OUR RING! PART 8

  No comments

[Other FF] “OUR RING” Part 8 [Yesung-Yura]

YERAOURRING

OUR RING!” PART 8_ [Ye-Ra Couple]


Tittle                  : “OUR RING!”
Cast                    : Yesung Kim, Kim Yura, Eunhyuk Lee, Kim Sohee, Park Yun Ji,
                              And Others
Rating               : PG + 17 / Straight

This Story Original From @Jjea_

***


 “M-mwo? Apa maksudmu? Cin-cinta? Se-seutuhnya?”
 “Geurae… kau mencintaiku?”
“Huh?” Yesung tampak melongo dengan panik saat Yura tersenyum senang melihat ekspresinya itu. Aneh, kenapa ia tak bisa melawan?


Apa yang kamu lihat, hanya terlihat oleh dua mata.
Dan cinta tak hanya dilihat, tetapi dirasa. Oleh hati,
Dan bukannya mata….’




_“OUR RING!” PART 8_


Bias sinar cahaya rembulan malam ini tampak melengkung, seolah membentuk sebuah senyuman malam yang begitu indah. Berdendang seiring dengan layangan angin yang beriringan selang kearah barat dan selatan. Dingin… ada sebuah rasa yang menusuk tak kasat mata menembus permukan kulit, membuat semburat merah keluar dari alih-alih wajah dan telapak tangan. Inilah hidup! Kadang selalu bertentangan dengan apa yang dilihat dan dirasakan.


*When It All Began, Sweet Time!*


Yura tertegun saat menyadari wajah tampan Yesung berubah menjadi agak kemerahan sekarang. Apakah yang terjadi pada namja ini? Kenapa dia hanya diam saja ketika Yura menanyakan sesuatu hal yang menyangkut cinta? Tak seperti biasanya memang, mengingat Yesung selalu bisa membalas perkataannya dengan tepat. Namun kali ini…
“YA! Jangan-jangan kau memang benar-benar menyukaiku Kim Jong Woon?” tuduh Yura membuat Yesung mendadak gugup dan salah tingkah. Namja itu menoleh dengan tampang polos.
“M-mwo? Ash… gadis Tarzan sepertimu tau apa tentang cinta, huh? Sudahlah… lebih baik kau kembali istirahat dan jangan berpikir yang macam-macam.” Yura tampak memicing, jawaban seperti apa itu? Yesung bahkan tidak mengiyakan dan juga tidak menolak akan pertanyaannya tadi.
“Jadi kau benar menyukaiku?” tanya Yura kembali, bermaksud untuk menggoda Yesung.
“YA! Kim Yura…”
“Huhh… kurasa kau sudah sangat menyukaiku, ne?”
“YA! Bisakah kau tidak mengucapkan kata itu berulang? Itu menggelikan!”
“Jadi benar?”
“Mwo? Hey Kim Yura, kau sadar sedang bermain dengan siapa, ohk?” Yesung tampak mulai menjongkok untuk menghampiri tempat Yura. Gadis itu mundur hingga kini ia juga berniat untuk turun dari ranjang itu.  Mengerikan! Yura berani bertaruh, jika wajah mesum Yesung itu dapat membuatnya gila setengah mati.
“M-mwo?” belum sempat Yura hendak berlari dari tangkapan Yesung, namja itu pun sudah lebih dulu memegangi pergelangan tangannya.
“Kau mau kemana sayang?” ucap Yesung dengan senyuman tipis yang dapat melemaskan tulang persendian Yura. Gadis itu membatu mendengar panggilan Yesung itu!  Sayang? Apakah dunia akan kiamat saat ini?
“Kemarilah… bukankah tujuan kita datang kemari untuk berbulan madu, hem?  Ada pepatah mengatakan… jangan terlalu banyak membuang waktu. Jadi, bagaimana jika sekarang kita—” Yesung menarik lembut tangan Yura itu agar kembali berada diatas ranjang. Tubuh gadis itu menegang! Yesung benar-benar…
“Kkkk…” kedua insan anak muda ini tampak saling menatap penuh kikuk sekarang. Benar, sulit sekali untuk menyembunyikan senyum mereka masing-masing saat ini. Yura mendadak  gila! Yeoja itu pun tampak berniat hendak semakin mengikuti kemana arah permainan Yesung ini, hingga sekarang ia kembali naik keatas ranjang dan mendekat kearah Yesung.
“Benarkah kau ingin sekarang Oppa?” Yura tampak sengaja bersuara manja, sangat manja. Baiklah, Yesung bahkan nyaris jantungan mendengarnya.
“Nde sayang…” balas Yesung membuat pandangan mereka kembali bertemu. Yura sudah tak tahan lagi mendengar lelucon menjijikan ini, hingga detik berikutnya yeoja itu pun sentak tertawa dan menangkupkan kedua tangannya pada wajah Yesung.
“Hahahaha… aku ingin muntah mendengarnya Kim Jong Woon.” Tawanya meledak, begitu pula Yesung yang kini tampak tersenyum tak jelas. Tunggu! Entah mengapa ini malah terasa manis bagi keduanya.
“Hey Tarzan, kau pikir tadi aku bercanda huh?” Yesung tampak menyentuh kedua tangan Yura dan membelainya lembut.
“Hahahaha. Aighoo… kau benar-benar kurang kerjaan. Huhhh… sudahlah, aku lapar. Aku akan kebawah Hotel sebentar mencari makanan. Jika kau mau tidur, kau tidur sofa saja. Ah, kalau perlu diluar.”
“YA! Aku ikut denganmu. Tsk! Apa kau tak merasa bersalah? Karna ulahmu yang nekat pergi kemari seorang diri, aku harus menyusul sampai lupa makan.”
“Memangnya aku menyuruhmu menyusul? Aneh sekali, bukankah kau sendiri yang dengan bodohnya kemari.”
“Mwo?” Yesung tampak mengerjap singkat dengan erangan kerasnya. Betapa gadis ini semakin membuatnya gemas.

BRAAAKKK

Yura tampak sengaja menutup pintu kamar hotel mereka itu dengan kencang, membiarkan Yesung yang mulai berteriak-teriak tak jelas didalamnya. Apa namja itu tak sadar jika ia telah mengganggu kedamaian kamar disebelah kiri dan kanannya? Baiklah, Yesung tak banyak perduli tentang hal itu. Kini, namja itu sentak berdiri dan berniat untuk mengejar Yura.
Untunglah, Resto yang berada disekitaran Hotel ini masih terlihat menerang dipertengahan malam. Memang, sepertinya tempat-tempat disini lebih banyak dibuka dalam 24 jam tanpa henti, seolah mereka memang ingin para pengunjung di Pulau ini merasa terkesan dengan semua fasilitas yang ada. Yura cukup senang mengetahui itu, mengingat udara pantai pada malam hari seperti ini juga tampak meneduhkan mata, ditambah dengan suara deru ombak dan lantunan musik Jazz yang mengalun senada sepanjang sudut ruangan ini. Yah, sebenarnya malam menyimpan banyak keindahan yang tak bisa diberikan matahari disiang hari.
“Kau sudah memesan makanan?” tanya seseorang tiba-tiba membuat Yura sontak terlonjak dari lamunannya itu. Dengan tanpa ekspresi,  Yesung mulai menarik kursi lalu duduk  berhadapan dengannya.
“Sudah.”
“Lalu, untukku?”
“Apa perlu? Bukankah itu urusanmu dan bukannya deritaku?”
“Hey Kim Yura, kau masih marah padaku?”
“Menurutmu?”
“Kau terlihat kesal saat aku tak datang dan membatalkan janji kita, apa kau sangat berniat ingin berbulan madu denganku seperti pasangan yang lain?” Yesung sentak memajukan tubuhnya , lalu menopang dagu diatas meja, seolah ingin memperhatikan wajah Yura dengan seksama. Gadis itu merunduk, tampak dia selalu tak bisa menatap kedua manik mata Yesung seperti ini.
“Bu-bukan seperti itu. Hanya saja—” terdengar gadis itu menghela nafas sejenak, ia mulai berpikir bagaimana menjawab pertanyaan itu.
“Aku hanya tak suka, menunggu seseorang dengan sebuah harapan yang besar. Terlalu tak enak rasanya ketika hatiku dikecewakan.” Lanjut Yura semakin merundukan kepalanya. Entahlah, ada rasa dimana ia sulit mengungkapkan kata-kata melalui suaranya.
“Hummm…” Yesung hanya bergumam singkat seraya masih menatap Yura dengan kemelut pikirannya sendiri. Gadis itu tampak berpaling, mengalihkan kesalah tingkahannya atas ulah kedua mata tajam Yesung itu.
This Your order, Miss.” Ucap seorang pelayan seraya meletakkan beberapa makanan yang tadi Yura pesan. Entah makanan apa itu, yang jelas Yura hanya memesan makanan yang menurutnya terlihat enak dimenu.
Thank you…” balas gadis itu sembari tersenyum ramah. Yesung masih dengan posisinya semula, menatapi Yura seakan ia memang berniat membuat gadis ini mati kutu dihadapannya.
              ‘Sial! Kenapa dia terus menatapiku seperti itu?’
Gumam Yura seraya terus berusaha untuk bersikap biasa saja. Dengan cukup kikuk, kedua tangannya pun mulai perlahan terangkat untuk menyendokkan makanan itu ke mulutnya.
“Kau tak makan?” tanya Yura yang mulai risih dengan keberadaan mata Yesung menghadapnya itu.
“Apa kau berniat membagi makananmu itu padaku?”
“Huhhh… makanlah.” Seperti mau tak mau, Yura tampak menyodorkan beberapa piring agar berpindah sedikit lebih maju kearah Yesung.
“Kau tak sadar, bagaimana kondisi disekeliling kita sekarang eh?”
“Nde?” Yura kontan membalikkan kepalanya kearah kanan, begitupula kiri. Entahlah, mengapa ia baru sadar jika ditempat ini hampir 98% dihuni oleh pasangan-pasangan yang saling menyuapi mesra, bahkan diantaranya ada yang tak segan berciuman tanpa dosa bersama makanan yang mereka pesan.
              ‘Ya Tuhan… ini gila!’
Umpat gadis itu dengan goresan merah dibawah kedua matanya. Kepalanya seketika merunduk, lalu menghadap Yesung dengan malu. Kenapa ia baru sadar, jika di pulau ini memang sebagian besarnya dikunjungi oleh pasangan-pasangan yang tengah berbulan madu? Tak heran memang, jika dipertengahan malam seperti ini semua orang mulai tampak menikmati perut kosongnya seraya menunjukan kemesraan mereka yang menggebu. Benar, apalagi jika ditambah dengan lantunan lagu yang romantis seperti ini.
              ‘Aighoo…’
“Wae? Kenapa wajahmu sepertinya memanas? Kau iri dengan mereka?” tanya Yesung dengan senyuman mautnya pada Yura. Gadis itu tak mendongak, dia bisa mimisan jika terus berada ditempat seperti ini.
“Ash… ini sedikit menjijikan!” Umpat Yura seraya terus memakan hidangan dihadapannya. Jika saja ia tak terlalu lapar seperti ini, mungkin Yura lebih memilih untuk kembali kekamar dan tidur.
“Itu tidak menjijikan, bahkan terlihat manis dimata mereka,” balas Yesung seraya mengangkat tangannya menyentuh pinggiran bibir Yura, ia bermaksud untuk menyeka sisa makanan yang nampak terlihat dimulut gadis itu.

DEG

Jantung Yura sontak saja berdetak cepat seiring dengan darahnya yang berdesir hebat saat ini. Refleks gadis itu mendongak, membuat kini keduanya saling bertatapan dalam. Yura berani bertaruh, jika wajah Yesung sekarang semakin tampan di indera penglihatannya itu.
“Kau seperti anak kecil saja, bodoh! Jika makan, kau harus belajar lebih tenang dan berhati-hati.” Yesung semakin menggerakkan tangannya itu pada bibir Yura. Baiklah, ini bahkan sudah cukup membuat gadis itu meneguk air liurnya susah payah.
“It-itu urusanku. Mau aku makan sampai wajahku terkena cipratan makanan, juga bukan urusanmu.” Yura tampak menepis tangan Yesung darinya. Wajah gadis itu tak bisa menahan kegugupannya lagi sekarang, hingga kembali bias kemerahan itu terpancar jelas.
“Urusanmu?” Yesung mengangkat kedua alisnya dengan senyuman khas. Wajah namja itu semakin mendekat, bahkan ia sedikit menjongkok untuk dapat beradu nafas dalam jarak dekat dengan Yura.
“Hey, kau lupa Kim Yura? Aku Kim Jong Woon, suamimu. Jadi, apapun urusanmu, itu akan menjadi urusanku,” Yura dapat dengan jelas merasakan bisikan Yesung itu pada telinga kirinya. Baiklah, untuk kesekian kalinya Yura merasa tubuh dan jiwa raganya sudah mulai tak waras. Bahkan, ia mulai memikirkan hal yang tidak-tidak ketika hidung mereka bersentuhan secara tak sengaja. Apa yang dilakukan namja ini? Sungguh, Yura sudah benar-benar lemah, jika Yesung sudah memperlakukannya seperti ini. Apa Yesung akan menciumnya seperti pasangan-pasangan didalam ruangan ini?
“M-mwo? Ka-kau mau apa?” tantang Yura gugup. Yesung tampak tersenyum senang mendapati jika gadis ini cukup mudah dibuat tegang.
“Mau apa? Hahaha… tentu saja aku mau—” Yesung sentak mengangkat tangannya memb*lai bibir Yura kembali. Sepertinya hanya sekilas, mengingat jika kini tangan namja itu mulai kembali terangkat. Yura meremas ujung baju kaos yang ia kenakan seraya menutup kedua matanya perlahan. Aneh, ia merasakan tubuhnya memanas.
“Aku mau—aku mau kau tak mempermalukanku lagi, ara? Makanlah dengan benar seperti gadis-gadis terhormat. Jangan seperti ini, sisa-sisa makanan itu terlihat tak enak.” Lanjut Yesung seraya menjitak dahi Yura dengan cukup keras. Namja itu tersenyum, lalu menarik wajahnya untuk kembali duduk seperti semula. Yura melongo, apa-apaan namja ini?
“YA! Kau—”
“Mwo?” sela Yesung dengan wajah tanpa dosanya. Tak sadarkah namja ini, jika sudah membuat seorang Kim Yura nampak bodoh seperti ini?.
“Aish… sudahlah! Kenapa setiap kali bersamamu, hidupku semakin sial.” Yura mematuk wajahnya dengan frustasi. Gadis itu tampak kembali fokus menghabiskan hidangan dihadapannya ini dengan cepat. Sungguh, ia tak tahan lagi ingin pergi dari tempat ini.

Hening!

Terjadi kesenyapan saat ini diantara keduanya. Yesung sama sekali tak memesan apapun, ia lebih sibuk berkutik dengan layar ponselnya itu seraya sesekali mengunyah kentang goreng dihadapannya. Namja ini sungguh tak sadar, jika sebenarnya Yura tampak mencuri pandang untuk menatapinya.
        ‘Sebenarnya… namja ini cukup tampan. Huhhh… aku benar-benar penasaran bagaimana dulu kami dapat saling bertemu hingga menjadi tunangan. Apa mungkin dulunya kami memang sepasang kekasih yang cukup mesra?’
Gumam Yura seraya menerawang tak jelas sekarang, bahkan ia sama sekali tak terlalu tau seberapa banyak makanan yang telah ia telan. Konsentrasinya hanya tertuju pada pemuda dihadapannya ini. Yah, sesosok pemuda yang sekarang malah tengah tersenyum manis menatapi layar ponselnya itu.
“Kau sedang melihat apa?” tanya Yura memecah keheningan.
“Nde? Aniya…”
“Jincha? Lalu, kenapa tersenyum seperti itu?”
“Ada seorang temanku yang sakit. Aku lega ketika ia memberi kabar, jika dia sudah mulai membaik.”
“Teman?” Yura tampak memicing sekilas. Siapa? Bukankah selama ini Yesung belum terlalu banyak memiliki teman? Lalu… kenapa bisa Yesung dapat berekspresi begitu lega dan manis pada layar ponselnya itu. Yah, seolah-olah kondisi teman yang tadi ia ceritakan itu cukup penting untuknya. Yesung sadar akan raut keingintauan gadis ini padanya. Untuk itulah, ia dengan cepat merubah ekspresinya menjadi datar kembali.
“Nuguya?”
“Apa itu penting? Sekalipun aku memberitaumu, kau juga tak akan mengenalnya. Sudahlah, makan saja hidanganmu itu.” Yesung menggeser sedikit tubuhnya, lalu kembali fokus pada layar ponselnya itu. Sekalipun ia terlihat menyembunyikan senyumnya pada gadis itu, tapi Yura tau jika sepertinya teman Yesung itu sudah cukup sukses menghibur namja dihadapannya ini. Buktinya, Yesung tampak tersenyum manis.
              ‘Ah… benar. Itu tak terlalu penting untukku….’
Gumam gadis itu seraya kembali menyantap apapun yang dapat membuat perutnya kembali kenyang.


***


‘Jangan pernah membuat orang yang kita sayangi menangis,
Karna akan menyakitkan…
Bila ternyata ada orang lain yang membantu menghapus air matanya!’



Sudah hampir 2 hari ini, Yesung dan Yura menetap di Karabia untuk menghabiskan masa liburan dan bulan madu mereka. Bulan madu? Itu sedikit terdengar sebuah kebohongan besar. Mengingat, jika keduanya sama sekali tak menunjukan hubungan sebagaimana pasangan pengantin yang baru saja menikah. Tiap jam yang mereka lewati, hanya dipenuhi dengan seringai diam dan pertengkaran kecil. Entahlah, bagaimana mereka dapat mengembangkan sesuatu yang tak seharusnya diributkan, menjadi permasalahan yang membuat amat begitu kesal.
Setiap hari, Nyonya Kim pasti menelpon dan menanyakan hubungan mereka. Sepertinya beliau memang sangat ingin menimang cucu dengan cepat. Cucu? Yura selalu tertawa jika mendengar hal itu. Jangankan untuk membuat cucu, tidur seranjang pun gadis itu akan berpikir seribu kali.
“YA! Kau mau kemana lagi?” cegat Yesung saat kini Yura sudah membuat ancang-ancang untuk berjalan keluar kamar Hotel kembali.
“Aku bosan. Aku ingin mengelilingi pantai sebentar.”
“Aku ikut!”
“Mwo?”
“Wae? Kau pikir hanya kau saja yang ingin menikmati tempat ini, heh?”
“Bukankah kau sedang sibuk dengan ponselmu itu?” ejek Yura yang memang sukses membuat Yesung tercenang sejenak. Yah benar, selama 2 hari ini Yesung sepertinya lebih sibuk menetapi layar ponselnya itu dan tersenyum tak jelas entah kepada siapa.
“Kajja…” tanpa menjawab Yura, namja itu pun dengan cepat menarik pergelangan Yura untuk keluar dari ruangan ini. Gadis itu hanya melongo, membiarkan Yesung menggenggam tangannya seperti pasangan yang lain.
“Kau tak bawa baju pantai seperti para gadis-gadis disini?” tanya Yesung, sesaat setelah mereka telah berada dipinggiran pantai.
“Apa perlu? Huhhh… kalau begitu, aku hanya tinggal memb*ka baju kemeja putih dan celana pendekku.” Yura sentak hendak memb*ka kanc*ng baj* at*snya, hingga kini ia mulai memp*rlihatkan kulit putih sus*nya yang selama ini tertutup dan jarang terlihat. Benar, tangan Yura mulai bergerak untuk memperlihatkan pakaian pantai yang sebenarnya sudah ia siapkan sejak tadi.
“YA! Cepat tutup lagi? Apa yang kau lakukan huh? Kau pikir—kau pikir aku suka melihatmu memperlihatkan bagian-bagian tubuhmu pada orang lain?”
“Mwo? Ash… bukankah tadi kau sendiri yang menanyakannya? Kau ini sebenarnya kenapa…”
“Aku menanyakannya, hanya untuk memastikan jika kau memang tak membawanya.”
“Ckckckck, kau ababil sekali Kim Jong Woon.” Umpat Yura seraya berbalik dan berjalan untuk menjauh dari namja ini.
Gadis itu tampak berlari dengan kedua kakinya yang tempak alas, memijat pelan pasir-pasir pantai yang kini membuatnya semakin bersemangat. Alangkah indah ciptaan Tuhan seluruh dunia ini, menyempurnakan alam yang benar-benar mampu membuat para anak manusia merasa nyaman dan tenang.
Yesung tertegun, ia tampak hanya diam tatkala kedua matanya itu mendapati Yura tengah tersenyum dan tertawa senang seraya melompat bermain air pantai dengan raut antusias. Yah, pantai Karabia memang terkenal dengan pantainya yang sungguh luar biasa. Alam yang membentang luas, seolah sangat merasuk dengan roh manusia yang merasakannya.
“OMO! Kenapa kura-kura yang ini, wajahnya mirip sekali dengan Kim Jong Woon itu? Kkkkk, aku jadi ingin membawanya pulang.”
“Mirip siapa katamu?” tanya seseorang seketika, membuat Yura sontak terlonjak kaget dibuatnya.
“Kkkkau—”
“Heish… bibirmu ini sering menyumpahi orang dengan seenaknya, ne? Dasar!” Yesung menjitak kepala Yura sejenak, membuat gadis itu kontan meringis kecil.
“YA! Appo…” Yura tampak memajukan bibirnya dan menatap Yesung dengan sebal. Yeoja itu pun hendak berbalik, bermaksud agar tak dekat-dekat dengan namja ini lagi. Namun sial, tangan Yeusng sudah lebih dulu menjulur untuk menahan pinggangnya, hingga kini tubuh mereka berbenturan hangat.
“Ka-kau mau apa? Lepaskan!”
“Memberimu hukuman seperti biasa. Wae?Apa ada masalah, hem?”
“YA! Lepask—”
“Ini—untukmu.” Sela Yesung seraya merunduk untuk memasangkan sebuah gelang kaki kerang yang ia tadi ia rangkai sendiri.
“Eh…” Yura sentak melongo, menatapi tak percaya dengan apa yang dilakukan namja ini.
“Kau suka? Sepertinya cocok dengan kulitmu.”
“Hummm… gomawo yo.” Yesung sentak mendongak mendengar balasan dari gadis ini. Ia tersenyum, mendapati wajah polos Yura yang cukup menggemaskan.
“Ini hadiah pernikahan dariku.” Yesung sentak mengusap kepala Yura sekilas, lalu beranjak memanggut bibir gadis itu secara tiba-tiba. Yura terbelalak, ia benar-benar kaget atas tingkah Yesung ini padanya. ASTAGA…!
“YA! Kim… Kim Jo—”

CUP

Yesung kembali menci*m Yura, kali ini ia tampak menginjak kaki gadis itu, membuat Yura mau tak mau memekik hebat. Yesung menarik wajahnya dengan ekspresi sebal. Padahal tadi, ia sudah bisa men*mbus masuk keb*bir gadis itu.
“Gadis tak sopan, sedang berci*man kau malah berteriak!”
“Kau yang menyebalkan! Kenapa kau injak kakiku… ash!” Yura mengangkat sebelah kakinya, lalu memandang Yesung dengan emosi.
“Aku tidak sengaja.” -_-
“Sudahlah, Kim Jong Woon…” Yura kontan berbalik dan menjauh dari namja itu. Entahlah, Yesung malah terkekeh hebat sekarang.



***



Sudah hampir 15 menit yang lalu, Yura hanya bermain dan berfoto sendiri ditempat ini. Bukan karna ia masih marah atas insiden tadi, tapi karna memang sepertinya Yesung mulai kembali mengabaikannya. Namja itu terlihat tersenyum-senyum kecil, seraya menatapi layar ponselnya
             ‘Sebenarnya, siapa temannya itu…’
Gumam Yura seraya memiringkan kepalanya menatapi Yesung yang kini duduk disebuah pondok. Aneh, Yesung akhir-akhir ini memang sering tersenyum sendiri saat menatapi layar ponselnya itu. Sebegitu menariikkah temannya itu, bahkan sampai namja itu tak menyadari kehadiran Yura yang sejak tadi hanya menatapinya.
“YA! Aku mau pulang duluan.” Pekik Yura yang sukses membuat Yesung mendongak sekilas. Sepertinya, namja itu tak terlalu mendengar apa yang tadi ia teriakkan. Untuk itulah sekarang, namja itu hanya mengangguk-angguk tak jelas.
Yura menghela nafas, ia semakin penasaran tentang siapa yang akhir-akhir ini berhubungan dengan Yesung.



***



*When It All Began, Your Mistake!*



Ini sudah hari ke-4 mereka berada ditempat ini. Tak ada yang berubah, sama sekali. Semakin lama, Yesung seolah semakin mengabaikannya dan lebih memilih untuk berkutat dengan layar ponselnya itu. Yura hanya diam, ia bisa apa jika sudah seperti ini?

PIPP… PIPPP

Terdengar ponsel Yesung bergetar diatas meja. Yura mendongak, menyingkirkan sekilas majalah yang sejak tadi ia baca. Yeoja itu kemudian berdiri, menatapi layar ponsel itu yang berkedip-kedip tak jelas. Entahlah, Yura seolah berniat untuk mengangkat ponsel itu. Toh, kebetulan Yesung tengah berada dikamar mandi.
“Hummm…” dengan perlahan-lahan, Yura sentak mengangkat ponsel Yesung hingga kini telah berada ditangannya. Yeoja itu tampak takut, membuatnya sesekali melirik kearah pintu kamar mandi, berharap jika Yesung akan mandi cukup lama hari ini.
Dengan gerakan cepat, Yura sentak menekan tombol apapun menurut insting yang ia gunakan. Hingga seketika, kedua bola mata gadis itu kontan saja membesar tak percaya saat ia membaca dengan jelas nama ‘YUN JI’ yang memenuhi pesan masuk Yesung. Sebenarnya, Yura merasa jika ia tak mungkin membuka pesan masuk orang lain seperti ini. Tapi—bukankah sekarang Yesung adalah suaminya?
             ‘Tidak apa-apa Yura, buka saja…’
Gumam gadis itu pada dirinya sendiri, seolah meyakinkan jika tindakannya ini sebenarnya benar. Dengan tangan gemetar, yeoja itu pun sentak menekan beberapa pesan yang tertera disana.

DEG

Semakin lama Yura membuka satu per satu pesan ini, semakin itu jugalah jantungnya berdegup kencang tak karuan. Tubuhnya memanas, ada beberapa kalimat dari yeoja itu yang membuat tubuhnya sedikit berdesir hebat.

             “Yesung-ah… gomawo yo. Aku tidak tau sampai kapan aku akan mengucapkan ini padamu. Tapi, sekali lagi aku sangat berterima kasih karna waktu itu kau mau menungguiku sampai aku tenang. Huhh… kau membantu mengganti pakaianku, menidurkanku, dan membuatkan susu hangat untukku. Itu sangat berkesan untukku! Maaf, merepotkanmu!”

“Yesung-ah… tentang ucapanku kemarin, aku benar-benar tidak berbohong. Apa kau mengingatku? Atau kau merasa mengenalku? Hhhh… aku mantan kekasih terlamamu selama kau hidup, aku harap kau tak akan melupakanku. Melupakan semua janji kita, ciuman kita, dan pertengkaran kita. Hahaha, kau mau aku menceritakan kisah masa lalu kita lagi? Ah… aku juga akan mengirimi poto-potonya. Kau tampak culun saat bersamaku!”

Yura tampak menahan getaran tubuhnya saat ia melihat bagaimana poto-poto mesra keduanya yang dikirim Yun Ji. Entahlah… ada perasaan yang seakan menusuk-nusuk kearah hatinya saat ini. Ini baru seberapa yang ia baca, bagaimana pesan-pesan yang lain? Kaki Yura tampak mundur sejenak, sungguh ia sepertinya tak kuat lagi membaca pesan masuk dari gadis itu.
“Jadi—jadi dia terlambat menemuiku di Bandara waktu itu, karna dia menunggui Yun Ji? Dia pergi ke Apartment Yun ji?” Yura tampak tersenyum sinis sejenak. Sepertinya, ia mulai merasa kedua matanya memanas. Ia masih sangat ingat ketika Yesung berpamitan dengannya untuk pergi mengunjungi temannya pada waktu itu. Yah, raut wajah Yesung begitu terlihat panik.
“Dia berbohong padaku. Dia rela membuatku menunggu hampir mati, hanya karna yeoja itu memintanya. Dia rela membatalkan bulan madu kami, hanya untuk wanita itu. Mantan kekasihnya? Jadi, mereka—” Yura sentak menghempaskan ponsel Yesung kembali ketempat semula, saat kini ia mendengar pintu kamar mandi itu terbuka. Tampak kini Yesung berdiri dengan hanya memakai handuk.
“Waeyo? Kau kenapa?” tanya Yesung bingung saat menatapi Yura berdiri dengan kaku. Gadis itu terlihat memalingkan wajahnya sekarang. Ia menangis! Yura mengumpat dalam hatinya, mengapa ia dengan mudahnya menitikan air mata hanya untuk hal yang seperti ini?
“Yura-ya…”
“Nan gwanchana. Aku ingin keluar sebentar.” Gadis itu dengan cepat berlari tanpa mendongak menatap Yesung. Namja itu mengenyit, ada yang aneh dengan Yura saat ini. Aneh? Yah, Yura juga merasakan jika ada yang aneh padanya memang. Marah? Cemburu? Kesal? Atau lebih dari itu, apa ia memang punya hak untuk merasakannya? Yura hanya merasa, jika ini tidaklah benar.
“Waeyo? Aku kenapa?” ucap Yura saat kini ia sudah berdiri tepat didepan sebuah pantai yang benar-benar berombak itu. Tangan kanannya terangkat untuk menepuk-nepuk dadanya tak karuan. Semakin ia ingin berhenti, semakin air mata itu keluar tanpa henti.
“Jadi intinya, Yun Ji lebih berarti baginya daripada aku. Sekalipun, aku menelponnya ribuan kali atau waktu itu aku memberitahunya jika aku mati, tetap saja ia akan lebih memilih mantan kekasihnya itu. Ouwh… kenapa aku begini? Apa aku cemburu? Aku mencintainya? Tidak mungkin!” Kepala Yura mengadah kearah langit. Kenapa ia merasa sendiri sekarang?
“Kenapa dia harus berbohong padaku waktu itu? Sebenarnya, apa yang terjadi padaku?” Yura menutup kedua matanya perlahan, merasakan betapa angin pantai ini mengibarkan helaian rambut dan baju yang ia kenakan sekarang. Dingin, Yura sedikit merasakan angin-angin itu seolah ingin memasukinya. Namun aneh, kedua pundaknya seolah ada yang melindunginya. Sebuah selimut! Yah, Yura merasakan ada seseorang yang kini tengah memasangkan selimut itu padanya.
“Bodoh! Kenapa kau keluar dengan baju seperti  itu?” Yura nampak berpaling menghadap seseorang yang tengah mengajaknya berbicara ini. Entahlah, ia sedikit muak dengan wajah itu.
             ‘Mengganti pakaian gadis lain? Membuatkannya susu? Menggendongnya? Cih!’
“Kau kenapa, huh?” tanya namja itu lagi. Sepertinya ia belum sadar perubahan raut wajah Yura yang dingin.
“Aku tidak apa-apa.” Jawab Yura ketus seraya berbalik dan hendak pergi dari tempat ini. Namun sayang, Yesung sudah lebih dulu mengamit lengannya.
“Kau kenapa?”
             ‘Kenapa katanya?’
             Gumam Yura seraya berbalik dan menatap Yesung dengan senyuman sinis.
“Bukankah aku sudah mengatakan, aku tidak apa-apa.” Yura mulai sedikit memberontak, untuk melepaskan tangan Yesung dari lengannya ini.
“YA! Kau salah minum obat? Apa yang terjadi padamu, huh?”
“Lepaskan aku!”
“Aniya, sebelum kau menjelaskan padaku, apa yang terjadi padamu?”
“Apa itu penting untukmu? Tidak bukan? Jadi, biarkan aku pergi, dan jangan mengangguku!”
“YA! Kim Yura…”
“MWO? MWO? MWOYA?” pekik Yura seketika dengan keras. Kini air matanya terlihat jelas oleh Yesung. Yeoja itu lagi-lagi memberontak, namun Yesung tetap tak bergeming untuk melepaskannya.
“Apa aku membuat kesalahan padamu, eh?”
“Menurutmu? Kau merasa tak membuat kesalahan dan kebohongan padaku? Cah… sudahlah, aku tak ingin memperpanjang masalah ini.” Belum sempat Yura hendak kembali berusaha pergi, Yesung sentak memeluk pinggangnya dan mengunci tubuh yeoja ini.
“YA! Kim Jong Woon. Lepaskan aku!”
“Tidak, sebelum kau menjelaskan apa yang terjadi padamu.” Bentak Yesung membuat Yura sentak terdiam. Wajah gadis itu berpaling, lebih memilih untuk menghindari kontak mata dengan Yesung.
“Aku juga tidak tau apa yang terjadi padaku. Kumohon, jangan memaksaku.” Yura beringsut untuk tetap terlepas dan pergi dari hadapan Yesung.
“Mwo? YA! Kau gila, eh? Bagaimana aku tau kesalahanku, jika kau tidak mau mengataka—”
“YUN JI! Kau menyusulku kemari, hanya karna tak ingin Eomma-mu marah telah meninggalkanku sendiri disini. Aku tau, kau punya kepentingan sangat penting pada yeoja itu bukan? Sampai-sampai kau rela membiarkanku menunggu dan membatalkan semuanya. Sekarang, aku tak ingin kau berbuat seperti itu lagi. Jika kau memang terpaksa menemaniku disini, kenapa kau harus kemari? Kau terus berhubungan dengannya, sekalipun kau berada disini. Itu membuatku merasa menjadi batu penghalang hubungan kau dengan mantan kekasihmu itu.”
“YA! Aku akui aku memang salah, tapi aku kemari dengan terpaksa? Kau pikir bagaimana suara nafasku ketika aku menyusulmu kem—”
“Aniya, ini bukan kesalahanmu! Sebenarnya kau tak salah apapun. Yah, seharusnya juga ini tak akan jadi masalah. Akulah yang bermasalah disini! Aku bahkan tidak tau sebenarnya kenapa aku seperti ini. Kenapa aku merasakan sesak? Kenapa aku merasa…” bibir Yura tampak bergetar hebat sekarang. Kenapa ia semakin ingin menangis?
“Besok, aku akan pulang ke Korea. Jika kau masih mau berada ditempat ini, silahkan saja. Aku akan pulang… aku ingin pulang! Aku sudah memesan tiket penerbangan besok pagi, aku tak ingin berlama-lama menjalani bulan madu yang penuh kebohongan ini.” Lanjut Yura kontan berbalik dan berlari dari Yesung. Namja itu tergagu, seolah masih mencerna maksud kata-kata dari Yura itu padanya.
             ‘Apa dia—’
Yesung sentak mendongak menatap punggung Yura yang perlahan-lahan semakin menjauh darinya. Kedua mata namja itu sontak saja memicing, hingga didetik berikutnya kedua kaki jenjangnya mulai tampak bergerak mengejar Yura.


-TBC-

No comments :

Post a Comment