau tak akan mengecewakanku, Cho Kyu Hyun.”
No comments :
Post a Comment