“Perfection” –-sekuel FF “Please Stop Teasing Me, Cho Kyuhyun!”—
Author : Yarica Eryana (Yoon Yeon Hyo)
Facebook : Icha Yarica Eryana
Twitter : @IchaGaemGyu
Main Cast : Kyuhyun Super Junior a.k.a Cho Kyu Hyun
Yoon Yeon Hyo
Sub cast : L Infinite a.k.a Kim Myung Soo
Genre : AU!, Romance, Comfort, Little Hurt
Disclaimer : CHO KYUHYUN IS MINE XD *ditabok Sparkyu
Super Junior milik ELF, tapi Kyuhyun dan Fanfiction ini hanya milik Yeon Hyo XD
Credit pict : Cover FF by @Jjea_
Rating : PG15+
Length : 10.353 words.
Recommended Song :: Super Junior-M – Perfection
Super Junior K.R.Y – Loving You
Infinite – Be Mine
NOTE : Ini mungkin Fanfiction Hyo-Kyu paling ROMANTIS yang pernah ku buat =.=’
Edisi spesial ulang tahunku yang ke-21 tahun XD *tebar menyan*
Jadi, jangan heran kalau banyak kalimat-kalimat romantis yang ku sebarkan dalam Fanfiction ini. Wkwkwkkw
FF “Perfection” [OneShoot]
“Ah ya, bagus sekali. Kenapa tidak sekalian saja ibumu menyuruhku belajar menjahit baju sendiri?” tanya seorang wanita muda yang membuat pria di sampingnya mendengus. Wanita itu menghela napas berat dan kemudian kembali menatap langit-langit kamarnya sambil tersenyum kecut.
“Kau tahu sendiri kan, kalau aku ini tidak bisa memasak dengan benar.”
“Ya. Aku tahu, tapi aku tidak bisa melarang Eomma untuk memintamu memasak saat perjamuan makan besar keluarga Cho minggu depan. Setidaknya dia sudah berbaik hati karena telah memberitahumu jauh-jauh hari. Kau bisa belajar memasak beberapa masakan sederhana dalam waktu seminggu,” jawab pria itu sambil memiringkan tubuhnya ke arah kanan. Memamerkan senyumannya yang menawan pada wanita itu.
“Ibumu memang baik sekali. Tapi itu semua tidak bisa mengubahku menjadi wanita yang pandai memasak dalam waktu sekejap. Aku bahkan tidak bisa memasak ramyeon dengan benar. Kau tahu itu, kan?”
“Aku bisa mengajarimu memasak,” balas Kyu Hyun percaya diri. Yeon Hyo tertawa kecil.
“Kau bahkan tidak becus memasak ramyeon, sama sepertiku. Bagaimana caranya kau mengajariku memasak, hm? Kau terlalu memaksakan diri, sayang,” ucap Yeon Hyo sambil menepuk pelan pipi Kyu Hyun. Pria tampan itu tersenyum lagi.
“Memangnya kenapa? Kita bisa belajar memasak bersama-sama. Suami istri mempelajari sesuatu secara bersama. Kedengarannya romantis. Sebuah kehidupan rumah tangga yang sempurna, bukan?”
“Ah kau benar. Sempurna,” sahut Yeon Hyo sambil menghela napas berat. Wanita itu kembali memikirkan soal kehidupan rumah tangga mereka yang di katakan Kyu Hyun sebagai kehidupan yang sempurna. Memangnya apa yang membuat kehidupan mereka terasa sempurna? Yeon Hyo tidak bisa melakukan pekerjaan rumah dengan benar. Mereka masih memakai empat orang pembantu untuk mengurus semuanya. Kyu Hyun kaya dan Yeon Hyo juga tidak kekurangan uang. Jadi apa lagi yang mereka butuhkan sebenarnya?
“Ada hal yang harus ku sampaikan padamu,” ucap Kyu Hyun sambil membelai wajah Yeon Hyo dengan lembut. Wanita itu kembali menatapnya.
“Apa?”
“Eomma menginginkan cucu secepatnya,” lanjut Kyu Hyun yang membuat Yeon Hyo terdiam. Ini adalah hal yang paling di takutkan oleh Yeon Hyo. Wanita itu sudah bisa menebak jika pada akhirnya, Ha Na –ibu Kyu Hyun— menanyakan soal itu lagi.
“Kenapa?” tanya Kyu Hyun begitu menyadari wajah Yeon Hyo yang berubah menjadi pucat. Wanita itu menghela napas dan berusaha mencerna ucapan Kyu Hyun beberapa detik yang lalu. Apakah kehidupan sempurna harus memiliki seorang anak secepatnya?
Yeon Hyo tidak dapat memungkiri kalau ia juga menginginkan keturunan. Sama seperti ibu Kyu Hyun yang menginginkan cucu untuk menjadi penerus keluarganya. Tapi setelah dua tahun mereka menikah, Yeon Hyo belum menunjukkan tanda-tanda akan mengandung janin yang mereka tunggu-tunggu sejak lama. Semuanya berlangsung seperti biasa, tidak ada yang istimewa kecuali ulang tahun pernikahan mereka yang ke dua tahun, minggu lalu.
Saat ulang tahun pernikahan itu, Kyu Hyun memberikannya kejutan yang banyak sekali. Termasuk mengajaknya liburan ke Thailand tiga hari berturut-turut. Yeon Hyo sangat senang, tapi hadiah dari mertuanya justru membuat wanita itu terpuruk. Mertuanya memberikan hadiah perlengkapan bayi dengan begitu mewah. Semuanya serba di pesan secara khusus, hanya untuk bayi mereka yang bahkan belum ada di dunia ini.
“Katakan pada Eomma, aku akan segera memeriksakan diri ke rumah sakit,” ucap Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun menghela napas panjang.
“Bukan hanya kau, tapi juga aku. Karena tidak mungkin aku membiarkanmu memeriksakan diri sendirian, bukan? Mungkin juga semuanya karena aku, bukan kau,” ujar Kyu Hyun yang membuat Yeon Hyo tersenyum. Suaminya ini sudah ‘sedikit’ berubah, Kyu Hyun lebih perhatian padanya dan melakukan hal-hal kecil yang sebenarnya menurut Yeon Hyo sangat romantis.
“Baiklah, jika kau memaksa,” balas Yeon Hyo sambil berusaha duduk di tepian tempat tidur dan mengalihkan pandangan matanya dari raut wajah tampan Kyu Hyun. Awalnya pembicaraan mereka pagi ini hanya menyangkut soal perjamuan makan malam yang akan di selenggarakan minggu depan. Ibu Kyu Hyun meminta Yeon Hyo untuk menyumbangkan salah satu masakan terbaiknya untuk di santap bersama-sama. Tapi kenapa arah pembicaraan mereka lantas melenceng dan menjurus soal keturunan yang belum bisa Yeon Hyo berikan sampai sekarang?
“Kau tidak apa-apa, Yeon Hyo-ya?” tanya Kyu Hyun sambil menyusul Yeon Hyo yang sudah lebih dulu beranjak dari tepian tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi yang terletak di salah satu sudut ruangan kamar mereka.
“Aku tidak apa-apa,” sahut Yeon Hyo sambil menghela napas berat. Wanita itu sama sekali tidak membalikkan tubuhnya untuk sekedar menatap Kyu Hyun saat berbicara. Dia tidak berani.
“Suaramu yang seperti itu, menunjukkan kalau kau tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja, sayang.”
Yeon Hyo tersenyum kecut dan memutarkan tubuhnya secara perlahan. Ia ingin melihat wajah tampan itu lagi. Dan entah untuk alasan apa, ia merasa tidak akan pernah bosan menatap raut wajah Kyu Hyun lama-lama.
“Ya. Seperti yang kau lihat. Aku tidak dalam keadaan yang kurang baik. Tapi tidak apa-apa selama kau ada di sini. Kau tidak ke kantor hari ini, kan?” tanya Yeon Hyo sambil menggeleng-gelengkan kepalanya saat menyadari kalau Kyu Hyun tidak memakai baju. Pria itu hanya mengenakan celana pendek putih yang sedikit kebesaran. Lucu sekali. Tapi hal itu membuat kulit putih susunya terekspos dengan sempurna. Perfect.
“Hari minggu, sayang. Bagaimana mungkin aku membiarkan satu hari libur dalam seminggu penuh ini dengan memelototi berkas-berkas menyebalkan yang membuatku merasa pusing seharian itu, hm? Lebih baik di rumah, mengobrol denganmu. Itu jauh lebih menyenangkan,” sahut Kyu Hyun sambil turun dari tempat tidur dan berjalan menghampiri Yeon Hyo. Pria itu lantas mengecup dahi Yeon Hyo sekilas. Yeon Hyo tertawa.
“Dan hari minggu adalah hari yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat pertengkaran, bukan? Setidaknya kita punya satu hari dalam seminggu untuk tidak membuang kalori yang kita punya dengan bertengkar seperti biasa. Kau selalu bersikap manis saat hari minggu, sayang,” ucap Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun ikut-ikutan tertawa.
“Hari minggu adalah hari yang tepat untuk beristirahat, bukan? Karena mulai hari senin, kita akan melakukan aktifitas seperti biasa. Seperti berdebat soal warna bed cover merah muda yang menyiksa mataku itu atau tentang keinginanmu memelihara kelinci.”
“Yak! Cho Kyu Hyun!”
“Hahaha!”
****
“Tersenyum.
Karena dengan tersenyum, secara tidak langsung kau mengatakan pada dunia kalau kau bahagia bersamaku.”
–Perfection-
****
“Ini yang kau sebut dengan ‘ramyeon’, hm? Rasanya terlalu asin, tidak enak!” ucap Kyu Hyun yang membuat Yeon Hyo mendengus kesal.
“Yak! Aku sudah berusaha membuatnya semampuku, bodoh! Berhenti memberi komentar yang tidak penting! Makan dan habiskan semuanya!” balas Yeon Hyo setengah berteriak. Kyu Hyun menggeram.
“Astaga! Apa dosaku sampai Tuhan memberikanku istri yang tidak becus melakukan apa-apa sepertimu, hah?! Sudahlah, aku sarapan di kantor saja,” seru Kyu Hyun sambil bergegas bangkit dari tempat duduknya. Pria itu lantas menyambar tas kerjanya yang berwarna hitam kelam dan mulai berjalan meninggalkan Yeon Hyo yang wajahnya sudah memerah, menahan emosi.
“Kau tidak boleh menyisakan makananmu, Tuan Cho!”
Yeon Hyo bangkit dari tempat duduknya dan menyusul Kyu Hyun yang sudah membuka pintu utama rumah mereka. Wanita itu mencengkram pergelangan tangan Kyu Hyun dan menahannya sekuat tenaga. Kyu Hyun berhenti.
“Ada apa?” tanya Kyu Hyun dengan raut wajah sedingin es. Kalau hari minggu kemarin, mereka akan berlomba-lomba mengucapkan kalimat-kalimat romantis dan melontarkan panggilan ‘sayang’, tapi pada hari biasa, Yeon Hyo dan Kyu Hyun sama sekali tidak melakukan hal itu. Mungkin kata-kata ‘bodoh’ adalah panggilan yang paling romantis sejak hari senin sampai hari sabtu.
“Aku akan belajar memasak mulai hari ini. Semalam aku sudah menelepon Heon Jin Eonni dan mengatakan kalau aku membutuhkan seorang koki restoran terkenal untuk mengajarkanku memasak sesuatu. Ternyata ia kenal dengan salah satu koki yang juga pemilik sebuah resto dan toko kopi terkenal di Gwangjin. Koki itu akan datang siang ini dan mulai mengajariku,” ucap Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun terdiam. Pria itu lantas membalikkan tubuhnya dan menatap Yeon Hyo dengan sorotan mata tajam.
“Kau akan belajar memasak?” tanya Kyu Hyun yang hanya dibalas dengan anggukan ringan Yeon Hyo. Pria itu tersenyum kecil dan mengacak pelan rambut kecoklatan yang di miliki oleh Yeon Hyo. Tampak senang dengan keputusan istrinya itu.
“Belajarlah yang tekun. Semoga berhasil. Aku pergi dulu,” ucap Kyu Hyun sambil mencubit pipi Yeon Hyo gemas. Pria itu lantas kembali berbalik dan meninggalkan Yeon Hyo yang terkejut dengan perlakuan tiba-tiba suaminya itu. Tapi bukankah Kyu Hyun sering melakukan hal yang tidak terduga seperti ini? Marah-marah, berteriak tidak jelas dan beberapa menit kemudian berubah menjadi pria yang lembut dan penuh kasih sayang. Yeon Hyo seharusnya sudah biasa dengan hal ini, bukan? Lalu kenapa matanya terasa memanas?
“Ya. Hati-hati.”
****
“Aku ingin waktu berjalan beratus kali lebih cepat, agar aku bisa pulang ke rumah dan melihat wajahmu lagi.
Berpisah denganmu sebentar saja, benar-benar membuat diriku tersiksa.
Sakit sekali.”
–Perfection-
****
Kyu Hyun mengerjap-ngerjapkan matanya yang terasa lelah. Pria itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sekilas dan tersenyum kecut. Masih jam dua siang. Itu berarti ia harus bersabar untuk tiga jam ke depan dengan berkas-berkas yang seperti tiada habisnya. Entah kenapa, hari ini Kyu Hyun begitu merindukan wanita itu. Merindukan wanita yang sudah dua tahun ini hidup bersamanya, tidur di sampingnya dan menyiapkan segala sesuatu untuknya.
Kyu Hyun mencintai Yeon Hyo bukan tanpa alasan. Hanya Yeon Hyo yang mampu menerima Kyu Hyun apa adanya. Mencintai pria itu dengan cara yang berbeda. Dan hanya Yeon Hyo yang berhasil membuat Kyu Hyun merasa betah di rumah, berhasil menyingkirkan ratusan gadis di luar sana dan juga berhasil menawan hati Kyu Hyun untuk tidak pergi kemana-mana. Menurut Kyu Hyun, Yeon Hyo tidak membosankan seperti gadis lain kebanyakan. Sifatnya yang ceria dan cenderung meledak-ledak itu justru menjadi sebuah nilai tambah di samping kecantikan yang wanita itu miliki.
“Kau sedang apa di sana? Apa tidak merindukanku, hm?” ucap Kyu Hyun sendirian. Pria itu menatap bingkai foto berukuran sedang yang sejak dua tahun yang lalu menghiasi meja ruang kerjanya. Sebuah bingkai yang memuat potret seorang wanita muda yang cantik jelita sedang tersenyum ke arah kamera.
“Walaupun aku selalu bertengkar denganmu. Tapi kau harus tahu satu hal, aku mencintaimu lebih dari pada yang kau bayangkan selama ini. Jadi jangan pernah berpikir kalau aku akan meninggalkanmu hanya karena seorang anak. Tidak, kau lebih berharga dari pada apapun yang ku miliki di dunia ini. Aku lebih siap kehilangan seluruh harta kekayaanku dari pada harus kehilanganmu, Yeon Hyo-ya.”
Kyu Hyun menghela napas berat dan beralih memandang ke arah jendela. Memperhatikan titik-titik air yang menempel di balik kaca tebal kantornya itu. Ini lantai empat belas, jadi ia bisa menikmati pemandangan kota Seoul dari tempat setinggi ini dengan cara menghiasi ruangan kerjanya dengan cukup banyak kaca tebal untuk menyegarkan pandangan. Dan dari titik-titik air itulah, Kyu Hyun tahu kalau saat ini sedang hujan deras. Cuaca yang paling di benci oleh Yeon Hyo.
“Kau baik-baik saja di sana kan, sayang?”
****
“Khawatir itu adalah perasaan di saat kau tak ada di sampingku, tapi bayanganmu menguasai pikiranku.”
–Perfection-
****
Yeon Hyo menghela napas. Koki itu berjanji akan datang ke rumahnya jam dua siang ini. Dan Yeon Hyo sudah menanti kedatangan koki muda itu dengan cukup sabar, hingga akhirnya sebuah mobil hyundai berwarna putih memasuki halaman rumahnya dengan perlahan. Yeon Hyo bangkit dari sofa saat mendengar deru mesin mobil berhenti dan seseorang mengetuk pintu rumahnya.
“Ya. Ada perlu apa?” tanya Yeon Hyo begitu membuka pintu rumahnya yang terbuat dari kayu itu. Yeon Hyo sontak membisu saat matanya menangkap sesosok tubuh putih tinggi yang langsung membuatnya hampir saja terhuyung ke belakang.
“Kau?” desis Yeon Hyo parau. Pria itu lantas membuka kaca mata hitamnya dengan cepat dan meneliti raut wajah Yeon Hyo yang mendadak pucat pasi. Mata elangnya seakan mengintimidasi, menunjukkan kalau dia bukan orang sembarangan.
“Yeon Hyo-ssi?” ucap pria itu sambil memiringkan kepalanya dan tersenyum tipis. Yeon Hyo terkesiap.
“Jadi… benarkah ini kediaman keluarga Cho? Kenapa kau bisa ada di sini?” tanya pria itu yang membuat Yeon Hyo gelagapan. Wanita itu benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Bagaimana mungkin sebuah kebetulan yang sejak dulu tidak ia inginkan ini terjadi begitu saja? Bahkan di saat hidupnya sudah benar-benar terasa sempurna?
“Aku–”
“Jangan bilang kalau kau sudah menikah dengan pria lain,” sela pria itu yang membuat Yeon Hyo menelan ludah. Kenapa ia selalu merasa gugup jika berhadapan dengan pria ini?
“Aku memang sudah menikah dua tahun yang lalu. Dengan–”
“Aku tidak mau mendengarnya,” sela pria itu lagi. Yeon Hyo menghela napas berat dan tersenyum.
Kim Myung Soo adalah pria yang pertama kali menyatakan cinta pada Yeon Hyo saat mereka masih duduk di bangku sekolah menengah. Tapi Yeon Hyo sama sekali tidak merasakan sensasi jatuh cinta pada pria itu. Perasaannya biasa saja. Ia menganggap Myung Soo sebagai orang yang mendadak menjadi temannya, karena sebelumnya mereka tidak pernah bicara satu sama lain.
Yeon Hyo tidak menjawab pernyataan cinta itu. Tidak menerima, juga tidak menolaknya. Hingga pada akhirnya Myung Soo terpaksa pindah ke Osaka karena ayahnya membuka cabang resto baru yang lebih besar di sana. Komunikasi mereka terhenti begitu saja sejak Myung Soo pindah. Dan Yeon Hyo tidak menyangka kalau mereka akan bertemu lagi setelah bertahun-tahun tidak saling bertatap muka.
“Akhirnya kita bertemu lagi. Kau masih tidak bisa memasak, Yeon Hyo-ssi?” tanya Myung Soo sambil tetap berdiri pada posisinya semula. Di ambang pintu rumah keluarga Cho tanpa berniat untuk masuk ke dalam sebelum dipersilahkan oleh Yeon Hyo.
“Ya. Itu sebabnya aku meminta tolong sepupuku untuk mencarikan guru masak yang dapat mengajariku beberapa resep sederhana. Aku tidak tahu kalau koki yang akan mengajariku memasak itu adalah kau, Tuan Kim,” ucap Yeon Hyo sambil tersenyum kecut. Myung Soo tertawa. Pria itu semakin terlihat tampan saja.
“Kebetulan yang cukup bagus, bukan? Setidaknya aku bisa bertemu denganmu lagi walaupun keadaannya sudah jauh berbeda. Jadi, kapan kita akan memulai semuanya? Hari ini atau besok?”
“Menurutmu?” sahut Yeon Hyo balik bertanya. Pikirannya tiba-tiba melayang entah kemana. Sama sekali tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.
“Sekarang saja. Lagi pula aku sudah berada di sini. Kau sudah menyiapkan bahan-bahannya, bukan? Kita mulai dengan masakan yang paling sederhana.”
****
“Rindu merengkuh jiwa, merasuk kalbu dan mengunci pikiranku di dalamnya.
Menerbangkan anganku tentang dirimu yang tak terjangkau oleh pandangan mataku.
Apakah kau baik-baik saja?
Aku tidak sedang baik-baik saja karena sakit merindukanmu.”
–Perfection-
****
“Bagaimana keadaan Yeon Hyo? Apakah dia belajar dengan baik?” tanya Kyu Hyun sambil kembali menandatangani berkas-berkas yang tinggal sedikit lagi di hadapannya itu. Setidaknya sudah menyusut ketimbang dua jam yang lalu. Tangan kanannya sibuk memegang pena dan mencoret-coret semampu yang ia bisa, sedangkan tangan kirinya memegang ponsel.
“Ya. Eomma sudah melihatnya, bukan? Dia benar-benar belajar dengan sungguh-sungguh,” ucap Kyu Hyun dengan maksud membela. Pria itu lantas menajamkan pendengarannya saat suara wanita paruh baya itu mulai memberitahu soal koki yang bertugas mengajar Yeon Hyo memasak.
“Apa? Terlalu tampan untuk ukuran seorang koki? Hahaha! Eomma ada-ada saja. Mungkin dia itu pemilik restorannya. Ku dengar, Heon Jin Noona memiliki banyak kenalan pengusaha di bidang itu. Ia juga pasti mengusahakan guru yang terbaik untuk mengajari Yeon Hyo. Tampan itu nilai plus, bukan? Lagi pula aku ini juga tampan,” sahut Kyu Hyun setengah bercanda. Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya saat ibunya itu kembali menceritakan soal koki yang kini masih berkutat di dapur bersama Yeon Hyo. Berdua saja.
Tunggu dulu! Kenapa bagian ‘berdua saja’ itu malah membuat Kyu Hyun merasa sedikit ada perasaan tidak tenang?
“Eomma masih di sana? Hari ini sepertinya aku terlambat pulang. Tolong temani Yeon Hyo sementara aku menyelesaikan berkas-berkas ini. Dia itu hampir sama sepertiku, mudah bosan.”
“Ya. Kalau Eomma masih di rumahku, aku jadi merasa sedikit tenang. Setidaknya Yeon Hyo punya teman mengobrol. Aku akan pulang secepatnya,” ucap Kyu Hyun sambil memutuskan sambungan teleponnya. Kabar yang perlu ia garis bawahi adalah koki itu tampan sekali. Dan Kyu Hyun tahu kalau ibunya tidak akan sembarangan bicara atau memuji seseorang semudah itu jika tidak benar-benar ada. Jadi kemungkinan besar, koki ini memang tampan sekali. Mungkinkah ketampanannya melebihi Kyu Hyun?
Kyu Hyun adalah tipe pria pencemburu yang tidak suka jika Yeon Hyo berdekatan dengan pria lain. Dan Yeon Hyo juga mempunyai sifat seperti itu. Jika memang itu benar, berarti ibunya menginginkan Kyu Hyun untuk mengecek keadaan Yeon Hyo dengan cepat sebelum semuanya terlambat.
****
“Berusaha untuk menjadi yang terbaik adalah caraku menghargaimu.”
–Perfection-
****
“Bagaimana caranya agar benda ini tidak langsung meleleh begitu saja?” tanya Yeon Hyo polos. Myung Soo tertawa.
“Benda? Hahaha! Namanya keju. Kau tidak tahu dengan keju?” sahut Myung Soo yang membuat Yeon Hyo menoleh dan menatap pria itu dengan sadis.
“Tentu saja aku tahu kalau itu keju!” seru Yeon Hyo membela diri. Myung Soo kembali tertawa.
“Sebaiknya kau gunakan nama-nama bahan masakan dengan benar agar mempermudahmu untuk mengingat. Jangan menyebut mereka dengan kata ‘benda itu’ atau ‘benda ini’. Kau tidak akan ingat apapun setelah kau selesai memasaknya. Dengarkan nasihatku ini dengan baik,” ucap Myung Soo sambil kembali memotong-motong keju menjadi dadu kecil-kecil. Pria itu lantas memasukkan potongan keju itu ke dalam piring berukuran sedang dengan hati-hati. Menghiasnya dengan rapi.
“Sebaiknya kau tambahkan keju setelah pancake-nya sudah siap untuk di santap. Bukan pada saat memasaknya, keju itu akan meleleh jika terkena panas. Mengerti?” tambah Myung Soo yang hanya dijawab dengan anggukan ringan Yeon Hyo.
“Sekarang berikan ini pada ibu mertuamu. Setidaknya kau akan di anggap sebagai menantu yang baik karena telah membiarkannya merasakan hasil kreasimu untuk pertama kali. Jangan takut gagal, karena sebuah keberhasilan itu terkadang harus melalui kegagalan terlebih dahulu.”
“Baiklah,” sahut Yeon Hyo pelan. Wanita itu tampak ragu saat menerima piring berisi dua pancake hangat itu dari tangan Myung Soo. Ia pun segera bergegas keluar dari dapur dan mencari ibu mertuanya yang tadi terlihat sedang menonton televisi.
“Eomma,” panggil Yeon Hyo yang membuat wanita paruh baya itu menoleh.
“Ya?”
“Ini hasil masakanku hari ini. Sederhana, tapi aku sudah berusaha untuk membuatnya sendiri,” ucap Yeon Hyo yang di sambut dengan senyuman cerah dari Ha Na. Ini yang ia inginkan dari menantu satu-satunya itu. Memasakkan sesuatu untuk di makan olehnya. Menantu yang baik, bukan?
“Sini. Akan ku coba dengan senang hati,” ucap Ha Na senang. Wanita paruh baya itu lantas menerima piring berukuran sedang itu dari Yeon Hyo dan mulai meraih garpu.
Ha Na tersenyum kecil dan mulai menyuapkan potongan pancake itu ke dalam mulutnya dengan hati-hati. Wanita paruh baya itu mengunyah sebentar dan tampak benar-benar merasakan sensasi yang tengah bercampur aduk di dalam mulutnya. Yeon Hyo terdiam, wanita itu rasanya tidak cukup berani untuk mendengar komentar Ha Na soal masakannya.
“Yeon Hyo-ya.”
“Ya?” sahut Yeon Hyo tegang. Wanita itu menunduk dalam-dalam, takut mendengar kata-kata yang mungkin akan membuat hatinya terasa sakit.
“Pancake memang masakan sederhana. Tapi kau membuatnya jadi luar biasa. Ini enak sekali, Yeon Hyo-ya. Rasanya hangat dan manis. Kyu Hyun harus mencobanya,” ujar Ha Na yang membuat Yeon Hyo mengangkat wajahnya dan menatap ibu mertuanya itu dengan pandangan tak percaya.
“Sungguh?”
“Ya, ini benar-benar enak. Kau mau coba?” tanya Ha Na yang dijawab dengan gelengan ringan Yeon Hyo. Wanita itu terlalu senang.
“Tidak. Terima kasih, Eomma. Aku sudah merasa senang kalau kau menyukainya,” jawab Yeon Hyo sambil tersenyum.
“Kau memang menantu yang baik. Tidak salah aku menjodohkanmu dengan Kyu Hyun. Sudah malam Yeon Hyo-ya. Sepertinya latihan memasakmu hari ini di akhiri dulu. Besok pagi lanjutkan lagi, okay?” ucap Ha Na lembut. Yeon Hyo mengangguk. Wanita cantik itu lantas pamit untuk kembali ke dapur setelah Ha Na menghabiskan pancake-nya dan memastikan Kyu Hyun akan menikmati pancake yang sama nanti malam.
Yeon Hyo masuk ke dalam dapur mewah itu dengan perasaan gembira. Wanita itu bersiul riang dan meletakkan piring pancake yang sudah kosong di depan Myung Soo yang menantinya dengan sabar. Pria itu mengangkat wajahnya dan menatap Yeon Hyo lembut, tanda meminta penjelasan.
“Ibu mertuaku sangat menyukainya. Terima kasih atas hari ini. Terima kasih banyak, Myung Soo-ssi.”
“Tak perlu sungkan. Lagi pula ini memang sudah jadi tugasku, bukan?” sahut Myung Soo sambil bangkit dari tempatnya duduk. Pria itu tersenyum. Tampan sekali.
“Ah ya, satu hal lagi. Suamimu bernama Cho Kyu Hyun? Selamat kalau begitu, sayang sekali aku tidak sempat bertemu dengannya hari ini. Mungkin lain hari,” tambah Myung Soo sambil mulai melepaskan celemek putih yang sejak tadi melekat di tubuhnya yang sempurna.
Myung Soo memiliki tinggi seratus delapan puluh sentimeter, sama persis seperti Kyu Hyun. Kulitnya putih dengan mata elang yang tajam. Hidungnya mancung, suaranya lembut dan senyumannya benar-benar menawan. Yeon Hyo sempat berpikir, kenapa dulu ia tidak menerima Myung Soo sebagai kekasihnya saja? Pria itu adalah lelaki paling tampan satu sekolah dan jatuh cinta pada Yeon Hyo yang kelakuannya kadang di luar akal sehat. Kenapa Yeon Hyo dengan bodohnya menelantarkan pria bernilai tinggi dengan ketampanan di atas rata-rata itu tanpa merasa bersalah?
“Besok kita mulai jam sembilan pagi,” ucap Yeon Hyo yang membuat Myung Soo mengernyit.
“Kenapa tidak jam delapan saja? Heon Jin mengatakan padaku untuk datang jam delapan pagi.”
“Tidak. Aku belum bangun dan bersiap. Aku biasa bangun jam delapan pagi dan menyapa Kyu Hyun sebelum ia pergi ke kantor sekitar jam setengah sembilan. Jadi, jam sembilan baru aku benar-benar merasa siap,” jawab Yeon Hyo sambil tersenyum kecil. Myung Soo mengangguk.
“Baiklah. Besok jam sembilan pagi, okay?”
****
“Bahagia itu adalah…
Ketika aku pulang ke rumah dengan tubuh yang lelah, aku mendapatkan penawar yang manis saat melihatmu tersenyum padaku.”
–Perfection-
****
“Kau lembur?” tanya Yeon Hyo begitu sesosok pria terlihat masuk ke dalam ruangan kamarnya sesaat sebelum wanita itu memejamkan matanya yang terasa berat.
“Ya. Dan ternyata saat aku pulang, istriku sudah hampir meninggalkanku dan pergi ke alam mimpi sendirian,” sahut Kyu Hyun setengah menyindir. Yeon Hyo tertawa kecil.
“Aku kan belum tidur, bodoh.”
“Memang belum, tapi hampir,” balas Kyu Hyun tak mau kalah.
“Kau sudah makan pancake yang ku siapkan di atas meja makan?” tanya Yeon Hyo ingin tahu. Kyu Hyun mengangguk. Pria itu lantas mengendorkan lilitan dasi biru itu dari lehernya dan mulai membuka kancing kemeja putihnya satu persatu.
“Ya, rasanya lumayan untuk ukuran pemula sepertimu. Biasanya hancur,” sahut Kyu Hyun cuek. Yeon Hyo mendengus.
“Yak! Kata Eomma, rasa pancake buatanku itu luar biasa!”
“Hahaha! Eomma hanya bermaksud menghiburmu, bodoh. Dia hanya ingin membuatmu semangat.”
“Kau benar. Eomma ingin membuatku semangat dan kau menghancurkan semangatku,” cibir Yeon Hyo yang lagi-lagi membuat Kyu Hyun tertawa renyah.
“Memangnya aku peduli?” balas Kyu Hyun sambil menjulurkan lidahnya. Yeon Hyo mendecak kesal. Sungguh! Ia ingin sekali kalau hari ini adalah hari minggu. Bukan hari senin. Hari dimana Kyu Hyun akan bersikap lembut padanya dan memuji Yeon Hyo setengah mati. Dan untungnya, perjamuan makan besar itu jatuh pada hari minggu malam. Itu berarti Kyu Hyun akan menjadi suami yang paling baik di seluruh dunia.
“Ah sudahlah. Aku sedang malas berdebat denganmu, Cho Kyu Hyun bodoh. Lebih baik aku tidur saja. Selamat malam, evil prince,” ucap Yeon Hyo seraya meraih selimut berbulu warna pink kesayangannya. Wanita cantik itu baru saja akan memejamkan matanya saat Kyu Hyun tiba-tiba saja menghempaskan tubuhnya di samping Yeon Hyo dan menyibakkan selimut itu dan melemparkannya ke lantai.
“Yak! Mau apa lagi? Aku lelah, Kyu Hyun-ah. Aku mau tidur.”
“Kau tidak boleh tidur sebelum menjawab pertanyaanku, Nyonya Cho,” ucap Kyu Hyun tepat di telinga Yeon Hyo. Wanita itu mendengus sebal.
“Katakan dengan cepat.”
“Kau mencintaiku, bukan?”
“Ya.”
“Apakah kau merindukanku saat aku tidak ada?”
“Tentu saja.”
“Setelah sekian lama hidup bersamaku, apakah kau akan merasa bosan?”
“Tidak.”
“Jawaban yang bagus,” puji Kyu Hyun sambil mengecup pelan dahi Yeon Hyo. Wanita itu terdiam. Kyu Hyun biasanya tidak seperti ini, tidak pernah bertanya macam-macam. Karena Kyu Hyun tidak perlu menanyakan hal konyol semacam itu lagi kan? Yeon Hyo adalah istrinya dan tentu saja wanita itu mencintai Kyu Hyun apa adanya. Tidak akan pernah merasa bosan walaupun harus hidup di samping Kyu Hyun sepanjang waktu, menua bersamanya.
“Sekarang kau boleh tidur, sayang,” bisik Kyu Hyun yang membuat jantung Yeon Hyo berdebar lebih cepat. Apa katanya barusan? Sayang? Kenapa panggilan seperti itu bisa keluar pada hari senin? Aneh sekali.
“Selamat malam, Kyu Hyun-ah.”
****
“Karena setiap malam, aku tak kan pernah bosan untuk memastikan kau tetap berada di sisiku esok paginya.
Kau itu ibarat matahari. Sumber cahaya untuk memastikanku tetap hidup normal seperti biasanya.
Tanpa kau, aku mati.
Tak bernyawa sama sekali.”
–Perfection-
****
“Kau lembur lagi hari ini?” tanya Yeon Hyo parau sambil merentangkan tangannya ke udara. Wanita cantik itu menghirup udara sebanyak-banyaknya, seperti takut kehilangan oksigen yang akan membuat paru-parunya mati.
Kyu Hyun tidak menjawab. Pria itu hanya menoleh dan tersenyum kecil. Kemudian tangan kanannya membuka lemari hitam besar itu, menyambar sebuah dasi kotak-kotak berwarna abu-abu dengan gerakan cepat. Tak lama kemudian, Kyu Hyun berjalan ke arah Yeon Hyo yang masih betah berlama-lama di tempat tidur dan menyerahkan dasi itu pada Yeon Hyo.
“Pakaikan,” ucap Kyu Hyun yang membuat Yeon Hyo tertegun.
“Apa?”
“Ck! Tentu saja pakaikan dasi ini, bodoh! Begitu saja tidak mengerti!” sahut Kyu Hyun setengah berteriak. Yeon Hyo mendengus.
Selalu. Setiap pagi di mulai, mereka pasti bertengkar soal hal-hal sepele yang seharusnya tidak penting untuk dibahas. Yeon Hyo egois, begitu juga dengan Kyu Hyun. Mereka sama saja, tidak ada yang mau mengalah dan keduanya sama-sama keras kepala. Terlalu mirip.
“Begitu saja marah,” ledek Yeon Hyo sambil menyambar dasi itu dari tangan Kyu Hyun. Wanita muda itu lantas berdiri dan mulai memakaikan benda kotak-kotak itu pada kerah kemeja Kyu Hyun dengan perlahan. Ia sangat berhati-hati dalam melakukan hal ini. Karena kalau tidak rapi, Kyu Hyun akan mengomel habis-habisan dan membahas soal dasi sampai tengah malam nanti. Dan itu bukan hal yang menyenangkan.
“Aku lembur lagi malam ini. Masih banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan. Tapi nanti siang, Eomma akan menemanimu di sini. Ku harap kau tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Nanti buatkan aku makanan yang sedikit membuatku kenyang. Pancake semalam masih kurang. Aku bahkan kelaparan dua jam sesudahnya dan terpaksa bangun tengah malam.”
“Ya, akan ku usahakan,” ucap Yeon Hyo pelan. Sungguh, ia sedang tidak ingin berdebat pagi-pagi seperti ini dengan Kyu Hyun.
“Setelah mandi, kau harus sarapan. Baru setelah itu kau boleh melanjutkan pelajaran memasakmu. Jangan terlalu lelah, aku tak mau kau sakit. Mengerti?” tambah Kyu Hyun yang hanya dijawab dengan anggukan ringan Yeon Hyo.
“Aku berangkat dulu, jaga diri baik-baik.”
“Ya, hati-hati.”
****
“Hidup adalah putaran waktu yang membuatku menjalani kehidupan seperti biasa.
Melakukan banyak hal seperti biasa.
Tapi tidak mencintaimu seperti biasa, karena cinta itu bertambah setiap detik setiap harinya dalam hidupku.
Hingga aku tak dapat lagi mengukur seberapa besar cinta itu.”
–Perfection-
****
“Ibu mertuamu tidak datang hari ini?” tanya Myung Soo yang membuat Yeon Hyo menghentikan gerakan tangannya dan menoleh ke arah pria itu.
“Tidak. Ia menelepon setelah Kyu Hyun berangkat ke kantor. Katanya mau mengurusi cabang perusahaan di China, berangkat dengan penerbangan siang ini. Dia cukup puas dengan pancake kemarin. Tapi suamiku tidak,” sahut Yeon Hyo sambil tersenyum kecut.
“Kyu Hyun tidak menyukai pancake buatanmu?” tanya Myung Soo lagi. Pria itu lantas menatap Yeon Hyo dengan tatapan tak percaya. Bagaimana mungkin Kyu Hyun tidak menyukai makanan seenak itu?
“Seperti itulah. Dia itu bukan tipe orang yang mudah memuji sesuatu begitu saja. Ada banyak syarat untuk mendapatkan pujiannya.”
“Begitu? Sepertinya kau sudah paham sekali sifat Kyu Hyun,” ucap Myung Soo yang membuat Yeon Hyo menarik sudut bibir kanannya ke atas, tersenyum miring.
“Karena Kyu Hyun adalah orang yang berinteraksi denganku setiap hari. Tentu aku sangat paham sifatnya, bukan?” sahut Yeon Hyo sambil meraih celemek putih yang tergeletak begitu saja di atas meja makan. Wanita itu lantas memakainya dengan gerakan cepat.
“Kita akan belajar memasak apa hari ini?” sambung Yeon Hyo seraya mencuci tangannya menggunakan sabun. Myung Soo mengangkat bahu.
“Terserah kau. Mau masakan sederhana atau yang sedikit berat?”
“Sedikit berat.”
“Kau yakin?” tanya Myung Soo takjub.
“Ya. Kita tidak akan pernah tahu sebelum mencobanya, bukan?”
****
“Bosan.
Membosankan sekali jika tidak bertemu denganmu sebentar saja.
Waktu berjalan lambat dan aku tidak betah.
Aku ingin bertemu denganmu detik ini juga.
Bisa?”
–Perfection-
****
“Aku ingin pulang cepat hari ini. Bisakah rapatnya ditunda besok saja? Pikiranku tidak tenang,” ucap Kyu Hyun yang membuat pria paruh baya itu tersenyum kecil.
“Tidak bisa. Kalau ditunda lagi, akan ada banyak pekerjaan yang terbengkalai. Anda harus tetap memimpin rapat siang ini, Tuan Cho.”
“Tapi–”
“Saya hanya menyarankan apa yang terbaik untuk perusahaan.”
“Baiklah. Tapi aku tidak mau ada satu pun anggota rapat yang terlambat datang. Rapat di mulai jam satu siang nanti,” ucap Kyu Hyun sambil menghela napas berat. Pria paruh baya itu mengangguk.
“Tentu saja, Tuan. Saya permisi dulu.”
Kyu Hyun mengangguk pelan dan kembali berkonsentrasi pada berkas-berkas yang berserakan di hadapannya. Tapi ternyata konsentrasinya mendadak buyar tatkala bayangan raut wajah Yeon Hyo kembali memenuhi pikirannya. Pria itu menghela napas dan beralih menatap bingkai foto berukuran sedang itu sambil tersenyum kecut.
“Kenapa kau suka sekali merecoki pikiranku, hm? Aku bahkan tidak bersemangat untuk memimpin rapat hari ini. Pikiranku sekarang hanya soal rumah, pulang ke sana dan bertemu denganmu. Tidak ada yang lain. Kau sukses membuatku seperti orang bodoh hari ini,” ucap Kyu Hyun sambil menyentuh kaca tipis yang melindungi foto itu dengan lembut. Pria itu menarik sudut bibir kirinya ke atas, tersenyum miring.
Tiba-tiba saja ponsel milik Kyu Hyun bergetar dengan hebat. Pria itu melirik layar ponsel itu sebentar dan menghela napas kasar.
“Ada apa Eomma?” tanya Kyu Hyun begitu terdengar suara seorang wanita paruh baya di ujung sambungan telepon.
“Apa? Yeon Hyo sendirian di rumah? Ya, aku tahu kalau ada pelayan di sana. Tapi bukankah tidak ada yang mengawasinya?”
“Aku tahu kalau dia itu bukan anak kecil lagi. Tapi sekarang bukankah dia sedang belajar memasak dengan seorang koki yang tampan dan kaya? Dan aku bahkan belum bertemu dengan guru masaknya itu. Aku tidak mengenal pria itu, sebenarnya itu alasan kenapa aku mengkhawatirkan Yeon Hyo. Aku tidak mengenal pria itu sama sekali dan tidak pernah bertemu dengannya. Eomma mengerti kan alasanku?”
Kyu Hyun memutar kedua bola matanya dan mendecak kesal. Pria itu lalu mematikan sambungan telepon secara sepihak begitu ibunya menjawab kalau Yeon Hyo akan baik-baik saja karena guru masaknya adalah pria muda yang baik.
Tunggu dulu! Pria muda? Baik? Tampan dan kaya? Kenapa kedengarannya sempurna sekali? Kyu Hyun mengacak-ngacak rambutnya kesal dan bergegas bangkit dari kursi kebesarannya. Yeon Hyo belajar memasak dengan seorang pria tampan tanpa ada yang mengawasi mereka berdua. Wajar bukan kalau Kyu Hyun merasa gelisah? Apa lagi istrinya itu sangat cantik, terlepas dari sikap Yeon Hyo yang suka seenaknya itu.
Kyu Hyun mengendorkan lilitan dasi yang melekat pada kerah bajunya dan membuka dua kancing kemeja paling atas. Pria tampan itu lantas menyambar tas kerjanya yang berwarna hitam dan bergegas meninggalkan ruangan kantor yang mewah itu. Ia harus pulang sekarang, hanya itu yang ada dalam pikiran Kyu Hyun.
Kyu Hyun berjalan melewati beberapa karyawan kantornya yang terheran-heran dengan sikap direktur utamanya itu, tidak biasanya Kyu Hyun terlihat gelisah seperti itu. Seluruh karyawan kantornya juga tahu kalau Kyu Hyun adalah sosok pemimpin yang pembawaannya tenang dan terkesan angkuh karena jarang berbicara. Kyu Hyun selalu serius dalam menangani urusan kantor dan tidak pernah mendahulukan kepentingan pribadinya.
Tapi entah kenapa, hari ini Kyu Hyun terlihat ‘lain’. Dan tidak ada satu pun karyawan kantor itu yang mencegahnya pergi. Hanya beberapa kepala direksi yang menegur pria muda itu secara halus karena tidak sengaja berpapasan di lift kantor. Kyu Hyun hanya menjawab seadanya dan mengatakan kalau rapat dibatalkan hari ini. Raut wajahnya tampak kaku, seperti terjadi sesuatu pada diri pria muda itu. Selebihnya, tak ada yang berani menanyakan kemana pria itu akan pergi.
****
“Saat kau menguasai hatiku, aku tidak bisa mengelak apa lagi menghindar.
Aku sudah benar-benar terjerumus ke dalam jebakan hatimu.
Tak ada jalan keluar untuk lari.
Tak ada cara untuk pergi.”
–Perfection-
****
“Enak tidak?” tanya Yeon Hyo ragu. Myung Soo mengangguk senang.
“Tentu saja enak. Sepertinya kau sudah bisa memasak bulbogi sendirian. Dagingnya terasa empuk sekali, bumbunya juga pas. Kau benar-benar serius belajar memasak. Aku menghargai caramu belajar,” puji Myung Soo yang membuat Yeon Hyo tertawa kecil.
“Kau terlalu memujiku. Kalau bukan karena kau yang mengajariku memasak, mungkin rasa bulbogi itu tidak akan seenak ini. Terima kasih banyak.”
“Terima kasih untuk apa?”
“Terima kasih karena telah mengajariku soal memasak. Dulu aku buta sekali pada bumbu-bumbu dapur. Memasak ramyeon saja tidak becus dan Kyu Hyun selalu memarahiku setiap kali aku menyiapkan sarapan untuknya,” ucap Yeon Hyo sambil terkekeh pelan.
“Benarkah? Hahaha! Suamimu harus mencoba masakanmu yang ini. Ah ya, kau belum mencobanya bukan? Kau harus merasakan masakanmu, Yeon Hyo-ssi,” sahut Myung Soo sambil mengulurkan tangannya ke arah Yeon Hyo. Berusaha menyuapkan potongan daging sapi berbumbu ke dalam mulut wanita itu.
Yeon Hyo tertegun. Wanita itu baru saja akan membuka mulutnya saat terdengar suara pintu dibanting dengan keras. Yeon Hyo dan Myung Soo sontak menoleh dengan kaget dan mendapati sesosok pria tampan dengan wajah semerah tomat tengah menatap mereka berdua dengan penuh kebencian.
Yeon Hyo terkesiap dan mematung di tempatnya duduk. Wanita itu baru saja hendak membuka mulutnya saat pria tampan itu melengos pergi dan meninggalkan ruang makan itu dengan raut wajah penuh amarah. Yeon Hyo bangkit dan menoleh ke arah Myung Soo yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi saat ini.
“Mau kemana?” tanya Myung Soo cepat. Yeon Hyo menggeleng panik.
“Kyu Hyun marah besar. Mungkin salah paham padamu, sebaiknya kau pulang saja. Aku takut terjadi apa-apa. Maafkan aku,” sahut Yeon Hyo dengan raut wajah menyesal. Myung Soo mengangguk.
“Ya. Jaga dirimu baik-baik. Aku pulang. Maaf karena telah membuat suamimu salah paham,” ucap Myung Soo sambil tersenyum. Pria tampan itu lantas melepaskan celemeknya dan melipat benda berwarna putih itu dengan rapi. Myung Soo membungkuk sebentar, tanda berpamitan dan kemudian bergegas pulang. Pria itu lalu menghilang dibalik pintu sesaat sebelum Yeon Hyo keluar dari ruang makan dan bergegas menaiki tangga rumah mewah berlantai dua itu.
Wanita itu berjalan dengan cepat menuju ke arah sebuah kamar yang tertutup rapat. Baru saja Yeon Hyo sampai di depan pintu kamarnya itu, ia menghentikan langkahnya secara mendadak. Wanita itu mendengar suara-suara berisik yang Yeon Hyo yakin adalah suara teriakan Kyu Hyun yang sedang kesal.
Yeon Hyo mulai merasa gugup. Dahi wanita itu mulai basah oleh keringat dingin. Ia takut. Ia takut sekali jika Kyu Hyun marah padanya. Kyu Hyun tidak pernah terlihat sekesal itu.
“Kyu Hyun-ah,” panggil Yeon Hyo sambil membuka pintu kamarnya yang ternyata tidak di kunci itu dengan perlahan. Wanita itu terdiam beberapa saat ketika pemandangan mengerikan terpapar jelas di depan matanya.
Kamar itu berantakan. Sangat berantakan.
“Kau kenapa?” tanya Yeon Hyo berusaha selembut mungkin. Kyu Hyun yang posisinya tengah berguling di atas tempat tidur itu tidak menjawab pertanyaan Yeon Hyo sama sekali. Pria tampan itu hanya menoleh ke arah Yeon Hyo dan menatap istrinya itu dengan sorotan mata tajam yang begitu menusuk, sanggup membuat lutut Yeon Hyo terasa lemas seketika.
“Kau marah padaku?” tanya Yeon Hyo lagi. Kali ini lebih lembut. Wanita itu lantas duduk di tepian tempat tidur setelah sebelumnya menyingkirkan bingkai foto yang sudah retak dari tempat tidur itu. Yeon Hyo menghela napas dan membalas tatapan Kyu Hyun yang terkesan dingin sekali.
“Menurutmu?” sahut Kyu Hyun serak. Biasanya Kyu Hyun akan mengamuk habis-habisan tepat di depan Yeon Hyo dan tidak membiarkan wanita itu menjawab pertanyaannya. Tapi kali ini berbeda, Kyu Hyun tampaknya benar-benar terluka.
“Aku tahu kalau kau marah padaku. Aku minta maaf. Yang kau lihat tadi hanya salah paham kecil. Maaf, Kyu Hyun-ah,” jelas Yeon Hyo sambil tersenyum kecut. Wanita itu lantas mengulurkan tangannya dan berusaha untuk membelai wajah Kyu Hyun. Tapi pria itu menepisnya.
“Kau tahu Yeon Hyo-ya? Berbohong itu tidak baik, sayang,” ucap Kyu Hyun dingin. Pria itu memang memanggil Yeon Hyo dengan sebutan ‘sayang’, tapi dengan cara yang berbeda. Lagi pula bukankah ini adalah hari selasa? Hari dimana panggilan seharusnya itu adalah ‘bodoh’, bukan ‘sayang’.
“Kau benar-benar marah. Aku minta maaf padamu, Kyu Hyun-ah. Aku tidak berbohong, sungguh.”
“Bagaimana bisa aku tahu kalau kau tidak berbohong, hm?” tanya Kyu Hyun sambil tersenyum miring.
“Kau percaya padaku, kan?”
“Sepertinya tidak,” jawab Kyu Hyun datar. Yeon Hyo menghela napas frustasi dan pada akhirnya memutuskan untuk berbaring tepat di samping Kyu Hyun.
“Aku tidak pernah tertarik pada pria lain selain dirimu, Kyu Hyun-ah. Seharusnya kau tahu akan hal itu. Aku–”
“Hanya tertarik, bukan berarti mencintai,” sela Kyu Hyun yang membuat Yeon Hyo terdiam. Kenapa Kyu Hyun berubah menjadi aneh seperti ini? Yeon Hyo lebih suka kalau Kyu Hyun berteriak memarahinya, bukan menyindirnya secara halus seperti yang pria itu lakukan sekarang. Ini bukan gaya Kyu Hyun. Dan Yeon Hyo menyadari hal itu dari awal.
“Aku mencintaimu,” ucap Yeon Hyo yang lagi-lagi membuat Kyu Hyun tersenyum miring.
“Aneh sekali kau hari ini. Biasanya tidak akan mengungkapkan rasa cintamu padaku semudah itu. Kau merasa bersalah? Tentu saja, karena kau memang melakukan kesalahan yang membuatku marah,” jawab Kyu Hyun ketus. Yeon Hyo terdiam.
“Aku marah. Tentu saja aku marah. Bagaimana mungkin istriku bermesraan dengan pria lain sementara aku sibuk mengurusi pekerjaan di kantor? Terpuruk sendirian dengan pikiranku yang melayang entah kemana. Asal kau tahu, setiap aku berada di kantor, pikiranku selalu tertuju pada rumah. Memikirkan kau sedang apa, sudah makan atau belum dan apakah kau merindukanku. Konyol, bukan? Ya, kau boleh menertawakanku sekarang.”
“Dan lucunya lagi, saat aku merasa tidak tahan dan merindukanmu terlalu parah, aku pulang ke rumah secepat mungkin dan mendapatimu tengah tertawa bahagia dengan pria lain yang ku akui sangat tampan. Mungkin bagimu dia itu lebih tampan dari pada aku, hm?”
“Aku tidak pernah merasa semarah ini seumur hidupku, Yeon Hyo-ya. Biasanya aku lebih suka meneriakimu agar emosiku keluar dengan sempurna dan setelah itu aku tidak akan merasa kesal lagi padamu. Tapi kali ini lain, aku terlalu marah sampai-sampai tidak tahu harus bagaimana menghadapimu,” ucap Kyu Hyun panjang lebar sambil menghela napas kasar. Pria itu lalu membalikkan tubuhnya, seperti enggan menatap Yeon Hyo lama-lama.
“Aku minta maaf, Kyu Hyun-ah.”
“Tidak perlu,” sahut Kyu Hyun seraya menarik selimut pink itu untuk menutupi seluruh tubuhnya termasuk wajah. Pria itu lantas memejamkan matanya saat sebuah pelukan hangat melingkari pinggangnya dari belakang.
“Kau tak perlu semarah ini. Aku memang bersalah. Tapi sungguh, aku tidak bermaksud apa-apa. Aku tidak berbohong padamu. Kami belajar memasak dan Myung Soo bilang kalau masakanku hari ini sangat enak, dia mencicipinya. Myung Soo lalu menyarankanku untuk mencoba bulbogi itu sedikit. Tapi baru saja aku mau memakannya, kau datang dan salah paham padaku. Aku tahu kalau aku ini benar-benar bodoh dan tidak berguna. Aku hanya punya kau di sini. Ayah dan ibuku tidak tinggal di Korea. Lalu bagaimana aku melanjutkan hidupku dengan normal jika kau marah padaku?”
“Terserah kau saja,” sahut Kyu Hyun dingin.
“Kyu Hyun-ah.”
“Aku sedang tidak ingin berdebat sekarang. Aku lelah, mau tidur.”
“Tapi ini masih sore,” ucap Yeon Hyo pelan. Kyu Hyun mendengus.
“Aku mengantuk. Tidur juga tidak memandang waktu, bukan?”
“Ya,” sahut Yeon Hyo hampir tak terdengar. Wanita itu melepaskan pelukannya dan kemudian bangkit dari tempat tidur dengan tubuh lemas. Membujuk Kyu Hyun saat marah seperti ini benar-benar sulit.
Yeon Hyo memakai sandal berbulu motif hello kitty miliknya dan mulai bergegas menuju pintu keluar. Wanita itu merasa kalau ia tidak akan tidur di kamar bersama Kyu Hyun malam ini. Tidur sendirian di kamar tamu jauh lebih baik ketimbang menjadi patung di kamar sendiri. Dan Yeon Hyo menyadari, ia harus melakukan sesuatu agar membuat Kyu Hyun mau memaafkannya.
****
“Kata yang ingin paling ku dengar darimu saat ini adalah kata ‘cinta’.
Tolong yakinkan hatiku untuk tetap berada di jalanmu, tidak pergi kemana-mana atau mencari jalan yang lain.
Aku mencintaimu.
Seharusnya kau tahu akan hal itu.”
–Perfection-
****
“Kenapa kau berangkat pagi sekali?” tanya Yeon Hyo begitu Kyu Hyun bangkit dari kursi tempatnya duduk dan menyambar tas kerjanya. Pria itu tidak menjawab, hanya tersenyum kaku.
“Banyak pekerjaan menanti di kantor dan hari ini aku lembur. Tak perlu menungguku pulang, kemungkinan besar aku akan menginap di kantor malam ini,” jawab Kyu Hyun yang membuat Yeon Hyo tertegun. Wanita itu hendak bicara lagi, tapi diurungkannya karena Kyu Hyun mulai berbalik dan berjalan menuju pintu keluar ruang makan. Suatu hal yang tidak biasa.
“Kau masih marah padaku?” tanya Yeon Hyo lagi. Kyu Hyun menghentikan langkahnya dan menghela napas berat. Pria itu tidak menjawab atau setidaknya menoleh, ia sama sekali tidak melakukan hal itu.
“Kyu Hyun-ah.”
Kyu Hyun benar-benar tidak mengeluarkan suaranya dan berlalu dari hadapan Yeon Hyo. Pria itu hanya diam dan berusaha untuk tetap tenang walaupun wajahnya benar-benar terlihat tegang. Kyu Hyun sedang dalam kondisi tidak baik hari ini dan Yeon Hyo menyadari hal itu.
Wanita cantik itu tersenyum kecut saat terdengar suara deru mesin mobil meninggalkan halaman rumahnya. Itu suara mobil Kyu Hyun dan pria itu sama sekali tidak berpamitan pada Yeon Hyo seperti biasanya. Dan itu adalah hal yang aneh.
Yeon Hyo menghela napas kasar dan membereskan piring Kyu Hyun yang isinya masih bersisa banyak. Wanita itu membuatkan sarapan ramyeon untuk Kyu Hyun dan Yeon Hyo sengaja memasukkan garam ke dalam ramyeon itu agar Kyu Hyun berteriak marah padanya seperti biasa. Tapi ternyata Kyu Hyun tidak melakukan hal itu. Ia malah memakan ramyeon buatan Yeon Hyo tanpa suara atau sedikitpun komentar mengejek yang selalu ia lakukan untuk membuat Yeon Hyo merasa kesal.
Kyu Hyun berbeda sekali hari ini dan Yeon Hyo menyadarinya. Dia lebih terlihat seperti orang lain, bukan Cho Kyu Hyun.
****
“Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu.”
–Perfection-
****
Kyu Hyun meletakkan dagunya dengan malas di atas meja kaca tipis itu sambil terus bergumam tidak jelas. Matanya menari-nari, memandangi titik-titik air yang seakan berlomba-lomba membasahi jendela. Pria tampan itu menghela napas berat dan mengalihkan pandangannya ke arah bingkai foto yang masih bertengger manis di atas meja kerjanya. Kyu Hyun tersenyum kecut dan membelai foto itu dengan gerakan kaku, seperti ada goresan rasa sakit saat melihat senyuman yang mengembang muncul dari potret seorang wanita muda cantik yang tampak dalam gambar itu.
Pria itu lalu menghentikan gerakan tangannya dan kembali menatap gerimis yang mulai berubah menjadi hujan deras di luar jendela. Pikirannya kembali melayang entah kemana. “Yeon Hyo tidak suka hujan,” gumam Kyu Hyun lirih. Pria itu menghela napas sejenak dan kemudian bergumam lagi, “Aku berani bertaruh kalau sekarang ia tengah mengomel tidak jelas dan meringkuk di dalam selimut pink menggelikan itu.”
Kyu Hyun tertawa kecil dan mengangkat dagunya. Pria itu lantas membenarkan posisi duduknya yang mulai tidak beraturan sembari memijit-mijit bahunya sendiri yang terasa pegal. Beberapa detik kemudian, Kyu Hyun meraih ponsel dan tampak sibuk menekan layar ponsel canggih itu dengan sentuhan jarinya secara perlahan. Tak lama kemudian, Kyu Hyun menempelkan ponsel putih itu di telinga kirinya sambil tersenyum simpul.
“Semua sudah siap?” tanya Kyu Hyun pelan. Kyu Hyun tampak memusatkan perhatiannya pada suara pria muda di ujung sambungan telepon yang terhalang suara berisik kendaraan yang lalu lalang. Mungkin lawan bicaranya itu sedang ada di jalanan sekarang.
“Ya. Aku tidak mau kalau semuanya gagal. Harus benar-benar sempurna. Mengerti? Aku sudah membayar mahal untuk itu.”
“Aku tahu. Ibuku sudah mengatakan semuanya padaku tempo hari. Dan ia juga sedang berusaha agar rencana ini berjalan mulus. Tidak ada yang boleh membocorkannya. Aku benar-benar ingin semuanya berjalan dengan sempurna, tanpa cacat sedikitpun.”
Kyu Hyun menutup sambungan teleponnya dan meletakkan ponsel putih itu di atas meja begitu saja. Ini baru hari rabu dan masih ada hari kamis, jum’at dan sabtu yang harus ia lewati dengan kesabaran yang cukup tinggi. Tapi Kyu Hyun yakin kalau ia dapat melaluinya dengan sempurna.
“Aku tidak sabar menunggu datangnya hari minggu, Yeon Hyo-ya. Aku tidak sabar untuk memanggilmu dengan panggilan ‘sayang’.”
****
“Kau tidak tahu seberapa besar aku mencintainya.
Seberapa banyak aku menghabiskan air mata hanya karena melihatnya tidak tersenyum bahagia.
Aku memang gadis biasa.
Tapi perasaanku ini tidak bisa dikatakan ‘biasa’.
Karena ku pastikan hidupku tak kan baik-baik saja jika dia menghilang.
Tanpa kabar sama sekali atau lebih buruknya lagi… mati.
Aku tidak bisa membayangkan hidup yang akan ku jalani jika dia benar-benar pergi.
Pasti mengerikan.
Lebih buruk dari pada rasa takutku akan petir di kala hujan deras.
Dan aku benci mengakuinya.
Aku benci kalau harus mengakui aku begitu lemah jika tidak ada dia dalam jangkauanku.”
Seberapa banyak aku menghabiskan air mata hanya karena melihatnya tidak tersenyum bahagia.
Aku memang gadis biasa.
Tapi perasaanku ini tidak bisa dikatakan ‘biasa’.
Karena ku pastikan hidupku tak kan baik-baik saja jika dia menghilang.
Tanpa kabar sama sekali atau lebih buruknya lagi… mati.
Aku tidak bisa membayangkan hidup yang akan ku jalani jika dia benar-benar pergi.
Pasti mengerikan.
Lebih buruk dari pada rasa takutku akan petir di kala hujan deras.
Dan aku benci mengakuinya.
Aku benci kalau harus mengakui aku begitu lemah jika tidak ada dia dalam jangkauanku.”
–Perfection-
****
“Kau baru pulang?” tanya Yeon Hyo sambil mengerjap-ngerjapkan matanya yang terasa perih. Wanita itu tidak sengaja terbangun saat mendengar suara pintu di buka dan cahaya lampu menyilaukan matanya.
Pria tampan itu tidak menjawab dan hanya tersenyum kaku pada Yeon Hyo. Penampilannya hari ini terlihat kacau sekali, wajahnya pucat dan ada lingkaran hitam di bawah matanya. Sepertinya Kyu Hyun tidak tidur semalaman.
“Semalam tidur dimana?” tanya Yeon Hyo lagi. Wanita itu baru menyadari kalau sekarang sudah jam delapan pagi, itu artinya Kyu Hyun memang tidak pulang ke rumah semalam. Dan Yeon Hyo ketiduran di atas sofa karena menunggu Kyu Hyun pulang.
“Di kantor,” sahut Kyu Hyun singkat. Pria itu melepaskan jas hitamnya dan membuka kancing kemeja satu persatu dengan cepat. Lalu membuka kulkas kecil yang memang ada di kamar mewah itu dan meraih sebotol air mineral untuk melepas dahaganya. Kyu Hyun membuka tutup botol dan meneguk habis air mineral itu dalam hitungan detik. Yeon Hyo tertegun, ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang untuk menghadapi Kyu Hyun.
“Kau lapar tidak? Akan ku buatkan sarapan untukmu,” ucap Yeon Hyo yang dibalas dengan gelengan ringan Kyu Hyun.
“Tidak perlu.”
Yeon Hyo mendengus dan kemudian turun dari atas tempat tidur. Wanita itu lalu berjalan mendekati Kyu Hyun yang kini sibuk membuka sepatunya dengan cepat.
“Kau kenapa? Masih marah padaku?” tanya Yeon Hyo yang membuat gerakan tangan Kyu Hyun terhenti secara tiba-tiba. Pria itu lantas mengangkat wajahnya dan menatap Yeon Hyo tajam.
“Menurutmu?”
“Kau masih marah padaku. Tapi sampai kapan? Aku sudah memutuskan kontrak belajar dengan Myung Soo. Sejak kau marah, dia tidak pernah lagi datang ke sini. Aku tidak belajar memasak lagi.”
“Lalu?” sahut Kyu Hyun dingin. Yeon Hyo menghela napas kesal.
“Kau! Kau benar-benar ingin memancing emosiku?! Aku sudah berulang kali meminta maaf padamu atas kesalahan yang sebenarnya tidak aku mengerti! Aku tidak berbuat macam-macam di belakangmu dan seharusnya kau tahu akan hal itu! Kenapa kau masih bersikap dingin seperti ini padaku? Kau mau menyiksaku, hm? Aku sudah cukup merasa tersiksa kemarin, merasakan kebosanan saat tidak bertemu denganmu malam harinya! Kau tahu? Aku kesepian! Aku sudah seperti orang gila karena bicara sendirian dengan fotomu! Sampai-sampai aku menunggumu pulang semalaman dan ternyata kau memang tidak pulang! Kau egois, Kyu Hyun-ah!” teriak Yeon Hyo lepas kendali. Kyu Hyun terdiam.
“Kau itu pria paling bodoh di seluruh dunia! Pikiranmu itu sempit sekali dan cemburu pada hal yang sebenarnya tidak ada! Kau menyebalkan! Sangat menyebalkan!”
“Cukup, Yeon Hyo-ya!”
“Aku sudah tidak tahan dengan sikapmu yang seperti ini! Selama ini, aku berusaha menjadi istri yang baik untukmu dengan caraku sendiri. Tapi ternyata kau sama sekali tidak menghargainya! Apa kau pikir, aku ini tidak pernah berusaha menjadi pendamping yang sempurna untukmu? Kita memang dijodohkan dan takdirku memang menjadi istrimu. Tapi aku selalu berusaha untuk menerima kau apa adanya, tidak mengeluh soal sifatmu yang suka seenaknya itu dan beberapa hal buruk lainnya. Aku menerimamu apa adanya, berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Apa kau tidak sadar, Kyu Hyun-ah? Apa aku harus selalu berteriak seperti ini agar kau mau mendengarkanku?!” balas Yeon Hyo emosi. Wanita itu menatap Kyu Hyun tajam, napasnya terengah-engah.
“Sudah ku bilang, cukup Yeon Hyo-ya!” bentak Kyu Hyun yang membuat Yeon Hyo terdiam. Wanita itu kemudian terduduk di lantai dan menatap Kyu Hyun dengan pandangan tak percaya. Bibirnya bergerak samar dan tubuhnya mulai gemetar. Yeon Hyo menangis dalam diam.
“Kenapa kau menangis?” tanya Kyu Hyun kaget. Pria itu tahu kalau Yeon Hyo bukan tipe wanita cengeng yang mudah mengeluarkan air matanya begitu saja. Walaupun mereka bertengkar hebat, tapi Yeon Hyo tidak pernah menangis. Wanita itu terlalu gengsi untuk menangis di depan Kyu Hyun seperti ini. Jika Yeon Hyo berani menangis di depan pria itu, berarti Kyu Hyun benar-benar melukai hatinya.
“Ku mohon, jangan menangis,” ucap Kyu Hyun sambil meraih kedua bahu Yeon Hyo dan meremasnya secara perlahan, berusaha menguatkan wanita itu.
“Aku–”
“Aku minta maaf,” sela Kyu Hyun yang membuat Yeon Hyo semakin menunduk.
“Untuk apa?” tanya Yeon Hyo serak.
“Aku minta maaf karena telah membuatmu merasa tersiksa bersamaku, menangis juga karena tingkahku. Aku seharusnya tidak melakukan hal ini. Sehari saja tidak bertemu denganmu, ternyata membuatku gelisah. Ada sesuatu yang hilang saat tidak melihatmu sebentar saja,” sahut Kyu Hyun yang membuat Yeon Hyo tertegun. Wanita itu menghentikan tangisannya dan menatap Kyu Hyun dalam-dalam.
“Aku memaafkanmu,” sahut Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun menarik wanita itu ke dalam pelukannya dengan cepat. Rasa sayang terhadap wanita yang selama dua tahun ini setia mendampinginya itu menguar hebat dan membuat Kyu Hyun merasa bersyukur karena Tuhan memberikan Yeon Hyo padanya, menjadikannya sebagai pasangan hidup yang akan menua bersamanya.
****
“Aku menyukai pagi.
Karena pagi adalah waktu dimana kita memulai hari dan menulis cerita tentang kita lebih banyak lagi.”
–Perfection-
****
“Kau pulang jam berapa hari ini?” tanya Yeon Hyo sambil meletakkan pancake hangat di hadapan Kyu Hyun, pria itu menoleh.
“Jam empat sore,” sahut Kyu Hyun sambil tersenyum miring. Yeon Hyo mengernyit.
“Jam empat? Kenapa cepat sekali?”
“Jadi kau ingin aku lembur, hm?” balas Kyu Hyun sebal. Wanita cantik itu tertawa dan lantas mencubit pipi Kyu Hyun dengan gemas.
“Tentu saja tidak, bodoh. Berarti hari ini kita bisa pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan diri, kan?” tanya Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun menggeleng ringan. Pria itu lantas mengeluarkan sesuatu dari tas kerjanya dan menyerahkannya pada Yeon Hyo.
“Apa ini?”
“Alat untuk memeriksakan kehamilan. Semacam test urine. Kau kemarin tidak enak badan dan merasa mual, bukan? Dari pada membuang waktu ke rumah sakit, lebih baik periksa sendiri di rumah.”
“Tapi aku tidak–”
“Tidak bisa hamil maksudmu? Kita tidak akan pernah tahu sebelum mencobanya. Lagi pula dua hari berturut-turut kau merasa mual dan pusing sepanjang hari. Ini hari sabtu, jadi biarkan aku istirahat sejenak dari pada memaksakan diri untuk pergi ke rumah sakit. Hari kamis dan jum’at kemarin benar-benar menguras tenagaku.”
“Baiklah, akan ku coba,” ucap Yeon Hyo sambil mengambil benda kecil yang disodorkan Kyu Hyun itu dengan ragu. Kyu Hyun tersenyum.
“Aku ingin mendengar hasilnya nanti sore setelah aku sampai di rumah dan bertemu denganmu, Yeon Hyo-ya. Jadi bagaimanapun hasilnya nanti, kau jangan meneleponku, okay?”
“Baiklah.”
****
“Kadang aku berpikir, kau adalah ciptaan Tuhan yang sempurna.
Sempurna dalam arti dapat melengkapi kekuranganku, mengatasi kegelisahanku dan menjadikan segala sesuatu yang kita lalui terasa sangat indah.”
–Perfection-
****
“Bagaimana hasilnya?” tanya wanita paruh baya itu yang dijawab dengan gelengan ringan Kyu Hyun. Pria itu tersenyum kecil dan menghentikan gerakan tangannya yang sejak tadi sibuk mencoret-coret beberapa berkas yang harus di perbaiki dengan segera.
“Aku tidak berani menanyakannya dan aku memang meminta Yeon Hyo untuk tidak mengatakan hasilnya sebelum aku pulang ke rumah,” jawab Kyu Hyun sambil meletakkan pensil itu di atas meja kerjanya, kedua bola mata kecoklatan pria itu kini membalas tatapan ingin tahu ibunya.
“Dan kemungkinan besar jika itu berita yang baik, aku akan meminta Yeon Hyo mengatakannya besok malam di hadapan seluruh keluarga kita,” tambah Kyu Hyun pelan. Ha Na mengangguk, sepertinya wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu benar-benar penasaran.
“Lakukan yang terbaik, Kyu Hyun-ah. Tapi Eomma yakin kalau Yeon Hyo benar-benar akan memberikanmu keturunan secepatnya. Ini hanya masalah waktu,” timpal Ha Na yang membuat Kyu Hyun kembali tersenyum. Ia sangat senang kalau ibunya kini sudah mengerti, tidak menuntut terus menerus seperti dulu.
“Tentu saja, Eomma.”
****
“Kehidupan yang sempurna itu bukan pada saat kau memiliki semuanya dalam genggaman tanganmu, tapi ketika kau memiliki keluarga yang utuh, cinta yang tulus dan rasa nyaman dalam hidupmu.”
–Perfection-
****
“Hei, kau tidak mau menunggu suamimu pulang terlebih dahulu, hm?” tanya seorang pria yang sontak membuat Yeon Hyo terbangun karena kaget. Wanita cantik itu mengerjap-ngerjapkan matanya dan tersenyum kecil.
“Kau baru pulang?” ujar Yeon Hyo serak.
“Tentu saja, bodoh,” sahut Kyu Hyun sambil tersenyum miring. Pria itu lalu mengacak pelan rambut Yeon Hyo dan mencubit pipi wanita itu dengan gemas.
“Kau yang memasak semuanya?” tanya Kyu Hyun tanpa basa-basi. Yeon Hyo mengernyit.
“Kau sudah melihatnya?”
“Tentu saja. Karena setiap pulang bekerja, aku suka mengecek keadaan dapur dan ruang makan. Semuanya dalam keadaan baik dan kau masak bulbogi? Kau sudah bisa memasak?”
Yeon Hyo tidak menjawab. Wanita muda itu tertawa dan mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahnya, terlihat geli. “Aku hanya bisa memasak pancake dan bulbogi, selebihnya tidak,” jawab Yeon Hyo sambil kembali tertawa.
“Hanya pancake dan bulbogi?”
“Ya,” sahut Yeon Hyo ringan. Kyu Hyun mendengus.
“Yak! Cho Yeon Hyo! Kenapa kau bisa sebodoh itu?”
“Kenapa kau malah protes? Aku hanya belajar masak selama dua hari dan selama itu aku baru menguasai pancake dan bulbogi saja. Kau sendiri yang mengacaukan jadwal belajar masak yang sudah ku rancang dengan sempurna, bodoh!”
“Kau yang bodoh! Kenapa juga membuatku marah?!”
“Itu bukan salahku! Kau yang salah paham, Tuan Cho!”
“Yeon Hyo bodoh!”
“Cho Kyu Hyun bodoh!”
“Kau!”
“Yak! Kau!” balas Kyu Hyun tak mau mengalah. Yeon Hyo tertawa.
“Hei, kau menertawakanku?” sambar Kyu Hyun sebal. Pria itu lantas menutup mulut Yeon Hyo dan membuat wanita itu sontak menghentikan tawanya yang sumbang.
“Awas kemasukan lalat. Wanita tidak boleh membuka mulutnya lebar-lebar seperti itu. Kau tidak pernah belajar sopan santun, eh? Nanti ku sewa seorang guru untuk mengajarkan kau soal tata cara dan kepribadian,” ucap Kyu Hyun sambil terkekeh geli. Yeon Hyo melotot.
“Yak! Cho Kyu Hyun!”
****
“Karena aku merasa kalau hanya kau yang pantas bersanding denganku, bukan orang lain.
Jika itu terjadi, rasanya tidak akan sama.
Tidak akan sebahagia ini.”
–Perfection-
****
“Besok adalah hari minggu. Dan aku menyukainya,” ucap Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun membalikkan tubuhnya dan menatap wanita itu dengan tatapan penuh cinta.
“Kau bahkan belum memberitahuku soal hasil test itu. Aku penasaran,” ujar Kyu Hyun sambil membelai lembut pipi kiri Yeon Hyo dan mengecupnya sekilas.
“Untuk apa? Kau sudah tahu hasilnya, bukan?” tanya Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun terdiam. Apa maksudnya ini?
“Aku tidak mengerti.”
“Hasilnya benar-benar seperti yang kau harapkan. Dan aku minta izin untuk memanggilmu dengan panggilan ‘sayang’ malam ini,” sahut Yeon Hyo pelan. Kyu Hyun tertegun. Pria itu lalu berusaha mencerna ucapan Yeon Hyo barusan pelan-pelan. Kenapa otaknya bekerja dengan sangat lambat malam ini?
“Kau hamil?” tanya Kyu Hyun cepat bercampur antara kaget dan senang. Yeon Hyo tertawa dan mencubit pipi kanan pria itu. Wanita itu lantas meraih Kyu Hyun dalam pelukannya. Memeluk pria yang ia cintai itu dengan sangat erat.
“Aku sudah melengkapi kekurangan yang tersisa. Dan sekarang, hidup kita akan terasa jauh lebih sempurna. Begitu kan, sayang?” jawab Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun melepaskan pelukan wanita itu menatapnya tajam.
“Kau tidak bercanda?” tanya Kyu Hyun senang. Yeon Hyo tertawa.
“Tentu saja tidak, sayang. Memangnya kau mengharapkan hasil yang seperti apa?”
Kyu Hyun tertawa dan meraih wanita yang amat ia cintai itu ke dalam pelukannya.
“Terima kasih, Yeon Hyo-ya.”
****
“Jangan pernah menanyakan alasan kenapa aku mencintaimu.
Karena aku juga tidak tahu apakah aku memiliki alasan untuk hal itu.”
–Perfection-
****
“Jamuan makan malam yang enak. Ternyata kau bisa memasak, Yeon Hyo-ya,” ucap Ha Na senang. Terlebih lagi wanita paruh baya itu mendapat kabar kalau sebentar lagi ia akan mempunyai seorang cucu yang akan melanjutkan keturunannya.
“Terima kasih, Eomma.”
“Dan selamat untukmu, Kyu Hyun-ah. Kau sebentar lagi menjadi seorang ayah,” tambah Ha Na yang membuat Kyu Hyun mengangguk cepat. Pria itu lantas memeluk ibunya sembari membisikkan sesuatu yang tidak di dengar oleh Yeon Hyo.
“Baiklah, kau dan Yeon Hyo boleh pergi sekarang. Tapi jaga istrimu baik-baik. Jangan membuatnya terlalu lelah. Mengerti?”
“Tentu saja, Eomma.”
“Hati-hati,” seru Ha Na begitu Kyu Hyun meraih pergelangan tangan Yeon Hyo dan menuntun wanita itu untuk masuk ke dalam mobil kesayangannya.
Yeon Hyo tidak memberontak seperti biasanya, wanita itu hanya diam saja saat Kyu Hyun menghidupkan mesin mobil dengan tergesa dan pada akhirnya memacu kendaraan roda empat itu secara perlahan, makin lama makin cepat.
“Kau tidak bertanya kita akan kemana?” tanya Kyu Hyun lembut. Yeon Hyo menoleh. Wanita itu tersenyum miring dan mencubit pipi Kyu Hyun gemas.
“Kau sedang menyiapkan kejutan untuk hari ulang tahunku, bukan?” tebak Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun langsung menepuk dahinya dan mengumpat kesal.
“Sial!”
“Hahaha! Tentu saja aku tidak akan pernah lupa kalau besok itu adalah hari ulang tahunku. Hari senin, tanggal empat belas Januari. Aku tidak sebodoh yang kau kira, Kyu Hyun sayang.”
“Dasar! Walaupun kau sudah tahu, seharusnya kau diam saja. Jangan katakan padaku kalau kau sudah mengetahuinya, bodoh!”
“Hahaha!”
“Aku jadi kehilangan semangat. Kau tahu?” cibir Kyu Hyun sambil menghela napas kasar. Yeon Hyo lagi-lagi hanya tertawa.
“Tapi aku belum tahu kejutan apa yang akan kau berikan padaku, sayang.”
“Tetap saja tidak seru!”
“Hahaha!”
“Berhenti menertawakanku, Yeon Hyo-ya!”
****
“Karena cinta tidak memandang perbedaan.
Cinta adalah sesuatu yang menyatukan perbedaan.
Meleburnya menjadi satu dan membentuk ikatan sekuat baja.
Membekukan amarah dan memanaskan gelora jiwa.
Mengkristalkan kenangan dan menghiasinya dengan memori seindah surga.
Karena cinta itu memang tercipta untuk menyempurnakan hidup kita, selamanya.”
-Perfection-
****
“Ini yang kau maksud dengan kejutan?” cibir Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun mendengus kesal.
“Aku tahu kalau ini tidak romantis, tapi setidaknya aku membuat ini selama sebulan setiap malam setelah kau tidur. Aku membuatnya dengan sungguh-sungguh. Itu sebabnya jariku kemarin sempat terluka karena aku tidak pandai merajut seperti perempuan. Aku belajar merajut sweater ini dari Eomma. Kau tahu sendiri kalau aku bisa membelikanmu apa saja, tapi aku ingin kado ulang tahun untukmu adalah benda yang ku buat dengan kemampuanku sendiri,” ucap Kyu Hyun sambil tersenyum miring. Yeon Hyo tertegun.
Yeon Hyo lantas meraih sweater berwarna soft pink itu dari tangan Kyu Hyun dan langsung memakainya. Ukurannya pas sekali, terlihat cocok.
“Bagaimana?” tanya Yeon Hyo yang membuat Kyu Hyun menarik kedua sudut bibirnya ke atas, tersenyum senang.
“Cocok sekali, kau terlihat cantik.”
“Terima kasih,” sahut Yeon Hyo pelan. Ia tak tahu harus menjawab apa lagi. Tapi Kyu Hyun hebat, ia bisa merajut benda semacam ini dalam tempo waktu sebulan dengan rapi. Dan bagaimana mungkin seorang Cho Kyu Hyun yang mudah bosan itu mau merajut sebuah sweater setiap malam hanya untuk memberikan hadiah pada Yeon Hyo? Wanita itu bahkan tidak bisa membuat sweater sebagus ini.
Ini memang bukan kado romantis. Tapi cara Kyu Hyun membuatnya dan usahanya selama ini adalah hal yang benar-benar romantis. Yeon Hyo bahkan tidak menyangka kalau Kyu Hyun melakukan hal itu demi dirinya.
“Dan ini adalah toko roti yang ku bangun empat bulan yang lalu. Baru selesai hari kamis kemarin, itu sebabnya aku lelah sekali karena aku juga mengawasi pembangunan toko roti ini. Toko roti ini menjual roti, cokelat dan beberapa makanan manis yang kau sukai. Atas nama Cho Yeon Hyo, kau pemiliknya. Semuanya serba pink dan putih, karena kau menyukai kedua warna itu. Ku harap kau menyukainya, Yeon Hyo-ya,” jelas Kyu Hyun yang membuat mata Yeon Hyo berbinar indah. Wanita itu benar-benar tidak menyangka kalau ada kejutan seindah ini.
“Terima kasih, Kyu Hyun-ah. Aku suka sekali dengan hadiah-hadiahmu!” seru Yeon Hyo senang. Wanita cantik itu lantas meraih Kyu Hyun ke dalam pelukannya, memeluk tubuh tinggi itu dengan erat.
“Terima kasih. Terima kasih banyak.”
“Selamat ulang tahun sayang. Aku juga berterima kasih padamu, Yeon Hyo-ya.”
“Terima kasih untuk apa?” tanya Yeon Hyo bingung.
“Terima kasih karena kau telah setia berada di sisiku. Dan terima kasih juga atas kabar baik yang akan membuatku menjadi seorang ayah. Aku mencintaimu,” ucap Kyu Hyun yang sontak membuat wajah Yeon Hyo terasa memanas. Wanita itu lalu tersenyum simpul dan mengeratkan pelukannya.
“Terima kasih banyak. Aku mencintaimu, sayang.”
****
-EPILOG-
Kyu Hyun membuka matanya yang terasa berat. Semalaman ia dan Yeon Hyo merayakan hari ulang tahun wanita itu berdua saja. Dan segalanya terasa sangat bahagia. Kyu Hyun teringat, semalam ia sempat meminta Yeon Hyo menuliskan beberapa kalimat di halaman depan sebuah buku novel kesukaan Kyu Hyun yang berjudul ‘Perfection’. Pria itu lantas berbalik ke arah samping dalam kondisi yang masih setengah sadar dan meraih buku yang tergeletak tak berdaya di atas nakas kecil di samping tempat tidurnya.
Kyu Hyun tersenyum dan kembali berbalik menghadap ke arah Yeon Hyo yang masih terlelap dengan begitu tenangnya. Kyu Hyun lalu mendekatkan wajahnya ke arah puncak kepala wanita itu dan bernapas di sana, menghirup aroma yang paling ia sukai di dunia ini. Pria itu tersenyum kecil saat Yeon Hyo menggeliat tatkala ia menempelkan bibirnya di dahi wanita itu. Bergumam pelan dan mengucapkan selamat pagi.
Pria itu lantas menarik tubuhnya setelah ia puas bernapas di tempat yang paling ia sukai itu. Sebenarnya tidak ada kata ‘puas’ dalam kamus Kyu Hyun kalau sudah menyangkut soal Yeon Hyo. Tapi bukankah ia harus membaca coretan tangan wanita itu semalam? Kyu Hyun sudah sangat penasaran pagi ini.
Kyu Hyun menarik kedua sudut bibirnya ke atas saat membuka halaman depan buku novel kesukaannya itu. Matanya menari-nari di atas tulisan tangan Yeon Hyo yang menurutnya sangat menarik. Pria itu bergumam pelan dan lagi-lagi tersenyum miring. Kyu Hyun ingat kalau semalam ia meminta Yeon Hyo untuk menulis kebaikan dan keburukan pria itu. Tapi ternyata Yeon Hyo sama sekali tidak menuliskan hal-hal semacam itu. Yeon Hyo malah menuliskan sesuatu yang membuat Kyu Hyun merasa dia lah pria paling beruntung di dunia ini karena memiliki seorang Cho Yeon Hyo. Istrinya yang sempurna.
“Aku menyukai semua yang ada di dalam diri Kyu Hyun.
Semuanya.
Tapi jika ditanya bagian mana yang paling ku sukai, aku akan menjawab mata.
Aku suka tatapan matanya.
Begitu serius dan tajam sekali.
Warna matanya juga bagus dan aku suka kali saat ia berkedip sesekali dan membuat kelopak mata itu tertutup selama beberapa detik.
Rasanya… aku bisa langsung tersenyum saat melihatnya seperti itu.
Bahagia sekali karena ia masih baik-baik saja dan hidup di dunia ini.
Semuanya.
Tapi jika ditanya bagian mana yang paling ku sukai, aku akan menjawab mata.
Aku suka tatapan matanya.
Begitu serius dan tajam sekali.
Warna matanya juga bagus dan aku suka kali saat ia berkedip sesekali dan membuat kelopak mata itu tertutup selama beberapa detik.
Rasanya… aku bisa langsung tersenyum saat melihatnya seperti itu.
Bahagia sekali karena ia masih baik-baik saja dan hidup di dunia ini.
-Cho Yeon Hyo-
****
-THE END-
No comments :
Post a Comment